KabariNews – Dari semua jenis kuliner khas Asia, ada satu masakan yang dari sejarahnya telah sedemikian mengakar, yakni nasi goreng. Masakan yang dikalangan penggila kuliner disebut nasgor saja ini, memiliki sejarah panjang. Masakan ini dipengaruhi kebiasaan di China sekitar 400 tahun sebelum Masehi yang suka membuang
nasi sisa hari sebelumnya. Nasi sisa tapi belum basi itu kemudian diolah dengan mencampurkan aneka bumbu dan digoreng.

Sekarang nasgor bukan “hak prerogatif” masyarakat China, tapi telah menyebar ke seantero dunia, terutama Asia. Di setiap negara yang konsumsi pokoknya nasi, nasgor bahkan telah menelusup dan berpenetrasi dengan budaya
kuliner setempat dimana dia hidup. Lihat saja di Indonesia, mulai dari kaki lima hingga hotel berbintang, nasgor selalu ada. Maka jangan heran kalau nasgor sering mejeng bareng menu ‘canggih’ macam steik atau barbeque di sebuah hotel mewah. Atau di warung kelas kaki lima di pinggir jalan.

Filosofi Demokratis Nasi Goreng

Uniknya, meski nasi goreng mengalami aneka modifikasi dalam penyajiannya, sepanjang bahannya nasi ditambah aneka bumbu dan digoreng, namanya tetap nasi goreng. Restoran di kota-kota Belanda menyajikan menu ini dengan nama “Nasi Goreng” bukan dengan bahasa Belanda atau Inggris. Nasgor juga jenis makanan yang demokratis, karena cocok-cocok saja dimakan kapan pun. Untuk makan pagi, makan siang atau makan malam sepanjang disajikan hangat-hangat saat asapnya masih mengepul.

Karena demokratisnya itu, semua orang boleh memodifikasinya. Jangan kaget kalau bermunculan aneka jenis nasgor. Mulai dari yang tradisional seperti nasi goreng kambing, nasi goreng pete, atau nasi goreng Jawa, atau nasi goreng ampela ati. Sampai nasi goreng ‘modern’ seperti nasi goreng strawberry, nasi goreng nanas, nasi goreng gila, nasi goreng keju, nasi goreng sosis dan masih banyak lagi.

Bahkan kerapkali orang menyandingkan nasi goreng dengan menu ala western. Dalam resepsi atau pesta yang sajiannya dalam bentuk prasmanan (self service) , banyak orang mengambil setangkup nasi goreng, ditambah sepotong steik, sup kacang merah, lalu ditambah segelas jus. Rasanya? Cocok-cocok aja tuh..

Ratih, yang aktif menulis tentang kuliner di blog pribadinya, mengatakan nasgor menjadi menu pelarian, “Kalau sedang malas masak, terutama buat sarapan suami, nasgor jadi pelarian. Caranya kan gampang. Tinggal tumis
bawang merah dan cabai, diaduk sama nasi ditambah sedikit kecap dan garam. Jadi nasgor, paling saya tambahin telor mata sapi.  Suami senang-senang saja.” katanya sembari tersenyum.

Bagi Ratih, dan mungkin kebanyakan orang di berbagai daerah, nasgor seakan menjadi entitas lokal. Ia menyatu dalam keseharian. Meski sekali lagi seperti yang telah disebut di atas, sepanjang bahannya nasi, bumbu dan
digoreng, namanya ya.. nasi goreng dan tetap disukai.

Nasgor Centil

Sesuai dengan tempatnya hidup dan bekembang, nasgor banyak mengalami modifikasi. Baik soal rasa maupun bahan pelengkapnya. Nasi goreng Jawa rasanya lebih manis. Rasa manis itu biasanya berasal dari kecap yang diberi agak banyak. Nasgor ala Jawa Timur-an rasanya sedikit lebih pedas dan sering ditambah sambal petis sebagai pelengkap. Di Padang, nasgor juga dibuat dengan rasa agak pedas ditambah aneka sayuran seperti toge dan sawi yang disiwir-siwir.

Yang paling masif dan tentu menggambarkan pluralitas penikmatnya, adalah di kawasan Jakarta. Boleh dibilang malah, Jakarta adalah surganya pecinta nasgor. Barangkali Cuma menu nasgor saja demikian mendiaspora di
pelosok-pelosok. Mulai dari warung kaki lima di perempatan lampu merah, kedai atau kafe sampai restoran kelas atas.

Oleh karena beragam dan pluralitasnya warga Jakarta itulah, nasgor pun tersedia dengan aneka macam gaya. Gaya lama identk dengan nasgor biasa yang dijual pedagang nasgor keliling atau kaki lima. Sementara nasgor gaya baru umumnya lebih ‘centil’ yakni ditambah pelengkap seperti strawberry atau nanas. Bagaimana mungkin rasa buah-buahan bisa menyatu dalam nasgor? Bisa saja..karena ternyata bukan rasa buah itu yang berusaha menyatu, melainkan rasa nasgornya yang seolah ‘membuka diri’. Jadi perpaduan keduanya menghasilkan rasa baru yang lebih menggigit. Dan tentu saja Maknyus!

Banyak ‘kecentilan’ lain yang ditawarkan nasgor di berbagai restoran atau warung makan. Sekarang tentu tak sulit mencari nasgor sosis, nasgor seafood, nasgor keju, atau nasgor ‘awut-awut’. Nah yang disebut terakhir ini bisa dibilang nasgor eksperimen, karena pembuatnya bereksperimen mencampurkan aneka bahan seperti potongan bakso, sosis, ampela ati, daun sawi yang kemudian di awut-awut bersama nasgor. Rasanya? Bener-bener semrawut! Tapi ueenak…

Nasgor memang disukai aneka kalangan, mulai dari kalangan bawah sampai yang berdasi. Tak heran kalau sampai Presiden Barack Obama saat menelepon presiden SBY bilang, “ Saya kangen nasi goreng…!”