KabariNews – Maraknya ragam prostitusi menunjukkan suatu kebutuhan regulasi untuk menindak dengan seperangkat aturan dan tindakan tegas terhadap demand side, supply side, serta mucikari.

“Jika demand side diberikan hukuman berat, maka supply side bisa berkurang secara otomatias,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Merauke, Papua, seperti dikutip dari laman kemsos.go.id, (12/5).

Kementerian Sosial (Kemensos) punya pengalaman menutup 33 lokalisasi dari 168 yang ada  di Indonesia pada tahun lalu. Seiring upaya penutupan berbagai lokalisasi, maka praktik prostitusi pun mengalmai perubahan.  “Tahun 2014, Kemensos berhasil menutup 33 lokalisasi dari 168 yang ada dengan memberikan pemberdayaan kemandirian ekonomi, seperti Usaha  Eknomi Produktif dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE), ” katanya.

Selain itu, Kemensos menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) terkait penanganan bagi wanita lokalisasi dengan menghadirkan kepala daerah yang sukses menutup lokaliasasi di daerahnya, seperti Walikota Surabaya, Walikota Malang, serta Bupati Jambi.

“Rakornas memetakan prostitusi dan strategi penanganannya untuk mendorong para wanita bekas lokalisasi tersebut agar bisa mendiri dari segi ekonomi melalui pemberikan pelatihan dan pemberdaayaan UEP dan KUBE,” katanya.

Pola-pola dan model praktik prostitusi yang berubah dari lokaliasi ke apartemen, rumah pribadi, kost-kostan serta hotel. Maka dibutuhkan payung hukum untuk menindak tegas para pengguna dan penyedia jasa prostitusi.

“Payung hukum berupa undang-undang antiprositusi belum ada. Namun Indonesia sudah memiliki UU antipornografi dan Kemensos terus berupaya memasukan  kejahatan seksual dan prostitusi kedalam usulan regulasi baru yang dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya.

Belajar dari keberhasilan Swedia yang bisa menekan demand side 80 persen dan menekan supply side 75 pesen dalam tiga tahun terakhir. Untuk bisa mendapatkan pola yang tepat, Swedia pun melakukan revisi tiga kali atas UU antiprostitusi.  “Usulan regulasi baru tersebut, juga mencakup segala macam kejahatan seksual, perbudakan, kriminalitas, perdangan manusia, incest dan sebagainya, ” tandasnya.

Di level pelaksanaan di lapangan, dibutuhkan kerja sama yang solid dari jajaran kepolisian dan kejaksaan dalam menegakkan hukuman bagi demand side, supply side, serta mucikari yang terang benderang. “Penegakan hukum bagi pelaku kejahatan seksual, pengguna prostitusi dan mucikari dibutuhkan hukum jelas, sehingga tidak ada multitafsir dalam pelaksanaannya, ” ujarnya. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/77117

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

greatpremium

 

 

 

 

 

kabari store pic 1