Menikah mungkin hal yang biasa dalam hidup. Tapi memutuskan menikahi terpidana seumur hidup, memerlukan pemikiran yang panjang.

Awal April lalu, Christine Winarni Puspayanti (34), memutuskan menikah dengan salah satu komplotan Bali Nine
yang divonis seumur hidup, Marthin Eric Stephen (34), di gereja
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan Bali. Pernikahan itu cukup
meriah dan menyita perhatian banyak pihak dalam dan luar negeri.
Terlebih status Eric sebagai salah seorang anggota Bali Nine yang terlibat penyeludupan 8,9 kg heroin pada 2005. Seluruh anggota Bali Nine adalah warga Australia dan rata-rata dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup.

Acara pernikahan pasangan beda negara itu dengan adat Jawa, karena
Christine adalah orang Jawa. Didampingi salah seorang saudara, Kevin
Stephen, Eric terlihat gagah dalam pakaian Jawa lengkap dengan sebilah
keris yang diselipkan di pinggang. Ketika melangkah memasuki gereja,
tempat prosesi pemberkatan, senyumnya terus mengembang.

Begitu pula Christine yang memakai kebaya. Dia tampak anggun. Putri
tunggalnya, Laurhaa Garesp (12), juga terus berada di dekatnya.
Perempuan yang tinggal dan bekerja di Bali sejak enam tahun lalu itu
adalah janda beranak satu.

Suasana terasa khidmat ketika prosesi pemberkatan yang dipimpin Pendeta Thompson Manafe dari gereja United Protestan Church (UPC)
dimulai. Sesudah pemberkatan dan pasangan itu dinyatakan sah menjadi
suami istri, Eric dan Christine langsung berciuman di depan sekitar 60
orang undangan. Hampir 30 detik mereka berciuman. Mereka kembali
berciuman setelah mencatatkan pernikahan di depan saksi dari catatan
sipil yang hadir di gereja itu.

Sesudah pemberkatan, dua mempelai tersebut dan seluruh undangan
menuju aula lapas, tempat acara resepsi pernikahan. Yang membuat
pasangan beda negara tersebut semakin bahagia, orang tua Eric, yakni
Bill Stephen dan Michelle Stephen juga hadir. Demikian pula orang tua
Christine, Sunar Effendi dan Siti Rumini. “Ini adalah pagi yang sangat
berbahagia bagi kami,” kata Bill, yang didampingi istrinya saat
memberikan sambutan. Selain dihadiri Kepala Lembaga Pemasyarakatan
(Kalapas) Kerobokan Siswanto, acara pernikahan itu juga dihadiri wakil
dari Konsulat Australia.

Eric memutuskan meminang pujaan hatinya ini, karena telah memacarinya
sejak lama. Setelah meminta izin kepada Kalapas Kerobokan Siswanto,
harapannya untuk membina sebuah rumah tangga akhirnya terkabul.
Pihak Lapas yang telah menulis surat kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM mendapat restu untuk menggelar pernikahan beda bangsa ini.

“Menikah kan kebutuhan, narapidana juga punya hak. Kami menyediakan gereja dan aula untuk menggelar pernikahan,” ujar Siswanto.

Menurutnya, ini adalah pernikahan ketiga yang berlangsung di lapas
yang dipimpinannya. Tapi baru kali ini melibatkan terpidana seumur
hidup.
Tak mudah juga bagi Christine memutuskan menerima Eric sebagai pasangan
hidupnya. Dia membawa dalam doa selama berbulan-bulan lamanya. Christine
mengaku yakin tidak memilih pasangan yang salah meski suaminya adalah
terpidana seumur hidup.
“Ini adalah jalan yang diberikan Tuhan. Dia adalah jodoh saya dan saya
mencintai dia,” ungkap anak kedua di antara enam bersaudara itu.

“Yang jelas, saya bahagia sekarang,” ujar perempuan yang pernah bekerja di restoran tersebut sembari tersenyum.

