KabariNews – Sebagai organisasi kemanusiaan yang baru berdiri, diakui Bayu Gawtama membutuhkan waktu untuk mendapatkan donatur. Karena itu, sejak 2 tahun lalu, Gaw panggilan akrabnya membangun CV Sekaya Reta. “Sekarang Sekolah Relawan punya unit bisnis. Kita bergerak di bidang food and beverage, kemudian minuman makanan yang kita buat, ada appareal, baju, merchandise dan lain-lain. Tumbler, traveling, ticketing dan agen perjalanan juga,” kata Gaw.

Semua unit bisnis ini dikerjakan oleh para relawan. “Semangatnya  adalah pemberdayaan relawan. Kemandirian relawan. Kita pengen relawan yang tergabung dalam Sekolah Relawan, yang day to day ada di sini itu punya usaha sehingga ini untuk menghidupi saya dan semua relawan yang ada di sini. Jadi operasional kita banyak disupport oleh usaha yang kita bangun,”ucap Gaw.

Membangun unit bisnis merupakan cara Gaw untuk mengurangi ketergantungan kepada para donatur. “Jangan sampe ada bencana, mau berangkat ga ada duitnya. Kita ada duitnya, sana berangkat lewat unit usaha ini,” imbuhnya.

Khusus untuk unit usaha traveling, namanya trip to care. “Jadi jalan-jalan sambil berbagi. Tempat yang kita
tentukan, jadi bisa wisata juga berbagi,” ucapnya.

Dikatakan pria berbadan subur ini, selama satu tahun terakhir, donatur tetap semakin banyak. “Donatur tetap alhamdulilah 1 tahun terakhir ini mulai banyak,” imbuhnya.

Selama 4 tahun membangun Sekolah Relawan banyak tantangan dan hambatan yang dialaminya. “Tantangan
harus semakin profesional, tanggungjawab, transparansi. Program yang kita jalankan harus konsisten dan
berkesinambungan. Jangan keluarkan program kemudian baru 2-3 sudah berhenti. Konsistensi itu bukan hanya di
program tapi juga konsep melayani ga boleh berubah. Jadi sistem harus sama, ketulusannya sama. Sehingga jangan dipegang orang lain, kok penerima manfaat rasa kok ini beda ya,” kata Gaw yang juga tenaga pengajar di salah satu SMK di Bogor, Jawa Barat.

“Kerja iklas itu bukan berarti gratis. Ini juga tantangan untuk menjelaskan kepada publik. Misalnya orang donasi Rp 1 juta, saya mau 100 persen diberikan kepada penerima manfaat. Saya cuma bilang kalau begitu silakan sampaikan sendiri ke sana. Artinya gini supaya bisa bantuan itu sampai ke tempatnya, kan ada uang operasionalnya, ada ongkos. Apa relawan harus jalan kaki ke sana. Mereka ga perlu makan apa. Dan ini masih banyak publik/masyarakat yang belum paham,” lanjut Gaw.

Sementara hambatan yang dialami adalah membangun kepercayaan orang. “Orang mau bergabung karena harus melihat dulu. Dan itu ga sebentar bangun kepercayaan. Membutuhkan waktu untuk mendapatkan kepercayaan. Kalau orang ga percaya, tapi kita harus percaya dengan apa yang kita lakukan. Dan ini saya tularkan kepada teman-teman.

Hingga kini ada lebih dari 800 orang relawan yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia. “Kalau yang day to day, ada 20 orang di sini (kantor Sekolah Relawan, red). Mereka bekerja secara profesional, mereka kita bayar. Uang dari mana ya? Ya dari unit bisnis tadi,” terangnya. (1009)