KabariNews – Akbar Faizal bukanlah nama baru di kancah perpolitikan Tanah Air. Selain menjabat sebagai anggota DPR, politisi partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini juga mengemban amanah sebagai anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan Komisi III DPR. Namanya makin sering muncul di media massa sejak menangani kasus pelanggaran etik oleh Ketua DPR Setya Novanto (SN) di MKD. Ketika dijumpai oleh kontributor Kabari News di Los Angeles baru-baru ini, Akbar mengaku masih dalam posisi menggugat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah lantaran secara sewenang-wenang menandatangani penonaktifan dirinya dari MKD. Ia juga tetap pada pendiriannya meskipun anggota MKD Ridwan Bae telah mencabut laporan pengaduan terhadap dirinya berkenaan dengan dugaan pelanggaran tata beracara sebagai anggota MKD. “Saya berfokus pada substansi gugatan, bukan berfokus pada teman atau tidak,” tegasnya. Ia pun tidak memungkiri adanya pengkhianatan terhadap dirinya oleh sesama anggota MKD.

Di akhir sidang MKD, tidak dihasilkan putusan yang jelas mengenai sanksi untuk SN. Pada saat yang hampir bersamaan, SN pun mengajukan pengunduran dirinya sebagai Ketua DPR. Tidak lama berselang, Golkar versi Munas Bali (Aburizal Bakrie) menunjuk SN sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. “Ini juga karena sebuah skenario yang luar biasa,” ujar Akbar Faizal saat mengomentari manuver politik Golkar tersebut. Menurutnya, ada dua rancangan dari kubu yang memihak SN. Rancangan pertama adalah melalui pemberian sanksi berat di MKD yang mengakibatkan pembentukan panel di mana pihak-pihak terkait dapat bermain dalam skenario yang panjang. Yang kedua, menurutnya, adalah menutup sidang MKD tanpa memberikan putusan. Meskipun berasal dari kelompok koalisi yang berseberangan dari pihak SN, ia menolak untuk berkomentar mengenai wacana kocok ulang pimpinan DPR.

Tidak lama setelah wacana kocok ulang pimpinan DPR mengemuka, Presiden PKS Sohibul Iman sowan ke Istana untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Gesture politik tersebut dinilai oleh banyak pihak sebagai langkah awal PKS untuk bergabung dengan koalisi Kerja Sama Partai Pendukung Pemerintah (KP3). Sebagai politisi yang tergabung dalam KP3, Akbar menilai bahwa pertemuan Presiden Jokowi dan Sohibul Iman wajar dilakukan. Ia juga mengaku tidak tahu-menahu mengenai siapa yang sebenarnya menginisiasi pertemuan tersebut. “Tidak ada partai politik di Indonesia yang sebenarnya siap untuk tidak mendapat kekuasaan,” imbuhnya.

Dalam menjalankan fungsi monitoring (pengawasan) sebagai anggota DPR, politisi Nasdem yang dikenal vokal ini mengacungi jempol prestasi dan kinerja pemerintahan Jokowi-JK dalam kurun waktu setahun terakhir. Meskipun ada beberapa oknum yang dianggapnya sebagai pembuat onar dan semacam pemburu rente dalam pemerintahan, ia menilai tidak berarti bahwa niat baik pemerintahan Jokowi-JK harus hancur karena mereka. Sebagai anggota Komisi III DPR, ia mengaku bahwa ada beberapa mitra kerjanya yang telah bekerja secara baik. Namun, ia juga menegaskan bahwa perbaikan kinerja, karakter, dan budaya tugas beberapa mitranya masih jauh dari harapan. Selama berada di Los Angeles, ia juga mengamati kesigapan tim polisi dan paramedis yang hadir di lokasi kecelakaan. Ia berharap agar ke depan hal tersebut juga dapat diterapkan di Indonesia.

Selain mewakili aspirasi rakyat di MKD, belum lama ini, mantan anggota pansus Bank Century ini juga mendirikan Rumah Hukum dan Aspirasi di Makassar. Melalui rumah tersebut, ia bermaksud untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi warga daerah pemilihannya (dapil). Di samping pujian, ada beberapa pihak yang menengarai langkahnya tersebut sebagi persiapan untuk mengikuti pemilihan gubernur (pilgub) Sulawesi Selatan pada tahun 2018. “Saya tidak perlu mendengarkan semua ocehan itu. Saya kerja saja,” pungkasnya saat mengomentari wacana tersebut.

Untuk Diaspora Indonesia, Akbar berpesan agar gerakannya harus lebih memperkuat diri dan riil. Ia juga sangat mendukung langkah dan itikad baik Diaspora di manapun berada karena ia berpendapat bahwa masyarakat Indonesia membutuhkannya, terutama dalam beberapa aspek yang masih minim bantuan dan perhatian dari pemerintah.