Christine menceritakan dirinya sebenarnya lebih dahulu kenal dengan
Michelle Stephen, ibu Eric. Perkenalan tersebut terjadi saat Christine
bekerja di salah satu restoran di Bali, 2004. Ketika Eric ditangkap pada
2005, Michelle memperkenalkan anaknya dengan Christine. Sejak saat itu,
dia rajin menjenguk Eric di tahanan. “Saya yakin bahwa Tuhan akan
memberikan keajaiban dalam hidup saya,” katanya.

Siti Rumini, ibu Christine menyatakan ikut berbahagia dan tidak
berkeberatan sedikit pun meski anaknya menikah dengan seorang terpidana.
Sebab, dia sudah kenal cukup lama dengan Eric serta orang tuanya. “Yang
penting, keduanya saling suka. Saya hanya bisa mendoakan, semoga
langgeng sampai kakek nenek,” ujar perempuan 60 tahun itu

Dari geng Bali Nine, hadir dua orang. Mereka adalah Miuran
Sukumaran dan Scott Rush. Keduanya adalah terpidana yang sama-sama
dijatuhi hukuman mati. Sepanjang acara, mereka serius memperhatikan dan
sesekali mengobrol dengan napi lain yang diundang.

Menurut Siswanto, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Hukum dan HAM
Provinsi Bali untuk memberikan kamar satu malam agar Eric dan Christine
bisa melangsungkan malam pertama. “Ada satu kamar yang kami rombak
khusus untuk mereka satu malam. Yang jelas, bukan ruang kerja. Itu demi
kemanusiaan. Tujuan pernikahan adalah memiliki keturunan. Tuhan
berfirman, beranak cuculah. Maka, kami memfasilitasi mereka. Cukup satu
malam saja,” kata Siswanto.

Bali Nine


Bali Nine adalah sebutan yang diberikan media massa kepada
sembilan orang Australia yang ditangkap pada tahun 2005 di Bali dalam
usaha menyeludupkan heroin dari Indonesia ke Australia. Sembilan orang
tersebut adalah: Andrew Chan (disebut pihak kepolisian sebagai ‘godfather’
kelompok ini), Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae
Lawrence, Tach Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, Martin
‘Eric’ Stephens.

Empat dari sembilan orang tersebut, Czugaj, Rush, Eric dan Lawrence
ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali saat sedang menaiki pesawat tujuan
Australia. Keempatnya ditemukan membawa heroin yang dipasang di tubuh.
Andrew Chan ditangkap di sebuah pesawat yang terpisah saat hendak
berangkat, namun pada dirinya tidak ditemukan obat terlarang. Empat
orang lainnya, Nguyen, Sukumaran, Chen dan Norman ditangkap di Hotel
Melati di Kuta karena menyimpan heroin sejumlah 350 g dan barang-barang
lainnya yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam usaha
penyeludupan tersebut.

Orang tua Rush dan Lawrence kemudian mengkritik pihak kepolisian
Australia yang ternyata telah mengetahui rencana penyeludupan ini dan
memilih untuk mengabari Kepolisian Indonesia daripada menangkap mereka
di Australia, karena di sana tidak ada hukuman mati.

Pada 6 September 2006 Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang
diajukan Kejaksaan Agung. Hukuman Czugac berubah menjadi hukuman
seumur hidup, sementara hukuman Lawrence, Rush, Nguyen, Chen, dan
Norman, Chan dan Sukumaran tetap dihukum mati dan Eric tetap dihukum
seumur hidup.

Awal tahun ini, Eric mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun
ditolak oleh MA, sehingga keputusan dikembalikan lagi kepada putusan
Pengadilan Negeri Denpasar yaitu hukuman seumur hidup. Terhadap
keputusan itu, Eric menyatakan pasrah. “Terhadap hukuman dan pernikahan,
saya bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Saya yakin Tuhan akan berikan
keajaiban kepada kami,” ujarnya sambil tersenyum. (Indah)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36838

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :