Kasus Gayus memang fenomenal. Meski nilai yang diperkarakan
tidak sedahsyat kasus Century, namun tak pelak kasus ini membuka tabir
betapa makelar kasus memang benar-benar hantu yang nyata dan
bergentayangan di lingkungan lembaga peradilan, lembaga penegak hukum
dan lembaga pemerintahan negeri ini.

Apapun motif Susno saat bernyanyi di depan anggota Komisi III DPR, langkah Susno
dinilai sebagai peniup peluit peperangan terhadap makelar kasus.
Pasalnya, sejak Susno membeberkan semuanya, mulai terkuaklah rangkaian
kejahatan struktural yang kerap dilakukan oleh aparat negara.

Seperti efek domino, kasus Gayus merembet dan menarik banyak aparat
negara. Mulai dari pejabat pajak, jaksa, hakim, polisi sampai
pengacara. Bahkan jika kasus ini nanti tuntas, tak tertutup kemungkinan
akan merembet ke konsultan pajak dan para direksi 149 perusahaan wajib
pajak yang menjadi klien Gayus.

Karena kasus ini cukup banyak melibatkan banyak nama, Kabari mencoba
mengurainya menjadi dua bagian. Yakni kasus penggelapan pajak Rp 28
miliar dan kasus persidangan Gayus.

Kasus Penggelapan Pajak

Kasus ini bermuara kepada kepemilikan dana tak jelas sebesar Rp 28
miliar di rekening Gayus. Seperti telah disebutkan, pada masa
Kabareskrim Susno Duadji, rekening itu telah di blokir. Namun setelah
Susno dicopot dari jabatanya, rekening ini mendadak dibuka oleh Brigjen
Polisi Edmon Ilyas, pejabat Polri.

Dalam kasus ini Polisi menetapkan delapan tersangka. Mereka adalah
Gayus Tambunan, sebagai aktor utama. Lalu, Haposan Hutagalung, dia
adalah pengacara Gayus. Haposan dianggap sebagai sutradara rekayasa yang
menghubungkan Gayus dengan para penyidik.

Lalu Andi Kosasih, pengusaha asal Batam yang awalnya mengakui uang
Gayus sebagai miliknya. Berkat pengakuan palsunya ini, Gayus melenggang
dan divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Belakangan Andi
mengakui pada penyidik bahwa dia diberi uang Rp 1,95 miliar agar
merekayasa pengakuan.

Lalu, ada dua penyidik polisi yakni Kompol Mohammad Arafat Nanie dan AKP Sri Sumartini. Keduanya beberapa kali bertemu
Haposan dan Gayus di hotel Kartika Chandra dan hotel Sultan. Keduanya
merekayasa bukti dan mengatur alur agar berkas Gayus “tipis” pasal.

Arafat mendapat imbalan motor Harley Davidson, sebuah rumah dan mobil
special utility vehicle (SUV) merek Toyota
Fortuner. Sedangkan AKP Sumartini, hanya
kecipratan uang Rp 100 juta dan sudah dipakai untuk pergi umroh pula.

Kemudian Syahril Djohan, mantan intel dan diplomat kawakan itu
terjerat berkat nyanyian Susno Duadji. Penyidik menyeret Syahril menjadi
tersangka karena ada bukti print out call data record dari
ponsel antara dirinya dengan Haposan.

Sementara dua lain, relatif kecil keterlibatannya, yakni Lambertus P
Ama dan Alif Kuncoro. Lambertus adalah kolega Haposan. Sedangkan Alif
hanyalah tukang antar Harley Davidson untuk Kompol Mohammad Arafat.

Sedangkan saat ini sejumlah perwira polisi juga telah ditetapkan
sebagai terperiksa Divisi Propam Polri. Mereka adalah Brigadir Jenderal
Raja Erizman, Brigadir Jenderal Edmon Ilyas, Komisaris Besar Pambudi
Pamungkas, Komisaris Besar Eko Budi Sampurno, dan Ajun Komisaris Besar
Mardiyani. Semua perwira yang terperiksa tersebut telah dicopot dari
jabatannya masing-masing. Polri juga telah mengindikasikan ada seorang
jenderal yang akan menjadi tersangka baru kasus ini.

Di lingkungan birokrasi polisi telah menetapkan Maruli Manurung,
atasan Gayus di Ditjen Pajak sebagai tersangka karena dianggap menjadi
bagian dari mafia pajak dalam kelompok Gayus Cs. Di pihak lain,
Kementerian Keuangan juga telah merombak total direktorat tempat Gayus
bekerja. Orang-orang yang diduga terlibat dikenakan sejumlah sanksi
mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi berat berupa pemecatan.

