Perdebatan tentang kasus Bank Century (BC) terus mengalir seperti bola panas. Hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang diterima DPR menyebutkan ada ‘masalah’ dalam proses bailout BC. DPR pun resmi menggunakan Hak Angket untuk mengungkap skandal yang menyedot dana Rp 6,7 triliun tersebut.

Ada empat poin penting yang menyelimuti kisruh BC. Pertama, jumlah
dana yang dikucurkan relatif besar. Kedua, melibatkan dua orang penting
negeri ini yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Wakil
Presiden Boediono (kala itu Gubernur Bank Indonesia). Dimaksud terlibat
adalah keduanya secara institusional merupakan pejabat sah dan resmi
yang bertanggung jawab penuh soal bailout. Ketiga, kengototan
pemerintah menyelamatkan BC. Terakhir, ada dugaan aliran dana ini
nyangkut ke partai politik dan sejumlah pejabat.

Lalu bagaimana sebetulnya ‘alur cerita‘ peristiwa ini? Kejanggalan
apa saja yang membuat skandal BC yang kabarnya bisa menjadi entry point
untuk meng- impeachment Presiden SBY?

Berikut ringkasannya :

Bank hasil merger dari Bank CIC
Internasional, Bank Danpac, dan Bank Pikko ini, dinyatakan gagal pada
November 2008. Dengan alasan menghindari dampak sistemik perbankan.
Pemerintah memutuskan menyelamatkan (Bailout) BC. Sebelumnya pihak

BC mengajukan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
kepada Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 1 triliun. BI mengabulkannya
dengan mengucurkan dana Rp 689 miliar pada 14 November 2008. Padahal
saat itu menurut BPK, posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal BC minus 3,53 persen. Sementara syarat memperoleh FPJP, CAR harus positif sebagaimana peraturan BI.

BI menyatakan data CAR yang diambil sebagai dasar kebijakan adalah laporan CAR
bulan September yang saat itu plus positif 2,35 persen. Kenapa tidak
mengambil data terbaru, yakni 31 Oktober? BI mengatakan pihak BC belum
menyelesaikan laporan keuangannya. Ini juga yang kemudian banyak
diperdebatkan.

BPK menduga BI sengaja mengubah persyaratan CAR agar BC dapat kucuran FPJP. Menurut peraturan semula, Bank harus memiliki rasio kecukupan modal minimum 8 persen untuk dapat mengajukan FPJP.
Syarat 8 persen diubah pada 14 November 2008 menjadi rasio kecukupan
modal positif tepat ketika dana Rp 689 miliar itu dikucurkan.

Meski telah dikucuri Rp 689 miliar, kondisi BC tak kunjung membaik,
malah tarikan deposan semakin banyak dan membuat Bank tersebut rush.
Akhirnya karena kondisi BC tak lagi bisa ditolong dengan FPJP,
maka pada Kamis, 20 November 2008, rapat Dewan Gubernur BI menetapkan
Bank Century sebagai “Bank Gagal” dan mengusulkan statusnya “Berdampak
Sistemik” yang kemudian disetujui oleh Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KKSK) yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Rapat tanggal 20 November itu sepakat menyelamatkan BC daripada
menutupnya. Perhitungannya, jika menutup BC maka biaya yang dibutuhkan
mencapai Rp 6,5 triliun. Sementara jika di-bailout cuma butuh duit Rp
632 miliar. Dipercaya suntikan dana dari LPS itu akan menaikkan CAR BC.

Sayangaya data CAR yang dipakai untuk penyelamatan BI lagi-lagi data CAR BC tanggal 31 Oktober 2009, sebagaimana yang terjadi pada pengucuran dana FPJP.

Senin, 24 November 2008, LPS mulai mengucurkan dana dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada BC. Alih-alih hanya ingin mengucurkan Rp 632 miliar, CAR
BC malah tak kunjung membaik, malah BC dapat kucuran dana yang
jumlahnya mencapai Rp 2,7 triliun hanya dalam tempo 6 hari (24
November-1 Desember 2008). Itulah pengucuran Tahap I.

Meski begitu, dana penyelamatan BC yang mendadak bengkak (dari semula Rp 632 miliar) itu ternyata belum juga mampu mendongkrak CAR
BC ke level 8 persen. Sebab, pada tanggal 9 – 30 Desember 2008, BC
kembali mendapat kucuran Rp 2,2 triliun! Sehingga hanya dalam tempo 39
hari (21 November-30 Desember 2008), bank ini sudah menelan dana Rp 4,9
triliun.

Belum berhenti sampai disitu, pada periode Februari sampai Juli 2009,
BC masih mendapat kurucan dana sebanyak Rp 1,78 triliun. Total
keseluruhan menjadi Rp 6,7 triliun. 

Dua Fase Pengucuran Dana

Namun sejatinya pengucuran dana ke Bank Century ini dibagi menjadi dua
fase. Kucuran dana pada fase sebelum diputuskan sebagai bank gagal (Rp
689 miliar) lewat skema FPJP
dan fase pengcucuran dana setelah diputuskan sebagai bank gagal (Rp 6,7
triliun). Hutang BC kepada pada fase pertama memang sudah dibayar pada
Februari 2009. Tapi proses pengucuran pada masing-masing fase, sangat
janggal dan menurut BPK, ada unsur keteledoran BI.

Pada pengucuran FPJP
(fase pertama), BI baru menerima jaminan aset kredit dari BC
sebagaimana syarat agar memperoleh pinjaman, pada tanggal 17 November
2009 (tiga hari setelah pinjaman dikucurkan). Artinya BI telah ‘berani’
memberikan pinjaman sebelum BC melengkapi syarat jaminan.

Kesalahan kembali terulang pada pengucuran selanjutnya, di mana BI
sudah memberikan dana Rp 187,2 miliar pada 18 November 2008, namun
dokumen jaminannya baru diterima dua hari kemudian. Menurut BPK, dua kesalahan beruntun ini melanggar aturan yang dibuat Bank Indonesia sendiri.

Simpul Kasus Bank Century dan Kasus Polri vs Bibit Chandra

Tak kalah menarik selain poses pengucuran yang bertubi-tubi adalah di
saat bersamaan terjadi penarikan dana besar-besaran oleh para nasabah
kakap. Penarikan dana pada deposan kakap inilah yang kemudian diduga
menjadi simpul keterkaitan kasus Bank Century dengan kasus
Bibit-Chandra.

Begini ceritanya, tepat pada hari pertama kucuran FPJP
dimulai, pemilik Bank Century Robert Tantular, meminta anak buahnya
memindahkan deposito milik seorang nasabah sebesar 96 juta dolar dari
Kantor Cabang Kertajaya (Surabaya) ke Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan (Jakarta). Duit ini diduga duit milik pengusaha Boedi Sampoerna. Besoknya, di KPO
Senayan uang itu dicairkan sebanyak 18 juta dolar AS oleh Robert
Tantular dan saudarinya, Theresia Dewi Tantular yang kini jadi buronan
polisi.

Duit itu kabarnya untuk menutupi jaminan nasabah PT. Antaboga yang
ambruk, perusahaan investasi milik Robert Tantulaar yang lain. Robert
Tantular memang juga bermain ivestasi dengan mengumpulkan dana
nasabah. Sehingga ketika Antaboga ambruk dan BC kolaps, Robert
sementara menggunakan dana milik Budi Sampoerna sebesar 18 juta dollar
AS untuk menjaminkan nasabah Antaboga.

Sementara si pemilik duit, Boedi Sampoerna juga ingin menarik
dananya. Ketika itu manajemen BC sudah diambil alih oleh BI, sehingga
syarat penarikan dana juga diperketat.

Akhirnya Boedi Sampoerna meminta Lukas, pengacaranya untuk meminta
clearance dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal
Susno Duadji. “Surat keterangan” berupa keterangan bahwa duit yang
digondol keluarga Tantular itu adalah duit kliennya yang sah, dan bukan
duit hasil kejahatan. Ini adalah salah satu syarat dari manajemen baru
BC agar dana bisa ditarik.

Nah, ditengah proses pengurusan surat clearance itulah KPK
mencium bau tak sedap dan menyelidiki Susno dan menyadap teleponnya.
Dipercaya, dari sinilah “perang” antara Cicak melawan Buaya bermula.(yayat/berbagai sumber)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/34167

Untuk melihat Berita Indonesia / Khusus lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :