“Jika boleh memilih, saya ingin Ana normal seperti anak-anak lainnya”

Demikian
Ucap Yasmir lirih. Ana, anak perempuannya satu-satunya terdeteksi
mengidap autis saat berusia satu tahun. Meski awalnya Yasmir sulit
menerima keadaan ini, tapi ia tetap tegar menghadapinya. Yasmir sadar
bahwa garis nasib telah ditentukan Tuhan, sehingga mau tidak mau, suka
atau tidak suka, Yasmir harus menerima keadaan Ana apa adanya.

Autis
adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan atau keterlambatan perkembangan bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autis berasal dari
bahasa Yunani auto yang berarti sendiri. Dalam literatur
autis kemudian dialamatkan kepada orang yang menunjukan gejala “hidup
dalam dunianya sendiri”.
Gejala umum autis dan kerap menjadi acuan
diagnosa, adalah tidak adanya kontak mata emosional saat anak ingin
menunjukan suatu benda yang disukai kepada orang terdekatnya. Tidak
seperti anak normal yang mula-mula biasanya akan melihat wajah ibu atau
pengasuhnya dan melakukan kontak mata, dengan maksud ingin menarik
perhatian lalu bersama-sama menunjuk atau mengambil benda yang menarik
perhatiannya tersebut. Pada anak autis, gejala normal seperti itu
tampak, karena ia mengalami kegagalan perkembangan.
Anak autis
juga acapkali melakukan gerakan aneh yang diulang-ulang. Misalnya duduk
sambil menggoyang-goyangkan badannya secara ritmis, berputar-putar dan
mengepak-ngepakkan lengannya seperti sayap. Sikapnya terkesan cuek
terhadap keadaan sekeliling. Itu terjadi karena ia sibuk dengan
‘dunianya’ sendiri. Anak autis juga kadang melompat-lompat sendiri,
mengamuk atau menangis tanpa sebab.
Yasmir (34) memiliki trik
sendiri untuk bisa mengatasi Ana ketika sedang tantrum (mengamuk),
tanpa harus membujuknya dengan memberi hadiah. “ ketika Ana mulai
mengamuk dan tidak bisa dikendalikan, saya cuma tinggal ambil blender,
karena Ana paling takut dengan suara blender, tanpa membujuknya dengan
iming-iming hadiah atau sesuatu yang disukainya. Karena kecenderungan
anak autis jika dituruti keinginannya akan semakin menjadi dan
bisa-bisa menyulitkan orang tua untuk kedepannya.” Ujar Yasmir pada
Kabari di rumah Autis tempat Ana diterapi.

Kabari Kesehatan"AUTIS"

Usia Ana kini
sudah menginjak 5 tahun, dan sudah 3 tahun Ana menjalani terapi. Sikap
agresif Ana nampak ketika bertemu orang, ia mengagumi apa yang ia
lihat. “ Ana sudah bisa mengenal warna, menghitung 1 sampai dengan 100,
abjad A sampai Z dia sudah hapal, sungguh kebanggaan luar biasa melihat
putri saya mengalami kemajuan seperti ini meski harus menunggu beberapa
tahun. Saya berterima kasih kepada Yayasan Cahaya Keluarga Kita (YCKK)
karena tanpa bantuan dari mereka mungkin Ana masih belum bisa apa-apa
sampai saat ini.” ujar Yasmir yang hanya bekerja sebagai Satpam.

Rumah Autis, Merangkul pilu menebar kasih

Yayasan
Cahaya Keluarga Kita Jl. Al-Husna Rt 01/01 no. 39 Pondok gede, Bekasi,
didirikan oleh sepasang suami isteri Deka Kurniawan dan Laeli Ulfiati.
Dengan modal tekad kemanusiaan dan sedikit pengalaman organisasi,
mereka mendirikan LSM nirlaba Yayasan Cahaya
Keluarga Kita (YCKK), pada tanggal 9 Desember 2004. Di tengah berbagai
keterbatasan, baik dari segi teknis maupun finansial, saat ini YCKK
tengah menangani 20 orang anak autis dhuafa. Sementara itu, puluhan
penderita autis lainnya masih menunggu penanganan. Hal ini jelas
menunjukkan bahwa perjuangan membumikan misi mulia tersebut masih
panjang. Butuh gelombang empati berupa moril maupun materil, dari
orang-orang berhati mulia. Dan, mudah-mudahan orang-orang mulia ini
tidak lain adalah Anda. Tertanganinya anak-anak autis dari kalangan
kurang mampu dengan terapi yang ringan tapi memadai, merupakan harapan
terbesar YCKK ditengah mahalnya biaya terapi dan pengobatan anak autis.

Kabari Kesehatan"AUTIS"

Penyebab autis

Penyebab
autis sejauh ini belum diketahui dengan pasti, namun diduga kuat
berkaitan dengan kecenderungan genetika yang dibawa dari orangtua.
Namun meskipun anak membawa predisposisi genetik, bila tidak ada faktor
pencetus dari luar, diperkirakan gejala autis tidak akan timbul. Ada
juga yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah keracunan logam berat,
terkena infeksi virus rubella, CMV, toxoplasma, jamur, juga dikarenakan ibu mengkonsumsi obat-obat keras terutama pada saat trisemester pertama masa kehamilan.
Namun dari semua penyebab itu, menurut Prof. JK Buitelar,
psikiatri anak dari Belanda dalam ceramah umum di Yogyakarta, sampai
saat ini belum ada satupun penyebab pasti penyakit autis. Yang
dilakukan oleh para ahli selama ini belum satupun yang dapat
menyimpulkan secara tepat melainkan hanya kecenderungan-kecenderungan
yang mendorong terjadinya autisme. Buitelaar juga menambahkan, oleh
karena penyebab autisme belum diketahui secara pasti, maka dokter pun
tentunya belum bisa menentukan apa obatnya. Obat-obatan klinis yang
selama ini diberikan biasanya obat psikostimulan yang bertujuan
mengendalikan perilaku dan emosinya, bukan untuk menyembuhkan autis.

Orang tua, terapis autis sesungguhnya

Semua
orangtua pasti mengharapkan kesembuhan bagi buah hatinya yang menderita
autis, dan inilah yang menjadi dasar keyakinan mereka sehingga berbagai
upaya pun mereka tempuh. penanganan autis sejauh ini dilakukan dengan
terapi, seperti terapi prilaku, wicara dan sensori (okupasi).
Dalam
melakukan terapi, sebetulnya orangtua dan keluarga memiliki peran
penting, karena mereka lebih banyak memiliki waktu bersama penderita
autis. Diperlukan kerjasama yang baik antara orangtua dan penerapis
agar tercipta kesinambungan terapi bagi anak saat mereka berada di
rumah. Orangtua juga perlu mempelajari seluk beluk autis dan penobatan
terapisnya melalui buku dan literatur. yang di ajarkan bagi
putra-putrinya agar ketika sudah sampai dirumah, bisa kembali
menerapkan terapi. “ Sepulang bekerja atau sehabis menunggu Ana, di
perjalanan pulang selalu saja ada ide untuk belajar bermain bersama
Ana. Sedikit-sedikit saya pelajari apa yang sudah ia dapatkan di tempat
terapi dan saya terapkan di rumah.” cerita Yasmir.

Yang
jelas, rasa cinta dan kasih sayang orangtua adalah sesuatu yang tak
ternilai harganya bagi anak autis. Meski mungkin di dalam kesendirian
dunia mereka, mereka tak menyadarinya.(pipit)

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31466

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

MedicIns

Lebih dari 10 Program Asuransi Kesehatan

Klik www.TryApril.com      Email : Info@ThinkApril.com

Telp. 1-800 281 6175