Kabarinews, Refleksi lain dari kasus bocornya data 50 juta pengguna facebook, menurut Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Tedi Supardi Muslih adalah pentinya keamanan data pribadi.

Tedi, sapaan akrabnya meminta kepada kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) untuk segera membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai prioritas dalam program Legislasi Nasional (Prolegnas)DPR-RI.

Tedi yang aktif di Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional (DK2ICN) Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia memaparkan, yang mencatat sebagi inisiator berdirinya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) itu, skandal bocornya data 50 juta pengguna Facebook memang menjadi sorotan, karena melanggar privasi yang notabenenya merupakan hak setiap manusia yang harus dihormati.

“Jangan sampai kasus Mallware Wannacry terulang lagi. Pemerintah baru membentuk BSSN, setelah ada kasus Wannacry. Sekarang setelah ada kebocoran data pengguna Facebook, kita harus melangkah mengenai pentingnya perlindungan data pribadi,” tegas Tedi.

Tedi juga menyesalkan RUU-PDP sendiri tidak masuk dalam Prolegnas 2018. Meski DPR dan Kemenkominfo mendorong, Kemenkumham lebih memilih RUU lainnya untuk diprioritaskan selesai pada tahun ini.

Sementara itu, Ahli Digital Forensik Rubi Alamsyah juga mendesak RUU-PDP untuk dijadikan prioritas oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan dunia siber.

“Intinya menurut saya, pemerintah dan masyarakat sama-sama belum mengerti pentingnya perlindungan data pribadi,” sesal Rubi.

Menurutnya, jika sudah ada regulasi dan Undang-Undang yang mengatur, masyarakat tak perlu risau dengan keamanan data pribadi mereka. Seperti halnya saat Kemenkominfo meminta regrestasi kartu SIM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Keluarga (KK).

Terlebih kata Rubi kembali, pemerintah juga sedang mengumpulkan data masyarakat, salah satunya lewat E-KTP dan registrasi kartu prabayar. Ada juga rencana membagi data tersebut untuk keperluan tertentu, seperti administrasi dan bisnis.

“NIK adalah nomor penting, sama seperti halnya social security number di Amerika Serikat. Kita harus memahamkan NIK itu sifatnya rahasia,” tutur Rubi.

Masyarakat perlu diedukasi mengenai hal itu secara bersama-sama dan secara bersamaan masyarakat perlu di lindungi dengan UU-PDP.

Dengan RUU-PDP, nomor NIK dan data pribadi lainnya lanjut Rubi,  yang penting akan terlindungi, terutama kaitannya untuk pemanfaatan oleh pihak ketiga, antara masyarakat dan pemerintah.

“Nah! Pentingnya Undang-Undang PDP salah satunya itu. Masyarakat serta pemerintah akan mengerti apa yang harus dijaga, seperti NIK dan nomor KK,” kata Rubi.

Kemudia pihak ketiga juga harus tahu bahwa kita sebagai masyarakat  seringkali  menyerahkan data penting itu ke berbagai keperluan, seperti daftar masuk sekolah, ke bank, ke instansi, atau daftar kemana pun. Jadi pihak ketiga ini, harus bisa menjaga data nomor penting itu sesuai dengan standart PDP nanti.

Berkaitan dengan kebocoran data Facebook, menurut Rubi RUU-PDP sangat bisa diandalkan untuk melacak kebocoran, hingga pemberian sanksi bagi pembocor data.

“Jadi kalau ada yang bocor bisa ditelusuri. Bocornya dari mana dan kenapa. Lalu sanksinya apa. Semuanya harus diatur dalam Undang-Undang,” pungkas Rubi.