KabariNews – Sejumlah kalangan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengendalian Produk Tembakau sebagai payung hukum kebijakan anti rokok. Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (Pustek UGM) dan Aliansi Masyarakat Tembakai Indonesia (AMTI) telah memasukkan draft RUU sekaligus naskah akademiknya ke DPR.

“Kami menyerahkan usulan RUU dan naskah akademiknya pada 14 Juni lalu,” kata Moehaimin Moeftie, Ketua Dewan Pembina AMTI (22/6). Kepala Pustek UGM, San Afri Awang mengatakan bahwa dalam merumuskan RUU itu pihaknya melakukan konsultasi publik di Yogyakarta, Surabaya dan Mataram.

Pengendalian produk tembakau kata San Afri menjadi semakin sulit dan dilematis karena melibatkan kepentingan berbagai pihak. “Di satu sisi, terdapat pihak yang menginginkan pengendalian berlebihan karena dianggap membahayakan kesehatan. Tapi di sisi lain, ada pihak yang menolak, karena banyak orang yang terlibat dalam industri ini,” katanya.

Industi rokok di Indonesia memang melibatkan dan memberi penghidupan bagi puluhan ribu orang. Mulai dari petani dan buruh tembakau, buruh dan pekerja di industri rokok dan distribusi yang menjangkau Indonesia dalam skala luas. Bahkan beberapa pemilik pabrik rokok di Indonesia merupakan orang terkaya di Indonesia dan Asia.

AMTI juga mengusulkan kepada pemerintah agar mengalokasikan 10 persen pendapatan dari cukai rokok untuk penelitian. Tujuannya untuk mencari alternatif industri lain yang bisa dihasilkan dari tembakau/rokok.

Menurut data, pendapatan negara dari cukai rokok terus meningkat. Pada tahun 2009 tercatat 55 Trilyun rupiah. Pada tahun 2010 menjadi 60 Trilyun rupiah dan pada 2011 akan mencapai 65 Trilyun rupiah. “Sekarang ada penelitian tembakau dijadikan parfum dan bisa untuk menyembuhkan kanker kelenjar getah bening, katanya menutup pembicaraan.