KabariNews – Sejak usia 5 tahun ia mengenal Indonesia dari Kakek dan Pamannya yang berlayar ke Nusantara semasa Indonesia belum merdeka. Ia pun ke Indonesia, lalu jatuh cinta pada wastra Nusantara dan mendalaminya, terutama tapis Lampung. Kepakarannya inilah yang kemudian membuat Presiden Obama mendapuknya menjadi anggota Komite Penasehat Kepemilikan Budaya.

Penulis bersama Thomas Murray

Penulis bersama Thomas Murray

Indonesia diberkahi warisan kain-kain tradisional yang dikenal sebagai Wastra Nusantara. Kekayaan seni wastra ini begitu tinggi, hingga dikagumi sampai ke mancanegara. Salah seorang pengagumnya adalah Thomas Murray, pria berkebangsaan Amerika Serikat. Ia pedagang barang-barang antik, terutama patung dan kain tradisional Indonesia.

Redaktur dan konsultan editorial majalah seni kenamaan HALI ini juga pakar di bidang itu sehingga Presiden Obama mendapuknya menjadi anggota Komite Penasehat Kepemilikan Budaya. Tertulis dalam keterangan pers Gedung Putih, Presiden Obama memujinya sebagai individu berdedikasi tinggi dan berbagi pengalaman dan talentanya yang kental ke dalam peran barunya di Gedung Putih.

Thomas tak sekadar mengapresiasi kecantikan wastra, tetapi juga mendalami sejarah yang melatarinya. Tilik, ia begitu fasih menceritakan kain Lampung. Ia mampu menjelaskan letak Provinsi Lampung di peta dunia, sebagai jalur perdagangan rempah-rempah di masa kejayaannya. Kunyit dan lada komoditi unggulannya sampai terjadi Gunung Krakatau meletus pada 1883 yang meluluhlantakkan perkebunan rakyat di sana, dan ini berdampak sistemik pada perekonomian masyarakat.

Sejarah itu terekam ke dalam ikonografi pada motif wastranya berupa kapal, gunung, figur nenek moyang, pohon kehidupan, wayang, burung, gajah, kerbau, cumi-cumi, dan motif geometris. Selain itu, sempat dikupasnya tentang ragam wastra Lampung, seperti palepai, tatibin (palepai kecil), tapis, tampan, bidak, dan lampi.

Pada sesi wawancara dengan KABARI di Los Angeles, sempat hadir 50-an penggemar dan pemerhati wastra Indonesia yang menyimak uraian Thomas dengan takjub. Termasuk dijelaskan penggunaan waktu paruh isotop radioaktif karbon-14 untuk menentukan usia sebuah wastra kuno. Simak bincang Thomas dengan kontributor Stanley Chandra:

Perjalanan Karir Thomas Murray

Bagaimana kesan Anda tentang Indonesia dan warisan budayanya?

Saat kunjungan ke Papua Barat pada tahun 2009

Saat kunjungan ke Papua Barat pada tahun 2009

Saya mendengar tentang Indonesia di usia 5 tahun. Kakek dan paman saya pelaut ulung yang membuat perahu layar di Hong Kong. Pada 1938, mereka berlayar dengan ilmuwan-ilmuwan dari Universitas Harvard dan salah seorang pewaris kekayaan Standard Oils dalam sebuah ekspedisi ilmiah dengan Dr Fairchild. Nama kapalnya, Cheng Ho. Berlayar sampai ke Filipina, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali untuk mengumpulkan tumbuh-tumbuhan.

Saya terinspirasi oleh Paman saya, Fenton. Ia bercerita tentang Indonesia, seperti wanitanya yang cantik mengenakan batik. Wah, saya telah jatuh cinta pada Indonesia pada saat berusia 5 tahun. Ibu saya juga memasak nasi Jawa.

Kemudian ketika saya hendak mencari arti kehidupan selulus universitas pada 1978, saya pergi ke Hong Kong, lalu ke Tiongkok dan Bali.

Tiba di Pulau Dewata, saya sangat terkesan oleh keindahan pemandangan, makanan yang lezat, dan kreativitas penduduknya, juga upacara-upacara adatnya. Setelah itu saya ke Jawa Tengah, melihat keajaiban Borobudur dan Prambanan. Saya sangat kagum dan memutuskan untuk berkunjung kembali. Saya juga segera menyukai kain-kain tradisional Indonesia. Kualitas, motif-motif dan juga simbol-simbol kuno di balik kain-kain tersebut membuat saya ingin mempelajarinya.

Kapan memutuskan untuk mendalami wastra Lampung?

Sebenarnya saya suka semua kain tradisional Indonesia. Mencintai kain Lampung setelah tahu ada beragam teknik tenun. Ada tradisi ikat, tenun pakan tambahan, batik, tampan, tapis, kain inu, dan sebagainya. Saya suka juga kain-kain tradisional dari Kalimantan, Toraja, Sumba, dan beberapa batik dari Kraton Jawa. Saya juga memberi kuliah umum tentang daerah-daerah Indonesia lainnya.

Bagaimana dengan batik?

Kain tradisional di Jawa Tengah dan Jawa Timur kebanyakan berupa batik, dan semuanya menakjubkan. Tidak ada kain tradisional, kecuali sedikit di Tuban, yang kita kenal sebagai kain lurik. Beberapa batik merupakan Indo-Belanda dan Peranakan seperti terlihat dari tanda tangan pembuatnya serta tahun pembuatannya, di sekitar Abad ke-18. Ragamnya, ada batik Keraton, dari sentra batik di Pantura (pantai utara Jawa), dan beberapa diperdagangkan dari Lasem sampai ke Sumatera.
Sementara itu di Lampung dan Bali di pinggir Jawa justru memiliki banyak variasi wastra. Apa artinya? Sesuatu mungkin terjadi di Jawa saat itu seperti letusan gunung berapi sehingga teknik tenun pakan tambahan, misalnya, dapat ditemukan di Lombok dan Lampung, tetapi di Jawa tidak. Tentu hal ini perlu dikaji lebih lanjut.

Tampan Darat bermotif burung raksasa serupa Dinosaurus dari abad ke-19

Tampan Darat bermotif burung raksasa serupa Dinosaurus dari abad ke-19

Dari wastra Lampung, saya ingin tahu tentang kebudayaan Asia Tenggara. Van Leur menuturkan, kemilau bentuk-bentuk budaya Asia Tenggara ibarat “lapisan yang tipis dan mengelupas, di mana semua bentuk aslinya masih tetap ada.” Apakah ini juga ditemukan pada wastra Lampung?

Saya benar-benar setuju dengan pernyataan tersebut. Itu adalah salah satu jalan untuk menggambarkannya. Saya percaya bahwa Indonesia juga memiliki ungkapan yang sama dalam hal ini. Kita dapat melihatnya mulai dari Zaman Batu Besar (Megalitikum). Ada pertemuan antara Zaman Batu dan Zaman Perunggu. Bukti lain terlihat pada penemuan genderang Dong Son (Vietnam) di Jawa dan Bali. Sebelum ada rute perdagangan dengan India dan Tiongkok, sudah ada rute kapal dagang yang membawa perunggu dari Vietnam ke Indonesia. Bahkan ada penemuan kapak tangan perunggu di Papua Barat. Ada juga pengaruh kebudayaan India, seperti candi, wayang, dan agama Hindu-Buddha. Akan tetapi, Indonesia selalu memiliki cara dan gayanya tersendiri.

Indonesia bagian dari Asia Tenggara, tetapi Indonesia juga tempat yang sangat spesial. Di Era Majapahit, banyak kepulauan telah dipersatukan. Saya rasa Indonesia siap untuk memasuki Era Majapahit yang baru.

Tiga tahun lalu Anda ditunjuk menjadi anggota Komite Penasehat Kekayaan Budaya oleh Presiden Obama. Bolehkah Anda bercerita bagaimana membantu Presiden Obama dalam membuat kebijakan?

Saya tidak bisa membagikan secara detil tentang apa yang sedang terjadi dan kami kerjakan, karena masalah privasi masing-masing negara. Tim tersebut terdiri dari 11 orang dari profesi berbeda yang mewakili berbagai latar belakang, tetapi memiliki perhatian pada hal-hal yang berkenaan dengan kepemilikan budaya. Ada dari kalangan pedagang, seperti saya sendiri, arkeolog, profesor hukum, pensiunan direktur museum, dan para pakar dari kalangan kolektor.

Dalam hal ini, seni berfungsi sebagai peran diplomasi. Misalnya, batik yang dinamakan warisan dunia membuat orang Indonesia bangga. Ketika seseorang mengenakan batik atau sebuah museum memamerkan batik, itu merupakan contoh penggunaan batik sebagai fungsi diplomasi. Kami tidak membuat kebijakan. Kita mendengar dari berbagai pihak dan memformulasikan sebuah masukan berdasarkan voting kepada Departemen Luar Negeri. Kemudian, mereka mendengar saran kami dan mengambil keputusan apakah karya seni tersebut diperbolehkan untuk masuk ke Amerika Serikat atau tidak. Pengalaman tersebut merupakan suatu kehormatan besar bagi saya diundang oleh Presiden Obama untuk melayani dalam kapasitas ini.

Koleksi Wastra Lampung Spesial

Silakan Anda menjelaskan mengenai kain Lampung spesial yang Anda miliki.

Palepai Kapal Merah Ganda, dari abad ke-19

Palepai Kapal Merah Ganda, dari abad ke-19

Ini adalah Palepai Kapal Merah Ganda. Kain tersebut dibuat dengan menggunakan teknik tenun pakan tambahan. Warna merah pada kain tersebut berasal dari akar pohon mengkudu (Morinda Citrifolia). Warna birunya berasal dari tumbuhan nila (indigo). Warna kuning didapatkan dari kunyit.

Pada kain ini terdapat motif rumah adat, hewan menyerupai gajah dan burung. Masyarakat Lampung percaya bahwa manusia berasal dari dunia ular, lalu hidup di bumi, dan kita akan menjadi burung ketika kita meninggal. Maka dari itu, burung pada motif kain mengingatkan kita pada pesan nenek moyang.

Ada juga motif leluhur pada kain ini, yaitu wanita yang mengenakan hiasan kepala. Ini menandakan wanita tersebut tidak menikah. Tidak ketinggalan juga motif kapal berukuran besar. Kain ini mungkin merupakan wastra yang paling terkenal di Indonesia, namanya Palepai.

Kapal juga merupakan lambang bagaimana nenek moyang mereka sampai di Sumatera. Kain-kain tradisional Lampung menandakan peristiwa penting seperti kelahiran bayi, masa akil balik, pernikahan, pelantikan kepala adat, ataupun pemakaman. Dua kapal merupakan simbol dua keluarga. Setelah pernikahan, menjadi satu keluarga. Kain ini merupakan simbol penting dari status dan kekuatan spiritual masyarakat Lampung kuno. Kapal tersebut ibarat kapal kehidupan karena melewati fase kehidupan sebagai sesuatu yang berbahaya. Dalam keadaan bahaya tersebut, sebuah kapal dapat membantu untuk mengarunginya.

Dari daerah Lampung manakah kain tersebut berasal?

Kain tersebut berasal dari Kalianda. Kain bermotif kapal lainnya bisa berasal dari Kotaagung ataupun Teluk Semangka. Akan tetapi, gaya Kalianda merupakan ibu dari kebudayaan untuk ragam kain ini.

Apakah Anda bersedia untuk berbagi informasi mengenai kisaran harga pasaran kain tersebut sekarang?
Kurang lebih US$ 95,000.

Satu jenis wastra Lampung dikupas demikian dalam nilai-nilai filosofis yang terkandungnya. Bisa dibayangkan, betapa bersyukur kita menjadi bangsa Indonesia, yang memiliki khasanah wastra Nusantra yang luar biasa. (1014)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/75228

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Hosana

 

 

 

 

kabari store pic 1