KabariNews – Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) Dino Patti Djalal tegaskan bahwa Indonesia jangan meremehkan sinyal AS soal CPO (sawit).

“Inikan EPA (Notice of Data Availability Environmental Protection Agency’s) mereka fokus padaclimate change, ini jangan dianggap remeh, karena berkaitan banyak dengan petani kelapa sawit kita yang kecil, bergantung pada perkebunan ini,” kata Dino saat ditemui di kantor kementerian luar negeri, Jakarta, Kamis (23/2)

Dino menambahkan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan sanggahan resmi kepada pemerintah AS sebelum 27 Maret 2012. Menurutnya pemerintah akan memperjuangkan nasib ekspor CPO Indonesia di AS, walaupun sejatinya ekspor CPO Indonesia ke AS hanya 5% dari total ekspor produksi sawit Indonesia per tahunnya. “Data-data ilmiah yang mendukung keputusan mereka kurang lengkap. Kalau biodiesel itu dari palm oil mereka maunya harus bisa mengurangi gas emisi 25%. Mereka mengambil data lama,” katanya.

Ia mengatakan total ekspor Indonesia ke AS, sekarang sudah menembus US$ 26 miliar yang merupakan terbesar dalam sejarah. Dengan demikian, adanya regulasi baru soal emisi di AS tak boleh mengganggu kinerja ekspor Indonesia.

Sebelumnya pemerintah AS melalui Atase Perdagangan dari Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia, Dennis Veboril membantah memproteksi masuknya ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) ke negaranyanya. AS mengaku perdagangan CPO dengan Indonesia saat ini justru terus meningkat. “Bahkan peningkatan perdagangan CPO dari Indonesia ke Amerika 2011 meningkat hingga 2,5 kali lipat dari tahun lalu,” kata Dennis beberapa waktu lalu.

Menurut Dennis, memang saat ini ada permasalahan yakni keluarnya hasil NODA EPA (Notice of Data Availability Environmental Protection Agency’s) terkait kebijakan pemerintah AS untuk nemurunkan emisi gas rumah kaca.

“Dimana untuk Palm oil turunan dari CPO yang digunakan untuk biofeul sebagai energi terbaharukan harus mampu menurunkan emisi hingga 20%. Tapi dari NODA EPA menyebutkan palm oil dari Indonesia hanya mampu menurunkan emisi 19%,” ujarnya. Namun Dennis menegaskan, hasil EPA masih dalam masa konsultasi publik, jadi belum ada keputusan apapun.