Bertepatan dengan Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha, para jamaah haji seluruh dunia yang berjumlah menembus 4 jutaan ummat islam dari seluruh dunia akan melaksanakan wukuf di Arafah,yang menjadi rukun sahnya haji dan wajib dipenuhi oleh para jemaah haji apabila ibadahnya ingin diterima oleh Allah SWT.

Makna Wukuf Di padang Arafah

Wukuf dilakukan di Padang Arafah, sebagai personifikasi tempat Nabi Adam diturunkan dan memulai kehidupan duniawi setelah diusir dari surga karena melanggar perintah Allah SWT dengan memakan buah khuldi bersama istrinya, Siti Hawa. Wukuf dianggap sebagai inti dari pelaksanaan ibadah haji.

Ada tiga hal penting yang harus dipahami dan dimengerti oleh setiap orang yang tengah menjalankan ibadah haji, yaitu zawal, wukuf, dan arafah. Dalam pelaksanaan Haji, Zawal memiliki arti pergeseran dari siang ke malam dan dimaknai sebagai proses hidup seorang manusia semenjak dilahirkan, lalu menjalani hidup di masa dewasa, hingga kemudian di akhir nanti akan menjumpai ajalnya. Para jemaah haji diwajibkan untuk merenung dan melakukan muhasabah diri terkait apa saja yang sudah mereka lakukan semasa hidupnya di dunia untuk kemudian dievaluasi dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan mulia dihari setelahnya.

Demikian pula, Wukuf bermakna niatan atau tekad yang ada dalam diri manusia untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi dari sebelumnya, dengan cara mengurangi atau memutus rantai perilaku keburukannya yang berpotensi menambah dosa. Sementara arafah dimaknai sebagai kesadaran yang dimiliki oleh setiap umat manusia yang selalu mengingatkan bahwa dunia ini adalah tempat yang sementara dan proses untuk mencapai tempat yang kekal nanti di alam akhirat. Setiap perilaku umat manusia di dunia takan pernah lepas dari penglihatan Allah SWT dan setiap perbuatan tersebut pastinya akan diberikan ganjaran serta dimintai pertanggung jawaban ketika kita berada di yaumul hisab nanti.

Sehingga, lewat aktivitas wukuf di Padang Arafah, Allah SWT ingin mengingatkan manusia untuk selalu menanam kebaikan kepada sesama untuk memperbanyak pahala, dan selalu mengharap ridha-Nya agar setiap proses kehidupan umat manusia di dunia selalu diberkahi serta dilancarkan oleh Allah SWT.

Persatuan Ummat Manusia

Wukuf dipadang Arafah dengan berbagai latar belakang suku, bangsa, negara dan status sosial, diantara banyak makna, ada suatu makna yang termat penting yaitu persatuan dan kesetaraan. Sehingga umat Islam sekalipun berbeda-beda, seharusnya tetap bersatu. Persatuan harus tetap diperjuangkan dan diupayakan semaksimal mungkin, oleh karena hanya dengan persatuan itulah, umat Islam akan maju dan kuat. Tanpa persatuan umat Islam, sekalipun jumlahnya besar, akan lemah dan akan dianggap rendah oleh umat lainnya.

Dalam ibadah haji, sebenarnya ada pelajaran penting terkait bermasyarakat yang perlu direnungkan dan dipegangi, yaitu selain bersatu-ternyata juga harus bersama-sama. Umat Islam dalam menjalankan ibadah haji tidak pernah sendirian. Waktunya saja bersamaan, yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah, semua jama’ah haji berada di Arafah. Tidak pernah ada yang berselisih dan berbeda di dalam menetapkan hari Arafah. Semuanya bersepakat dan sama. Perbedaan organisasi, asal negara, aliran, maupun madzhab, pada waktu itu tidak menjadikan hari Arafah berbeda.

Kebersamaan dan persamaan benar-benar terjadi dalam ibadah haji. Selain kebersamaan di padang Arafah, mereka juga sama dalam berpakaian, berangkat ke Muzdalifah, ke Mina untuk melempar jumrah, ke Makkah untuk thawaf, sa’i, hingga tahallul. Semua jama’ah haji, bagi yang laki-laki, mengenakan dua lembar kain ikhram. Bukan saja sama warnanya, yaitu putih, tetapi cara menggunakannya juga sama. Tidak ada yang berlain-lainan.

Pada hari Arafah itu, saat mata hari mulai terbenam, semua jama’ah mulai bersiap-siap meninggalkan tempat wukuf itu. Mereka pada berangkat ke Muzdalifah untuk mabith di tempat itu hingga tengah malam. Selepas itu, dan biasanya, di Muzdalifah semua jama’ah haji mencari kerikil atau jumrah sebanyak yang diperlukan, untuk dilempar di Minna. Jumlah kerikil yang akan dibawa juga sama, urut-urutan melemparkannya juga sama. Semuanya serba sama, di antara jama’ah haji tidak berdebat mencari mana yang paling benar.

Pelajaran kebersamaan juga masih tampak ketika sampai di Makkah untuk thawwaf ifadhah dan sa’I maupun tahallul. Selesai dari Minna, para jama’ah haji datang ke Masjid al Haram untuk melakukan rangkain haji sebagaimana disebutkan itu, ialah thawwaf, sya’i, dan tahallul. Memang, oleh karena keterbatasan tempat, rangkaian haji tersebut tidak mungkin dilakukan secara bersamaan. Ada saja, jama’ah haji menunggu hingga tempatnya tidak terlalu sesak, asalkan waktunya masih tersedia atau belum terlambat. Sebab, thawwaf ifadah, sya’i, dan tahallul tidak boleh ditinggalkan dan atau juga dilaksanakan di luar waktu haji.

Belajar dari rangkaian ibadah itu, maka sebenarnya, orang yang berhaji sedang diberi pelajaran penting dalam bermasyarakat ialah tentang persatuan umat Islam. Persatuan itu tidak mengenal asal negara, bangsa, suku, etnis, golongan, organisasi, atau bahkan madzhab. Pengikut madzhab yang berbeda-beda pada saat menjalankan ibadah haji, mereka melakukan kegiatan ritual yang sama, simbol-simbol atau lambang yang sama, dan bahkan doa-doa yang dibaca pun juga sama. Umat Islam benar-benar menjadi bersatu dan bersama-sama dalam menjalankan rukun Islam yang ke lima itu.

Maka umpama saja, pelajaran dari pelaksanaan haji itu ditangkap sepenuhnya, maka tidak ada alasan umat Islam bercerai berai hanya atas dasar alasan berbeda bangsa, suku, golongan, ataupun juga madzhab yang diikuti. Tatkala sedang dalam ibadah haji mereka bisa bersatu dan bersama-sama, maka setelah pulang ke negerinya masing-masing pelajaran itu seharusnya masih diingat dan dilaksanakan. Sebaliknya, pelajaran itu bukan hanya berlaku di dalam kelas, ialah ketika di waktu haji. Setelah keluar dari ruang kelas, mereka berbeda dan menganggap pandangannya yang paling benar dan apalagi yang lain dianggapnya sebagai saingan atau musuh. Tentu tidak begitu, semoga ibadah haji benar-benar berhasil menyatukan umat Islam dan mabrur semuanya.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dipadang Arafah merupakan awal munculnya ummat manusia di muka bumi ini, dan sekaligus sebagai awal persatuan ummat manusia seluruh dunia.

Baca juga: