KabariNews – Namanya banyak dikenal umum dari sejumlah buku tentang Jakarta yang ditulisnya, seperti buku mengenai sejarah Jakarta: Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, bibliografi mengenai sejarah Jakarta berjudul Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, sejarah mengenai gereja dan masjid tua di Jakarta dan banyakl buku lainnya. Ya, dialah Adolf J. Heuken, S.J, seorang paderi katolik kelahiran Jerman yang kini menjadi warga negara Indonesia.

Menulis sejarah baginya adalah sebuah kebutuhan dan hasrat yang tidak ada habisnya. Terbangun oleh motivasi, Pater Adolf menuliskan buku tentang Jakarta yang kaya akan sumber sejarah. Namun sayang, Jakarta dalam kacamatanya kini berubah menjadi kota semrawut dan hilang ke-sejarahannya. Bagaimana Pater Adolf menyikapinya, simak petikan wawancara KABARI dengan Adolf J. Heuken di kediaman sekaligus perpustakaannya yang asri di Jalan Prof. Moh. Yamin, SH, No. 37, Menteng, Jakarta.

Kabari: Apa yang menjadi motivasi Anda menuliskan banyak buku tentang sejarah Jakarta?

Saya biasanya tinggal lama di suatu tempat saya ingin tahu latar belakang tempat tersebut. Oleh karena itu saya cari keterangan tentang tempat itu bagaimana sejarah dan kebudayaannya. Saya sudah 50 tahun tinggal di Jakarta. Dulu saya pernah pergi ke Yogyakata. Kebetulan di sana ketemu satu jilid buku Oud Batavia yang diterbitkan tahun 1925. Sepulang dari Yogyakarta lantas ke Jakarta, saya cari semua tempat yang ada di buku itu, misalnyatentang gereja Portugis, Portugis tidak pernah ke Jakarta tetapi kenapa ada gereja Portugis? dulunya orang Belanda menangkap orang Portugis di Indonesia Timur dan dibawa ke Jakarta, kemudian mendirikan gereja Portugis. Akhirnya saya mengumpulkan bahan, kenapa tidak saya tulis? Lalu di tahun 1982 saya pun menulis buku Historical Sites of Jakarta, buku ini delapan kali sudah diterbitkan. Kemudian setelah buku pertama lanjut ke buku-buku berikutnya tentang sejarah Masjid tua di Jakarta dan Gereja Tua di Jakata.

Kabari: Bagaimana dengan buku Sumber-sumber asli sejarah Jakarta yang terdiri dari 3 jilid, dibuku tersebut Anda banyak menuliskan sumber-sumber sejarah tentang Jakarta?

Ya, kenapa saya tulis buku itu sampai tiga jilid karena supaya orang tidak perlu lagi percaya dengan saya. Dan percaya pada dokumen yang masih ada, pada jilid pertama semua dokumen sebelum Belanda datang, saya tuliskan keterangan itu berasal dari tahun berapa dan dituilis oleh siapa. Saya sengaja tidak menuliskan pandangan saya.

Kabari: Soal bagaimana penggunaan sumber sejarah dalam merekonstruksi masa lalu Jakarta yang diwujudkan dalam buku? Lantas dimana sumber-sumber sejarah itu Anda dapatkan?

Menulis bukan masalah rekontruksi, saya mau menulis yang betul dan benar berdasarkan atas sumber sejarah, bukan yang baru atau lama, bagi saya ini yang penting. Maka itu saya cari terus sumber, terkadang ada juga menemukan sumber sejarah yang bertentangan. Bagaimana bisa bertentangan kita harus cari tahu bagaimana itu bisa bertentangan. Apakah sumber itu sifatnya bias, ada kepentingan bisnis, politik atau agama dan jangan percaya begiutu saja dengan sumber yang kita dapatkan. Semua buku saya, saya susun setelah dilakukan riset di arsip maupun perpustakaan di dalam dan di luar negeri dan di tempat-tempat yang bersangkutan.

Kabari: Jadi harus dibangun sikap skeptic terhadap sumber sejarah? Mengenai sumber sejarah yang Anda gunakan, bagaimana Anda menggunakan sumber sejarah untuk penulisan buklu anda?

Harus skeptis dan jangan menelan sumber sejarah yang ada. Gunakanlah sumber asli dan sumber karangan. Sumber asli contohnya, pada tahun 1522 Portugis datang dan buat perjanjian dengan kerajan pajajaran. Tidak bisa disangkal tugu batu (padrĂ£o) itu ada, dan saya pernah ke arsip Lisbon dan melihat perjanjian itu maka tidak dapat disangkal ternyata ada perjanjian itu.

Kabari: Lantas bagaimana pendapat Anda tentang banyaknya orang di Jakarta yang tidak tahu sejarah kotanya sendiri?

Jika kita tidak tahu sejarah, orang Jakarta seperti tidak tahu tentang riwayat kotanya. Kita hanya lihat sekarang dan ke depan, tetapi tidak ada dasarnya. Kalau tidak ada dasarnya, itu membangun menurut selera sekarang tanpa tahu sejarah masa lalunya. Kita harus tahu sejarah untuk membangun masa depan tidak hanya melihat kebelakang. Lihat saja sekarang! kota Jakarta semakin semrawut, macet dimana-mana. Sudah kelewat semrawut, pemangku kebijakan kota Jakarta saat ini tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Peraturan di Jakarta sebenarnya tidak jelek hanya saja ini soal pelaksanaannya saja yang kurang.

Kabari: Bagaimana dengan banyaknya bangunan sejarah di Jakarta yang semakin rusak dari waktu ke waktu?

Sila pertama di Jakarta adalah keduitan yang maha kuasa dan apa saja mesti tunduk kepadanya termasuk sejarah. Sayang Jakarta kehilangan saksi sejarah yang akhirnya menjadi kota yang sangat bosan. Kalau anak-anak kita mau ingin melihat sejarah di Jakarta hanya bisa dilihat dari buku saja dan ini sangat membosankan. Saksi sejarah harus dipegang dan dilihat. Contohnya saja di daerah Menteng yang semakin hilang sejarahnya. Banyak bangunan disini yang berubah, begitu pun dengan daerah lainnya di Jakarta. (1009)

lik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/80321

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

lincoln

 

 

 

 

kabari store pic 1