Sebentar lagi bulan Ramadhan yang bagi umat Muslim adalah bulan penuh rahmat, akan tiba. Umat Muslim di seluruh dunia bersiap menyambut kedatangan bulan suci ini. Tak terkecuali di
Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia.
Selain aneka persiapan, di Indonesia ada satu hal yang menarik setiap menyambut bulan Ramadhan. Yakni adanya perbedaaan penentuan awal puasa dan 1 Syawal (Lebaran). Di Indonesia bukan suatu hal yang baru bila melihat sebagian orang sudah mulai puasa, sebagian lagi belum. Atau sebagian sudah merayakan lebaran, sebagian lagi belum.
Hal ini terjadi lantaran ada perbedaaan pendapat di kalangan ulama Indonesia dalam cara menentukan awal bulan Qomariah (sistem penanggalan bulan).
Namun sebelum jauh, mari kita simak istilah-istilah berikut untuk memudahkan pemahaman
HILAL
Hilal adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami pendekatan/ijtimak. Bulan awal ini (berbentuk bulan sabit tipis) akan tampak di ufuk barat (maghrib) saat matahari terbenam. Dalam Islam, munculnya hilal berarti bulan baru telah muncul. Sederhananya, dimulailah tanggal baru awal bulan, yakni tanggal 1.
HISAB
Secara harafiah bermakna ‘perhitungan’. Di dunia Islam istilah ‘hisab’ sering digunakan sebagai metode perhitungan untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Jadi kemunculan bulan dihitung secara matematis astronomis.
RUKYAT
Bisa dibilang rukyat adalah kebalikan dari hisab. Yakni melakukan pengamatan langsung terbitnya hilal. Berbeda dengan hisab yang biasanya lebih mengedepankan perhitungan matematis astronomi, rukyat lebih mengedepankan penglihatan langsung. Tak jarang pula, pemegang metode hisab atau rukyat sama-sama melakukan proses keduanya. Menghitung (hisab) lalu melihat (rukyat) atau melihat (rukyat) kemudian menghitung (hisab).
NU dan Muhammadiyah
Dalam hal penentuan awal bulan Ramadhan, kerap kali terjadi perbedaan di antara dua ormas Islam Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
NU lebih condong menggunakan metode rukyat, sementara Muhammadiyah hisab. Dalam situs resmi NU dipaparkan rukyatul hilal adalah sistem penentuan awal bulan dengan cara melaksanakan pengamatan/observasi hilal di lapangan secara langsung, baik dengan mata telanjang maupun dengan alat, pada tanggal 29 malam 30 dari bulan yang sedang berjalan
Perbedaaan antara metode rukyat yang dianut NU dan hisab yang dianut Muhamadiyah sebetulnya tak perlu dibesar-besarkan. Karena pada dasarnya ilmu astronomi terutama dalam penentuan awal bulan dalam Islam, bisa diperbincangkan dengan masing-masing pendapat.
Sebenarnya , kedua pihak telah lama duduk bersama-sama dengan pemerintah dan bermacam ormas Islam lain untuk membahas persoalan ini. NU kemudian menggunakan metode hisab untuk mendukung rukyat dengan mengadopsi kriteria hisab imkanur ru’yat (kemungkinan rukyat) guna menolak kesaksian rukyat yang terlalu rendah yang kemungkinan tidak menemukan hilal. Sementara Muhammadiyah telah mengkaji proses hisab melalui pendekatan rukyat.
Keduanya juga telah bersepakat memprioritaskan kriteria imkanur ru’yat kontemporer agar sebagai acuan penentuan hilal yang sesuai dengan praktik rukyat di lapangan dan dan tepat sasaran sesuai dengan data hisab.
Akhirnya didapatlah titik temu. Ahli rukyat dari NU telah melakukan rukyatnya dengan dipandu oleh data-data hisab dari Muhammadiyah. Sedangkan ahli hisab Muhammadiyah melakukan hisab dengan tidak melupakan pengalaman rukyat yang memberi batas kriteria imkanur ru’yat oleh NU.
CARA PENENTUAN AWAL BULAN KALENDER HIJRIYAH
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Wujudul Hilal (juga disebut ijtimak qoblal qurub) adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan prinsip: jika pada setelah terjadi ijtimak (konjungsi), Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude)
Bulan saat Matahari terbenam.
Imkanur Rukyat MABIMS adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah. (yayat)
Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?35283
melihat artikel Khusus
lainnya, Klik
di sini
Klik di sini
untuk Forum
Tanya
Jawab
Mohon beri nilai dan komentar
di bawah
artikel ini
______________________________________________________
Supported
by :