KabariNews – Sejak tgl 28 Januari, pemerintah Amerika Serikat (AS) menolak memakai crude palm oil (CPO) dari Indonesia dengan alasan CPO Indonesia tidak ramah lingkungan. Beberapa produsen CPO mengaku tidak khawatir, namun diperkirakan akan memperburuk citra kelapa sawit Indonesia di mata dunia.

Tofan Mahdi, Head of Public Relation PT Astra Agro Lestari TBK (AALI) mengatakan, penolakan pemakaian CPO oleh AS itu tidak akan mempengaruhi bisnis kelapa sawit di Indonesia. “Namun secara pencitraan,itu cukup berpengaruh,” kata Tofan, kemarin (30/1). “Penjualan kami relatif kecil untuk pasar ekspor ke Amerika,” kata Tofan di Jakarta.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Berdasaran data Gapki, pasar ekspor CPO ke AS sangat kecil sekali, hanya mencapai 62 ribu ton CPO, dengan nilai ekspor sekitar 68,2 juta dolar AS. Total produksi minyak kelapa sawit Indonesia tercatat sebesar 23,5 juta ton dengan nilai ekspor mencapai 16,5 juta ton sepanjang 2011.CPO Indonesia terbanyak diekspor ke Eropa, India, Cina dan Timur Tengah.

Kalangan DPR memberikan reaksi. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana, mendesak pemerintah segera mengkaji persyaratan yang diajukan pihak Amerika. Sebelumnya, AS memberikan waktu bantahan kepada RI sampai 27 Februari 2012 atau sebulan setelah notifikasi dikeluarkan.

Atas kejadian ini, Erik menenggarai AS menggunakan isu lingkungan yang tidak relevan untuk memproteksi pengusaha dan pasar lokal mereka. Apalagi, negeri AS adalah produsen minyak nabati non-sawit yang produktivitas dan daya saingnya jauh lebih rendah dibanding minyak sawit.

Atas putusan AS itu, Indonesia akan mengambil langkah dan bantahan. Kedubes RI di Washington telah mengambil langkah menjalin kerjasama dengan mereka yang berkepentingan dengan sawit seperti Finlandia yang menjadikan sawit bagian dari biofeul.