Kasus Persidangan Gayus

Sementara para pelaku yang diduga terlibat dalam kasus persidangan
Gayus, Kejaksaan Agung dan Komisi Yudisial juga telah memberikan sanksi
kepada para jaksa dan hakim yang menggelar sidang Gayus.

Seperti di ketahui pada awal Maret 2010, Gayus sempat disidang atas
kepemilikan dana tak wajar itu di Pengadilan Negeri Tangerang. Tim
jaksa dari Kejaksaan Agung diduga melakukan permainan, menyusul
rendahnya tuntutan terhadap Gayus yang hanya dituntut 1 tahun penjara
dengan masa percobaan 1 tahun.

Keputusan Hakim di PN Tangerang bahkan mengganjar Gayus dengan vonis
lebih rendah yakni 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun.
Padahal Gayus terkait dengan kasus besar yakni makelar kasus pajak Rp 28
miliar di Mabes Polri yang disinyalir oleh Susno Duadji.

Dalam persidangan terakhir pada 12 Maret 2010, bahkan Gayus akhirnya
divonis bebas, karena hakim menilai jaksa penuntut umum (JPU) tidak dapat membuktikan dakwaan-dakwaan mulai
dari pasal penggelapan pajak hingga pencucian uang yang diduga dilakukan
Gayus.

Sebetulnya, kasus persidangan yang diduga cuma ‘akal-akalan’ ini
berlangsung lancar. Gayus bebas dan pergi ke Singapura. Namun begitu
Susno Duadji bernyanyi, sidang ini mulai dikorek kembali. Susno juga
menyebut kalau jaksa peneliti kasus Gayus mendapat aliran dana Rp 9
miliar dari Gayus.

Hasilnya dua belas jaksa diperiksa oleh Kejaksaan Agung dan telah
dijatuhi sanksi karena dianggap lalai dalam menangani kasus Gayus
Tambunan. Tiga di antaranya dijatuhi sanksi berat. Sementara lainnya
terkena sanksi ringan sampai dengan sedang.

Ke 12 jaksa yang menangani kasus Gayus Tambunan adalah Jaksa Agung
Muda Pidana Umum (Jampidum) Kamal Sofyan, mantan Direktur Penuntutan
pada Jampidum Pohan Lashpy, Wakil Kepala Kejati Banten Nofarida, Asisten
Pidana Umum Kejati Banten A Dita Prawitaningsih, mantan Kepala
Kejaksaan Negeri Tangerang Suyono, Kepala seksi Pidana Umum Kejari
Tangerang M Irfan Jaya Azis, Jaksa Penuntut Umum dari Tangerang Nazran
Aziz, jaksa peneliti berkas perkara Gayus Fadil Regan, Eka Kurnia
Sukmasari, serta Ika Syafitri Salim.

Sementara Kejaksaan Agung juga telah mencopot jaksa Cyrus Sinaga
dari jabatannya sebagai Assisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan
Tinggi Jawa Tengah dan jaksa Poltak Manulang sebagai Direktur Pra
Penuntutan. Kedua jaksa tersebut terbukti tidak cermat dalam melakukan
tugas dalam menangani Gayus Tambunan.

Sejauh ini keduanya masih terus diperiksa, jika ada unsur pidana maka
keduanya akan dilimpahkan ke ranah hukum. Para hakim yang menangani
siding Gayus pun tak ketinggalan menjadi sorotan. Komisi Yudisial
telah memeriksa tiga hakim di lingkungan Pengadilan Negeri Tangerang.
Ketua Pengadilan Negeri Tangerang sekaligus ketua majelis hakim kasus
Gayus Tambunan, Muktadi Asnun, mengakui menerima uang Rp 50 juta dari
tersangka markus pajak Gayus Tambunan. “Asnun bilang, kata Gayus itu
untuk sangu (bekal) Umroh,” kata Koordinator Bidang Pengawasan
Kehormatan Hakim Komisi Yudisial, Zainal Arifin, di Jakarta Sabtu
(17/4/2010).

Muktadi Asnun sendiri telah dicopot dari jabatannya dan digantikan
oleh wakilnya. Sementara dua terperiksa lain yakni Haran Tarigan dan
Bambang Widiyatmoko tidak terbukti menerima dana dari Gayus. Keduanya
tidak dikenakan sanksi.(yayat)

Untuk share artikel ini
klik www.KabariNews.com/?34846


Untuk

melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik
disini

Klik

disini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri
nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :