Bagi masyarakat Indonesia di tanah air rasanya sulit dipercaya jika seorang pelajar yang masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA), dapat menempuh bangku kuliah di waktu yang bersamaan. Namun fenomena ini adalah hal yang lazim terjadi dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat sejak beberapa tahun silam. Melalui Program Dual Enrollment, seorang siswa tidak hanya mendapatkan pendidikan di SMA, tetapi juga memperoleh College Credit atau Satuan Kredit Semester (SKS) dengan berkuliah di Perguruan Tinggi setempat. Ini berarti saat siswa tersebut lulus SMA, ia juga telah menyelesaikan kuliah D1 atau D3, tergantung dari seberapa banyak SKS yang dikumpulkan. Dengan kata lain, saat lulus SMA nanti siswa yang mengikuti program ini akan mendapatkan gelar diploma.

Tentu saja tidak semua siswa dapat mengikuti program Dual Enrollment (DE) ini. Setiap siswa yang ingin mendapatkannya, harus memenuhi persyaratan khusus yang ditentukan oleh perguruan tinggi setempat di negara bagian tempat mereka tinggal. Persyaratan utama yang berlaku adalah paling tidak harus menjadi siswa SMA kelas 10. Selain itu juga, siswa harus memiliki Grade Point Average (GPA) atau juga lazim disebut Indeks Prestasi Akademik (IPK) minimal 3.5, serta ia harus lulus tes kesiapan akademik kuliah melalui tes SAT (Scholastic Assessment Test) dengan score tertentu. Di beberapa negara bagian di AS, program DE memiliki tambahan persyaratan lainnya, seperti surat rekomendasi dari guru pembimbing di SMA, tes kesiapan moril siswa, persetujuan dari orang tua, dan lainnya.

Singkat cerita, Program Dual Enrollment merupakan kesempatan emas yang hanya didapatkan oleh siswa-siswa teladan yang berhasil lolos tes. Reporter Kabarinews, Luluk Friedland, berhasil mewawancarai beberapa pelajar diaspora Indonesia di Amerika Serikat yang berhasil masuk dalam program bergengsi tersebut. Mari ikuti kisah mereka selama mengikuti program DE serta manfaat yang mereka dapatkan selama ini.

 

Lulus Lebih Cepat = Hemat Umur

Alyssa Ardhya (15) adalah seorang pelajar kelas 10 di Satellite High School, yang juga seorang mahasiswa di Eastern Florida State College. Ia berharap saat lulus SMA nanti, ia hanya perlu mengambil tambahan 2 tahun kuliah untuk mendapatkan gelar Bachelor Degree (Sarjana S1). “Pada dasarnya saya menghemat 2 tahun pendidikan kuliah dari normal 4 tahun kuliah S1. Ini juga artinya saya bisa lulus S1 lebih cepat dari yang seharusnya”, ujar Alyssa yang memulai menjadi mahasiswa saat berumur 14 tahun.

Lain cerita dengan Yuida Nuasnigi (20) yang saat ini menjadi mahasiswa S1 di University of Colorado Denver.  Ia mengikuti program Dual Enrollment saat masih bersekolah kelas 11 di SMA. Menurutnya, program DE ini benar-benar bermanfaat dari sisi menghemat waktu dan umur. “Pada dasarnya begitu saya lulus SMA, saya loncat dua tingkat di bangku kuliah S1 karena saya sudah punya SKS dari program DE. Jadi saya dapat lulus lebih cepat. Ini berarti saya menghemat umur juga”, cerita mahasiswi Public Health Major & Chemistry Minor yang akan lulus S1 tahun depan dua tahun lebih cepat dari teman-teman sebayanya. Sungguh membanggakan.

Irit Biaya Pendidikan Kuliah

Manfaat program Dual Enrollment tidak hanya dari sisi penghematan waktu, tetapi juga dari sisi biaya pendidikan. Menurut data yang disampaikan oleh Departemen Pendidikan di Brevard County Florida, melalui program DE, siswa menghemat biaya pendidikan kuliah hingga 5,7 juta Dollar AS atau setara dengan Rp 74 juta.

Meski kebijakan tiap negara bagian di AS berbeda-beda, namun umumnya para siswa yang mengikuti program Dual Enrollment mendapatkan kemudahan dari sisi  biaya. Bahkan banyak di antaranya yang tidak dipungut biaya sama sekali selama mengikuti kuliah. Hal ini disampaikan oleh Al Tomasati (16), seorang pelajar junior di SMA High School in the Community New Haven yang juga mahasiswa di Yale University. “Pertama kali saya ikut program DE saat di kelas 11, saya tidak pernah dipungut biaya apapun. Pihak universitas juga memberikan kemudahan akses buku-buku kuliah yang harganya cukup mahal”, ujar siswa brilian ini yang juga mendapatkan penghargaan khusus di program Summer Camp di kampus bergengsi tersebut.

Amara Siegel (18) menyampaikan hal senada dengan pengalamannya saat mengikuti program DE selama SMA. “Program Dual Enrollment ini dapat dikatakan sebagai program beasiswa dari State dan Perguruan Tinggi. Karena selama waktu tersebut semua biaya pendidikan gratis dibiayai oleh program tersebut, termasuk tuition fee dan biaya buku-buku kuliah. Jadi saya sudah mengirit biaya kuliah yang cukup banyak”, perjelas Amara yang saat ini telah lulus SMA dan meneruskan kuliah S1 di Valencia College, Florida.

Lebih matang dibanding teman-teman sebayanya

Mengecap bangku kuliah saat bersekolah di SMA juga memberikan dampak positif secara psikologis bagi pelakunya. Para pelajar diaspora Indonesia ini terlihat begitu matang dibanding teman-teman sebayanya. “Setelah mengikuti program DE, putri saya terlihat lebih dewasa dan lebih matang cara berpikirnya dibanding teman-teman seusianya. Ini dikarenakan ia berada di lingkungan yang memang menuntutnya lebih dewasa,” ujar Rosidah Siegel-Harris, ibunda dari Amara Siegel.

Manfaat serupa juga dirasakan oleh Rina Tomasati (ibunda dari Al) dan  Aida Gambrell (ibunda dari Yuida). Rina menyampaikan bahwa dengan Program DE ini putranya mendapat gambaran seperti apa dunia perkuliahan nanti. “Dengan mengenalkan dunia perkuliahan sejak dini melalui program ini, Al lebih siap saat nanti memasuki dunia kuliah S1 nanti. Semakin hari saya lihat ia menjadi lebih pede,” perjelas ibunda Al ini. Sementara Aida menambahkan kelebihan yang terlihat jelas dari Yuida adalah ia terlihat lebih advance dan mature saat menghadapi dunia kuliah. “Karena anak dikenalkan dini dengan dunia kuliah, ia akan lebih matang menghadapi tantangan-tantangan yang ada selama kuliah S1nya,” kata Aida.

Suka Duka Selama SMA Sambil Kuliah

Bersekolah di SMA sambil berkuliah di Perguruan Tinggi tentu saja bukan tanpa hambatan ataupun tantangan. Para pelajar-pelajar cemerlang ini menghadapi tantangan tersendiri, seperti pembagian waktu belajar dan mengerjakan tugas SMA serta tugas kuliah.

Alyssa bersekolah di SMA dari hari Senin hingga Jumat, selama lima hari tersebut ia juga pergi ke tempat kuliahnya di Eastern State Florida College (EFSC). “Hari Senin sampai Kamis pagi saya harus ada di EFSC untuk kuliah, siangnya saya ke SMA untuk kelas lainnya. Awal mulai kuliah dan SMA terasa berat juga, karena banyak tugas dari kelas SMA dan kuliah. Tapi lama-lama ya terbiasa juga. It’s all about time management,” tutur gadis muda yang juga magang sebagai Social Media Manager di salah satu perusahaan lokal di Florida.

Lain halnya dengan Al yang berkuliah di Yale University usai pulang sekolah SMA. “Tantangannya ya harus pandai membagi waktu. Karena jadwal kuliah saya hanya 1 kali selama seminggu, jadi saya perlu mengatur waktu saya lainnya. Untuk tugas kuliah biasanya saya kerjakan weekend, sementara hari lainnya saya mengerjakan tugas-tugas dari SMA,” tukas Al yang juga aktif mengajar les privat ke teman-temannya dan bekerja sebagai interpreter di salah satu museum lokal di Connecticut.

Cerita Lucu Selama Jadi Mahasiswa Termuda

Di akhir dari bincang-bincang dengan KabariNews, Amara berbagi cerita mengenai pengalaman uniknya selama SMA sambil kuliah. “Saya pernah duduk bersebelahan dengan mahasiswa berumur 40 tahun. Bagi saya ini terasa aneh karena saya terbiasa bersekolah dengan teman-teman SMA yang masih remaja. Namun pengalaman ini menjadi berharga bagi saya, karena saya jadi menghargai bahwa belajar itu tidak dibatasi oleh umur. Inilah indahnya dunia kuliah,” kata Amara yang juga aktif mempromosikan budaya Indonesia di Florida melalui tarian tradisional Indonesia.

Sementara Alyssa memiliki cerita lucu selama menjadi mahasiswa termuda di kelas kuliahnya. “Di salah satu kelas kuliah Psikologi, ada bahasan yang agak adult subject. Tiba-tiba Profesor dan teman-teman kuliah saya melihat ke saya, dan bilang kalau harus hati-hati bahasnya karena ada anak yang masih di bawah umur di kelas ini,” ujar gadis belia ini sambil tertawa malu-malu.

Berbagai manfaat dari program Dual Enrollment ini terasa begitu berharga bagi siswa ataupun keluarga. Mulai dari sisi materi, waktu, serta kematangan psikologis dan lainnya. Semoga program sejenis ini dapat diterapkan di Indonesia oleh pemerintah kita. Suatu saat nanti.