Demi menyambung hidup di Dewi & Fatimah pinggiran Jakarta Timur, Fatimah beserta adik sepupunya Dewi rela menjadi pengamen keliling. Mengaku tak punya keterampilan khusus, jadi pengamen bukanlah hal sulit untuk mencari nafkah. “Yang penting halal, ngamen juga ngga apa-apa. Kalau kerja sama orang kan ngga bebas, kalau ngamen bebas mau jam berapa aja terserah kita” ujar Fatimah.

Modal tape modifikasi untuk karoke yang disewanya Rp 10.000 dari tetangganya, dan suara pas-pasan dua gadis ini tidak malu berjalan ke kampung-kampung. Dalam sekali aksinya mereka bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp 60.000, tapi kalau datang hari naas, separuhnya saja belum tentu. “Pernah ngga dapet sama sekali, baru jalan eh tapenya rusak ngga ada suaranya. Jadi rugi ongkos sewa, kita ngga dapet apa-apa”, aku Fatimah.

Gadis asal Garut ini sempat bekerja di sebuah studio foto. Merasa tidak cocok dengan jam kerja dan gaji pas-pasan, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti. Tidak ada niatan untuk mencari kerja lagi, Fatimah langsung memutuskan mengamen mengikuti saudaranya Dewi yang sudah mengamen lebih dulu. Dewi pelajar putus sekolah, usianya masih sangat belia 16 tahun. Enggan masa lalunya dibahas, Dewi yang hanya mengeyam sekolah sampai bangku kelas 1 SMP ini menjalani kehidupannya dengan senang hati. Cita-citanya ingin jadi artis, bahkan ia mengaku dulu pernah jadi figuran untuk sinetron, namun karena lokasi syuting jauh dan memerlukan banyak ongkos, harapannya pupus sampai disitu. “Jauh di Cilengsi, dari rumah naik angkutan 4 kali. Ngga ada ongkos buat ke sana, jadi harus punya kendaraan sendiri, apalagi syutingnya malam”. ujar Dewi.

Ingin tahu bagaimana cara Dewi dan Fatimah menghibur dan bernyanyi dari pintu ke pintu? Simak selengkapnya di Kabari video

Untuk share artike ini, Klik www.KabariNews.com/?56974

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :