Jika ingin mencari senang di Pulau Dewata, datang saja di
Bali bagian selatan. Di sana ada hingar bingar Kuta, Legian hingga pusat
Kota Denpasar. Namun, apabila ketenangan yang diinginkan, pergilah ke
Bali bagian timur. Mulai dari tempat peristirahatan, obyek wisata
bernuansa spiritual dan sejarah, hingga aktivitas wisata bahari tersaji
di depan mata.

Selama ini, Bali bagian timur dan utara berada di bawah bayang-bayang
Bali bagian selatan, maupun kawasan wisata lain di Bali, seperti Ubud
dan Kintamani (Bali bagian tengah). Terpangkasnya waktu tempuh dari
Denpasar ke Karangasem, dari sekitar 3 jam menjadi 1,5 jam, setelah
pembangunan Jl. By Pass Ida Bagus Mantra selesai, belum juga mampu
mendatangkan lebih banyak wisatawan ke wilayah itu.

Padahal, Bali bagian timur punya sejumlah kawasan wisata yang tidak
saja indah panoramanya, tapi juga punya cerita yang tak kalah dengan
kawasan wisata lain yang lebih mendunia, seperti Pantai Kuta, Pura Tanah
Lot, serta Pura Uluwatu. Di Bali Timur ada Pura Besakih, yang merupakan
pura terbesar di Bali, serta tiga istana air (Tirtha Gangga, Jungutan,
serta Taman Ujung) yang kental dengan nuansa sejarah, berupa taman dan
bangunan di atas air yang dibangun oleh Raja Karangasem, Anak Agung
Anglurah Ketut, sekitar tahun 1919.

Meski harus diakui panoramanya tidak secantik Kuta dan Nusa Dua yang
termasyhur karena bibir pantainya yang panjang dan berpasir putih, tapi
wisatawan yang menginap di kawasan Candidasa, akan disuguhi pemandangan
lautan di Selat Lombok yang khas: laut yang teduh, tenang, dengan
sejumlah gugusan pulau-pulau kecil yang terletak antara Pulau Bali dan
Nusa Penida. Perairan di sekitar gugusan itu menjadi pusat kegiatan
wisata bahari. Jangan lupa di sana ada pantai Amed dan Tulamben.
Jangan kecewa jika tanda penunjuk jalan atau area wisata, daerah di Bali
bagian timur jarang ditemukan. Candidasa adalah sebuah kawasan wisata
di Manggis, Karangasem dengan 300 kamar hotel kelas bintang dan 400
kamar hotel kelas melati. Data Badan Pariwisata Bali tahun 2010
mencatat, tingkat hunian hotel di kawasan Candidasa baru sekitar 50
persen, jauh di bawah kawasan Bali barat dan selatan yang bisa mencapai
80 persen sepanjang tahun. Hal itu pun secara otomatis mempengaruhi
tingkat kunjungan wisatawan ke sejumlah obyek pariwisata di Karangasem.

Pelabuhan kapal pesiar di Timur dan Bandara di Utara

Bali berusaha menyenangkan wisatawan yang berkunjung. Tahun 2015 akan
dirampungkan jalan kereta api yang mengelilingi seluruh daerah-daerah
indah di sana. Kini juga ada pelabuhan kapal pesiar bertaraf
internasional di Karangasem. Pelabuhan itu terletak di Labuhan Amuk,
Manggis, sekitar 5 kilometer arah barat kawasan Candidasa. Kawasan itu
bersebelahan dengan Pelabuhan Padangbai yang merupakan pelabuhan
penyeberangan.

Menurut bupati Karangasem Geredek, pelabuhan itu kelak diharapkan
dapat secara nyata mengangkat dunia pariwisata Bali bagian timur serta
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Sekaligus diharapkan
menjadi pintu gerbang maupun penghubung pariwisata dengan daerah lain di
kawasan Indonesia bagian tengah, khususnya Lombok dan Nusa Tenggara
Timur.

“Bali timur dan utara punya ketenangan. Kami mengharapkan wisatawan
penggemar bahari maupun yang akan berwisata spiritual,” kata Geredek.

Bila ada pelabuhan kapal pesiar di timur, Bali juga akan membangun
bandara baru di Singaraja – Bali Utara. Bandara yang akan menelan biaya 2
Trilyun rupiah itu akan selesai tahun 2014. Itu satu cara pemerintah
untuk ‘membuka’pariwisata Bali, sehingga wisatawan tak hanya tahu Kuta,
Legian, Ubud dan tanah Lot.

Wisata Spiritual di Bali Utara dan Timur


Bali dalam bahasa Pali artinya persembahan. Ketika di Bali, setiap
hari kita melihat persembahan. Banten (bunga dalam wadah janur kecil)
dan juga orang yang sedang bersembahyang dimana-mana. Pada tahun
1920-an, orang Bali belum mengenal istilah kesenian sebagai pertunjukan
komersial. Semua gerak kehidupan (dari bertani sampai menari),
dilakukan sebagai serangkaian persembahan. Bila boleh jujur, inilah
‘silsilah spiritual’ orang Bali yang meletakkan semuanya sebagai
persembahan.

Karena akar inilah banyak yang menginginkan Bali dijadikan tempat
wisata spiritual. Tak hanya cemerlang karena warna lampu yang gemerlap.
“Kami di Tim Penegak Bhisama Kawasan Suci Bali, ingin pemerintah
mengembangkan wisata spiritual,” kata Putu Wirata, seorang budayawan
Bali.

Menurutnya lebih baik pemerintah membangun bangun dharmasala (tempat)
untuk wisatawan spiritual. Menghutankan kembali beberapa kawasan dan
masyarakat diajak menjaga lingkungan, air bersih, udara serta lanskap
Bali. “ Jangan bangun hutan beton melulu” katanya.

Di Denpasar memang ada beberapa tempat untuk menenangkan diri. Tapi
wisatawan mancanegara lebih banyak memilih Bali Utara dan dan Timur
sebagai tempat untuk bermeditasi. Ada dua tempat meditasi di sana. Di
utara milik Gde Prama, seorang motivator yang mengantongi ijazah dari
Universitas Lancaster, Inggris, dan INSEAD, Prancis.

Setiap tahun Gede Prama yang sering mengisi acara di televisi dan
sesi motivasi di kantor-kantor, selalu membimbing meditasi. Latihan
meditasi dilakukan selama 8 hari penuh di Brahmavihara Arama, Desa
Banjar Tegeha, Kecamatan Sririt, Buleleng Barat, Bali Utara.

Beberapa wisatawan maupun orang lokal datang ke tempat ini berlatih
meditasi untuk tujuan kesembuhan (healing). Namun ada juga peserta yang
diajak melakukan perjalanan spiritual saat purnama. Tepatnya, saat
purnama Kartika alias purnama paling terang di tahun itu. Ini cocok bagi
mereka yang belajar meditasi untuk tujuan mencapai pandangan terang (Vipasana atau Insight meditation).

Di Karangasem ada Gedong Gandhi Ashram yang didirikan oleh tokoh
spriritual Bali, alm ibu Gedong Bagoes Oka. Tokoh yang semasa hidup
dekat Megawati dan Abdurrahman Wahid ini menganut ajaran Gandhi.
Seluruh kegiatan Ashram mengacu pada semangat Gandhi, seperti pengajaran
Ahimsa dan Swadesi.

Ashram yang punya cabang di Denpasar dan Yogyakarta ini, juga terbuka
untuk peserta di luar murid Ashram. Jadwal kegiatan diawali puja (doa)
pagi, dilanjutkan dengan yoga dan meditasi. Disana juga diajarkan tari,
tabuh, puja sore dan malam.

Semua keperluan Ashram dipenuhi secara swadesi. Misalnya, kebutuhan
logistik diambil dari hasil pertanian yang dikembangkan. Kecuali tak
mencukupi, baru membeli di luar. Anggota ashram wajib melakukan
vegetarian, tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol. Selalu
berusaha menciptakan suasana damai. Peserta ashram tidak terbatas dari
agama Hindu saja. ‘Makin lengkap, jika anggota ashram dari lintas
agama,’ kata Kawidana, sang koordinator Ashram. Menurutnya banyak tamu
mancanegara yang mengawali liburan di Kuta.

“Lantas mereka menenangkan diri dan melakukan meditasi di Ashram
kami. Setelah tenang, mereka kembali ke negaranya dengan perasaan
nyaman,” katanya.

Di Balilah tempat semua perasaan berada. Berawal kegembiraan di Bali
barat, berakhir dengan kenyamanan dan ketenangan di Bali timur.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36856

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :