KabariNews – Putri, demikian teman-temannya di panti asuhan menyapa perempuan istimewa ini. Orang tuanya tak tahu anak yang mereka tinggalkan di rumah sakit karena cacat itu, tumbuh jadi manusia berakhlak mulia. Dalam ketiadaan tangan, ia merawat 25 anak yang memiliki kebutuhan khusus pula.

Hati yang pemaaf dan penuh cinta kasih adalah karunia Tuhan kepada hamba-Nya. Salah satu yang beruntung itu adalah gadis asal Kadirojo, Kalasan, Sleman, Yogyakarta bernama lengkap Putri Herlina (25). Sepanjang usianya, tak sekalipun ia berjumpa atau tahu orang tua kandungnya. Ia tidak marah, apa lagi dendam kepada orang tuanya, karena ia sadar, dari merekalah makanya ia terlahir ke dunia ini. Bahkan ia kerap mendoakan dan memaafkan mereka. Sementara pengganti kasih sayang orang tua didapatnya dari para pengasuh dan pengurus di Yayasan Sayap Ibu. Sebagai bakti dan terima kasihnya, ia ganti mengabdikan diri di sana, membantu merawat dan mengasuh anak-anak telantar dan cacat.

Kaki Menjadi Tangan

Melihat fisik Putri, orang pasti sulit membayangkan bagaimana ia bisa berkegiatan lumrahnya sesama yang bertubuh normal. Kedua tangannya tiada, tapi ia bisa bekerja di panti sebagai penerima tamu, mengetik, menulis, dan menelepon. Bahkan di seling kesehariannya, ia merawat anak-anak panti, memasak, dan mencuci. Di tangan sebelah kiri, dari bahunya, ada lengan kecil sepanjang 20  cm dengan tiga jari tidak sempurna. Itulah yang digunakannya untuk menelepon.

Tugas tangan yang melakukan sebagian besar pekerjaan itu diambil alih oleh kaki. Ia mandiri dan berusaha mengerjakan apa saja sendiri. Jadi, kaki ‘menjadi’ tangan baginya. Sungguh betapa sulitnya, tatkala harus menggoreng dengan kaki. Tapi dicobanya terus hingga akhirnya bisa. Namun, yang tetap sulit baginya, adalah membuat sambel ulek. Untuk itu masih ada solusi, yaitu memproses rempah-rempah memakai blender.

Yang menarik dari Putri adalah karakternya, periang dan optimis. Ia selalu menerima keadaan tanpa rasa sesal sedikit pun. Bahkan ia terpanggil untuk berbagi pengalaman hidup dan memberi pencerahan lewat jejaring sosial media. Ia juga menulis kisah hidup dan pengalaman kesehariannya, semula menulis di diary, tapi kemudian di laptop, hadiah dari seorang dermawan di Yogyakarta.

Iba Terhadap Ana-Anak Cacad


Putri dan anak-anak di yayasan itu seolah tak terpisahkan. Mereka tumbuh kembang di sana, dalam kekompakan dan suasana kekeluargaan. Melihat anak-anak yang lemah dan tak berdaya itu, Putri merasa iba. Uniknya, ia justru merasa keadaan anak-anak itu lebih memprihatinkan, padahal ia sendiri tak punya tangan. Itulah Putri. Dan pantang baginya menangis di depan anak-anak itu. Ia tak mau, mereka jadi ciut hatinya. Sebaliknya, ia ingin mereka optimis, tegar dan mandiri meski kondisinya sulit. Barulah ketika sendiri, dalam beribadah dan berdoa, ia tumpahkan tangis keprihatinan  akan nasib anak-anak itu, dan memohon didoakan. Mereka cacat, tapi memiliki jiwa sosial dan sayang kepada orang lain sangat tinggi.

Di yayasan, ada 25 anak penderita cacat ganda yang memprihatinkan. Tanpa disadari, mereka jualah yang membuat batin dan jiwa Putri kuat. Ia tuntas menumpahkan energi dan perhatiannya dengan merawat mereka, persis seperti menyayangi adik-adiknya sendiri. Semua mendapatkan kasih sayang yang sama darinya. Entah anak itu tak bisa berjalan, atau tak bisa melihat dengan sempurna, atau tak punya tangan seperti dirinya. Ada juga anak-anak yang mengalami lumpuh otak.

Senang Seperti Apa Adanya

Seiring dengan majunya ilmu kedokteran, beberapa kali Putri ditawari tangan palsu oleh donatur di dalam dan luar negeri. Sempat ia mencobanya, tetapi justru ativitasnya malah terganggu. Tidak leluasa bergerak. Karena itu, tangan palsu ityu pun ditanggalkannya. Ia lebih senang kembali seperti apa adanya, yaitu tanpa lengan. Kelak bila ada pria yang tertarik padanya, ia tak mau mematut diri dengan lengan palsu. Ia ingin diterima sebagai yang ada pada keaslian dirinya.
Keberadaan Putri dengan Yayasan Sayap Ibu di Yogyakarta sangat erat. Di sanalah ia beroleh kasih sayang seorang ibu dari Sri Susiani Sunaryo (50). Sejak masih bayi merah, ia berada di yayasan yang didirikan pada 1955  di Jakarta oleh Soelastri, istri Bung Tomo, pahlawan nasional.
Yayasan  ini menjadi saluran kepedulian terhadap nasib bayi yang terlantar pada masa itu. Diikhtiarkannya, bagaimana yayasan ini dapat menaungi para bayi dan anak di situ dan melindungi mereka dari mara bahaya. Persis seperti perjalanan hidup Putri. Setelah kini mampu menyumbangkan tenaga dan kasih sayang, ia pun gantian menebarkan empati dan kepedulian yang sama kepada adik-adik bayi yang ada di sana.

Empati Dari Semua

Putri tidak sendiri di dunia ini. Masih banyak anak-anak dan remaja yang seperti dia. Namun yang membedakan adalah bagaimana membinanya agar keterbatasan fisik itu tidak menjadi hambatan untuk mandiri. Melihat apa yang terjadi pada Putri, pembelajaran bagi orang tua, bahwa di tangan orang tualah pembinaan itu bisa dilakukan pertama kali. Memang tidak mudah. Peran orang tua saja tidak akan cukup, karena anak akan membutuhkan bimbingan dari para guru dan pembina yang memiliki empati dan kasih sayang yang tulus.

Putri beruntung, ia mendapat kasih sayang di Yayasan Sayap Ibu dari Sri Susiani. Kehangatan yang didapatnya di sana, menjadi sempurna karena ia juga dilatih dan dididik untuk menggali potensi diri dan juga dapat mandiri. Mulai dari kecakapan menolong diri sehari-hari, hingga menggali bakat dan menajamkan keterampilan kerja seperti mengetik.

Seperti Putri, ia diberdayakan dan dibina menjadi sukses dan mandiri. Dalam melatihnya tentu mesti dengan kuat hati. Dari belajar berjalan saja, ia pasti jatuh bangun, karena ia tak bisa berpegangan. Harus dicarikan solusinya. Kemudian saat memasuki usia sekolah, juga sebaiknya dimasukkan ke sekolah umum. Tujuannya, agar anak punya rasa perraya diri dan bergaul dengan teman sebaya yang normal.

Intinya, untuk mendidik dan membesarkan anak-anak seperti Putri dibutuhkan perhatian dan kesungguhan yang terus menerus dan tulus. Empati dari berbagai pihak, dari orang tua, guru, teman dan lingkungan sangat dibutuhkan. Dengan begitu, anak akan tetap dengan keceriaan dan tergali potensi dirinya sehingga bisa terjun ke masyarakat. Melihat Putri, kita seakan melihat asa, harapan, bahwa apa pun bisa dilakukan untuk menolong anak-anak dengan keterbatasan.(1003)