Film ini mengambil seting seluruhnya di sebuah Jermal di selat Malaka. Jermal adalah tempat yang didirikan untuk menangkap ikan di lepas pantai. Bangunan Jermal dibuat sedemikian rupa sehingga bisa ditinggali selama berbulan-bulan oleh para pekerjanya.

Menemui Bapak

Di Jermal inilah diceritakan tentang  sepasang Bapak-Anak yang mencoba merajut kembali tali kasih yang terputus selama 12 tahun.  Diceritakan, Jaya (Iqbal S. Manurung), seorang bocah berumur 12 tahun, sepeninggal Ibunya datang ke sebuah Jermal untuk menemui Bapaknya, Johar (Didi Petet). Setelah selama ini tak pernah melihat wajah sang Bapak,  Johar justru menolak mengakui Jaya.

jermal4

Johar menyuruh Jaya pergi dari Jermal. Tapi sang juru masak yang bisu, Bandi (Yayu A.W Unru), mengingatkan, jika Jaya kembali ke daratan dan buka mulut, Johar bisa ditangkap polisi. Tak ada pilihan bagi Johar selain membiarkan Jaya tinggal di Jermal.

Menjalani kehidupan di  Jermal ternyata bukan soal mudah bagi Jaya. Jaya berusaha beradaptasi tapi selama berhari-hari dia habis ‘dikerjai’. Mulai dari disuruh ngepel, ditelanjangi hingga dipukuli. Jaya seolah menjadi sasaran empuk, apalagi Jaya tipe anak sekolahan. Selama dibulan-bulanani anak-anak Jermal pimpinan Gion (Chairil Aanwar Dalimunthe), Jaya terus berharap agar Johar mengakuinya sebagai anak dan melindunginya. Tapi ternyata tidak. Ia malah kerap dihardik dan puncaknya sempat dipukuli Johar.  

jermal2

Jaya Sanggup Bertahan

Meski harus menjalani kehidupan di Jermal yang keras, perlahan-lahan Jaya mulai bisa melaluinya. Bahkan dia mulai diterima begitu teman-temannya tahu Jaya bisa menuliskan surat untuk mereka. Jaya juga mendapatkan beberapa teman yang dekat dengan dirinya, salah satunya Ahab, yang dijuluki si anak paus.

Kesanggupan Jaya bertahan hidup di Jermal membuat Johar berpikir, bahwa memang ada kesamaan antara dirinya dan Jaya. Akhirnya suatu ketika,  Johar mau membuka dirinya untuk Jaya.

Meski itu pun tak mudah,  karena harus menanggung rahasia yang selama ini membebani dirinya. Disaat dirinya mulai menyadari kesalahan, Jaya sekarang sudah menjadi bocah keras kepala akibat hidup di Jermal. Ia sangat membenci Johar. Baginya, Johar tak lebih lelaki pengecut tak bernyali.

jermal1

Dalam diri Jaya, Johar melihat dirinya. Johar berusaha memperbaiki kembali kesalahan yang pernah dilakukannnya 12 tahun lalu. Dan mulailah terkuak alasan kenapa 12 tahun lalu Johar meninggalkan anak istri dan bersembunyi di Jermal yang sepi dan terasing.

Sinematografi

Digarap oleh tiga sutradara, Ravi Bharwani, Rayya Makarim dan Orlow Suenke,  “Jermal” seolah menjadi angin segar bagi dunia perfilman Indonesia. Karena boleh dibilang setelah rilisnya film seperti “Laskar Pelangi”  dan “Pintu Terlarang”, dunia perfilman Indonesia relatif  ‘sepi’  dari  tontonan bercita rasa tinggi.

“Jermal” termasuk pengecualian. Meski ide yang diangkat sederhana, yakni soal hubungan personal antara Bapak dan Anak. Tapi tak pelak, latar kehidupan anak-anak pekerja di Jermal menjadi kekuatan film ini. 

jermal5

Dari segi penyajian, para sutradara cukup berhasil menggambarkan realitas sehari-hari anak-anak Jermal. Meski Rayya Makarim mengakui, sebenarnya yang terjadi di lapangan lebih parah dari itu.

Akting para pemain yang kali ini sama sekali tak ada wanitanya–kecuali suara voice over ibunya Jaya–cukup ‘jadi’. Tentu saja termasuk si Johar sosok pria keras bertubuh tambun yang diperankan aktor senior Didi Petet. Di film ini, antara dialog dan gambar sama kuatnya. Keduanya saling mengisi, dan sutradara cukup pandai bersiasat. Kapan perlu dialog kapan perlu gambar saja yang bercerita. 

Soal gambar, akting, dialog, editing, musik ilustrasi, film ini hampir tiada cela. Bagaimana dengan kekuatan tema? 

Ravi dan tim sutradara tampak sekali ingin mengulik dan mengaduk-aduk emosi penonton lewat adegan kekerasan yang dialami Jaya. Tujuannya barangkali, agar penonton tahu telah terjadi kekerasan dan eksploitasi anak-anak di Jermal.

Kenapa bisa disimpulkan demikian? Karena musykil rasanya jika sutradara sekelas mereka dengan latar cerita di Jermal yang ‘sudah jadi’, ternyata ‘cuma’ ingin menampilkan semangat human connections antara Bapak dan anak. Pasti ada semangat lain yang disisipkan, yakni soal eksploitasi anak-anak di Jermal. 

Sayangnya itu pun menjadi ‘tanggung’ karena sekali lagi, cuma sisipan. Benang merahnya tetap persoalan si Johar dan si Jaya itu. 

jermal3

Tapi soal tema memang soal selera. Sutradara bebas mengambil angle darimanapun dalam meyampaikan pesan kepada penonton. Dan itu sah-sah saja.

Yang perlu dicatat, sebetulnya isu eksploitasi anak-anak pekerja di Jermal isu lama–menurut catatan, saat ini keberadaan Jermal sudah jauh berkurang, bahkan sejak tahun 2004 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memastikan jumlah pekerja anak di Jermal sudah menurun drastis–dan Rayya Makarim pun mengakuinya sendiri. 

Maka bisa jadi sutradara mengambil langkah ‘aman’ dengan tak mengangkat wilayah itu dan menjadikannya sebagai kemasan semata.

<object width=”425″ height=”344″><param name=”movie” value=”http://www.youtube.com/v/bNdheNiodzg&hl=en&fs=1″></param><param name=”allowFullScreen” value=”true”></param><param name=”allowscriptaccess” value=”always”></param><embed src=”http://www.youtube.com/v/bNdheNiodzg&hl=en&fs=1″ type=”application/x-shockwave-flash” allowscriptaccess=”always” allowfullscreen=”true” width=”425″ height=”344″></embed></object>

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?32780

Untuk melihat Berita Indonesia / Filem lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket