KabariNews – Bagi mereka yang tinggal perkotaan, mungkin tak terbayang bagaimana terbatasnya kondisi pendidikan di pelosok Indonesia. Lebih tak terbayang lagi, bagaimana bila ada orang kota yang terjun langsung ke pelosok negeri untuk membantu memperbaiki kondisi ini.

Buku Lembar-Lembar Pelangi menyajikan kedua hal tersebut, sebagai sebuah potret pendidikan Indonesia Timur dengan beragam tantangan dan potensinya.

Nila Tanzil menarikan jarinya di ujung pena untuk menceritakan pengalamannya melalui buku yang merupakan kisah nyata, dan buku tersebut resmi dirilis. DSC_0035, 2

Buku Lembar-Lembar Pelangi menyajikan kumpulan kisah menyenangkan, mengharukan, menyedihkan, dan penuh kejutan berdasarkan pengalaman penulis mendirikan Taman Bacaan Pelangi, jaringan perpustakaan anak-anak di kawasan Indonesia Timur, dilengkapi berbagai cuplikan cerita anak-anak di daerah terpencil dengan berbagai tantangan dan mimpi mereka.

“Saya juga ingin berbagi tantangan yang saya temui, mulai dari dilema saat memutuskan untuk mengikuti panggilan dan kata hati, meninggalkan karier di dunia korporasi untuk terjun langsung ke masyarakat di daerah pelosok di Indonesia Timur, “ ungkap Nina Tanzil pada konferensi pers  peluncuran buku Lembar-lembar Pelangi, di kawasan Jakarta selatan, kamis (6/10).

Cerita dan pengalamannya sebagai pendiri taman bacaan pelangi cukup menginspirasi, bagaimana ia menjalani kegiatan tersebut serta memberikan akses buku untuk anak-anak di daerah pelosok di Indonesia timur dituangkan dengan sepenuh hati kedalam buku Lembar-lembar pelangi.

“Proses menemukan makna dan tujuan dalam hidup, pahit dan manisnya pengalaman yang dialami, keraguan yang muncul di hati sebelum akhirnya melangkah mantap mengabdikan diri untuk berkarya di bidang sosial dan pendidikan dengan mendirikan perpustakaan-perpustakaan anak-anak di berbagai daerah pelosok Indonesia Timur, semuanya tertuang di dalam buku ini,” ujar Nila Tanzil penuh haru.

Nila berharap semua anak Indonesia memiliki akses buku tanpa terkecuali, melalui jaringan perpustakaan Taman Bacaan Pelangi, selain itu ia juga ingin menumbuhkan minat baca dan mengembangkan kebiasaan membaca di pelosok Indonesia Timur. “Pengalaman ke berbagai daerah terpencil menyadarkan saya akan betapa besar potensi anak-anak di Indonesia Timur. Dengan mendapatkan akses yang lebih baik ke buku-buku anak berkualitas, mereka seperti mendapat jendela ke mimpi-mimpi mereka. Buku dapat menginspirasi anak-anak untuk berani bermimpi lebih besar dan mewujudkannya,” paparnya.

Taman Bacaan Pelangi sudah berdiri sekitar 39 perpustakaan yang tersebar di 15 pulau di Indonesia Timur. Akan tetapi masih banyak daerah yang belum terakses.

Menurut data Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tahun 2015, dari 170.647 sekolah dasar di Indonesia, hanya 45,9 persen yang memiliki perpustakaan. Itu artinya, masih terdapat 92.215 sekolah dasar tanpa perpustakaan dan mayoritas di antaranya berlokasi di Indonesia Timur, seperti NTT, NTB, Sulawesi, Maluku, Ambon, dan Papua.

Selain itu, dalam data World’s Most Literate Nations, hasil riset yang dirilis oleh John Miller, President of Central Connecticut State University, Amerika Serikat, tahun 2016 ini menyatakan bahwa peringkat minat baca Indonesia berada di urutan kedua terakhir dari 61 negara.

Hal ini sejalan dengan data UNESCO di tahun 2012 yang menyebutkan bahwa indeks minat membaca Indonesia hanya 0,001 persen artinya dari seribu orang hanya satu orang saja yang gemar membaca.

“Fakta inilah yang saya temui ketika menjelajah ke daerah-daerah tersebut, itu sebabnya Taman Bacaan Pelangi memfokuskan upaya kami untuk mendirikan perpustakaan anak-anak khusus di kawasan Indonesia Timur” pungkas Nila. (1011)