KabariNews –  Pemerintah mengeluarkan Paket kebijakan untuk mengatur pengembangan ekonomi secara global di Indonesia. Paket kebijakan pemerintah erat hubungannya dengan tingkat pelayanan dan perijinan di semua sektor yang ada dalam indikator pemerintah.

Menurut hasil survey dari Bank Dunia, Indonesia menduduki peringkat ke 109 dari 189 negara dalam pelayanan perijinan dan non perijinan kemudahan berusaha yang dilakukan oleh indikator-indikator yang ada dalam pemerintah. Berbagai terobosan perbaikan telah dilakukan melalui pengintrigasian percepatan perijinan dan non perijinan.

Seperti yang dilakukan, Asia Development Bank (ADB) untuk Indonesia, bekerjasama dengan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggelar Sosialisasi Perbaikan Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Buissines) di Indonesia, yang diselenggarakan di Hotel Bumi Surabaya, Jumat (08/04).

Sosialisasi dihadiri oleh, Senior Project Officer ADB, Deeny U.R. Simanjuntak, Staf Ahli Bidang Daya saing Nasional Kemenko Perekonomian, Bambang Adi Winarso Wina, Direktur Deregulasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot dan undangan dari indikator pemerintah, pengusaha serta masyarakat.

ADB mefasilitasi antar indikator-indikator pemerintah  dan Indikator dengan masyarakat. Indikator yang dimaksud dalam hal ini adalah instansi atau lembaga pemerintah yang melakukan kebijakan pelayanan publik, baik di tingkat pemerintah pusat, maupun pemerintah dearah.

Senior Project Officer ADB untuk Indonesia, Deeny U.R. Simanjuntak mengatakan, “Presiden Joko Widodo menargetkan memperbaiki peringkat dari 109 menjadi peringkat ke 40. Tahun 2016, World Bank akan melakukan survey dan hasil dapat diketahui pada tahun 2017”. Untuk itu, ADB mefasilitasi bagi indikator pemerintah untuk mensosialisasikan hasil perubahan yang dilakukan dan mendorong perkembangan perekonomian Indonesia.

Korelasi antara negara yang berada di peringkat atas dari hasil survey Bank Dunia, kemudahan dalam berusaha identik dengan kemampuan untuk meninkatkan pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang berada di posisi peringkat bawah.

Bisa diambil contoh negara Singapura, mampu menduduki peringkat atas dengan meningkatkan pendapatan per kapitanya sebesar US$ 5.800 per tahunnya, sementara Indonesia yang berada di posisi peringkat 109, hanya mampu meningkatkan pendapatan per kapitanya sebesar US$ 3.650 per tahun. Sehingga perlu sekali adanya perbaikan-perbaikan dalam kemudahan berusaha.

Sementara itu menurut Direktur Deregulasi BKPM, Yuliot mengatakan,”Terkait dengan perbaikan kemudahan, pemerintah telah menetapkan 22 rencana. Dari 22 rencana aksi, ada 40 peraturan yang harus dilakukan perbaikan. Dari rencana 40, yang telah dilakukan perbaikan sebanyak 29 peraturan yang diterbitkan yang sebagian besar merupakan indikator-indikator perbaikan berusaha di Indonesia”.

Semua itu bertujuan dalam rangka memperbaiki iklim usaha, terobosan sudah banyak yang dilakukan pemerintah, salah satunya ialah, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang mempunyai dua aspek yang dibenahi, pertama dari sisi tempat pelayanannya, dimana seluruh kewenangan perijinan dan non perijinan ditempatkan di kantor PTPS. Yang kedua terkait dengan penggunaan sistim informasi dan teknologi, dimana dalam satu permohonan bisa diterbitkan beberapa jenis perijinan.

Saat ini di tanah air PTPS sudah terbentuk 511 PTPS secara nasional. 34 PTPS ditingkat provensi, 372 ditingkat Kabupaten dan 98 PTPS ditingkat Kabupaten/Kota. Dari semua itu harus ditunjang dari kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan profesional. (Yan-Jatim)