Tak terkira kegembiraan keluarga Mustarjo Tulam di Purwokerto saat menerima sebuah surat pada awal bulan Juni ini. Surat itu dari Marsiyem, anak Mustarjo, yang sudah 11 tahun tak memberi kabar, apalagi pulang kampung. 

Namun, tak ada alamat Marsiyem di Arab Saudi disertakan di surat tersebut. Hanya ada nomor telepon selulernya. Marsiyem pun meminta keluarga segera menelepon jika telah menerima surat tersebut. Keluargapun mengontaknya. Pada 13 Juni lalu, Mustardjo menelepon putrinya yang berusia 33 tahun itu dan tersambung.
Mustardjo menceritakan, Marsiyem dalam keadaan sehat. Marsiyem juga mengatakan pulang pada Agustus nanti atau selama Ramadan. Hanya persoalannya, gaji Marsiyem selama 11 tahun bekerja di keluarga itu belum dibayarkan. 
“Marsiyem njaluk bali. Tapi, urung bisa. Gajine esig disemayani Agustus iki (Marsiyem ingin pulang. Tapi, belum bisa. Gaji Marsiyem masih dijanjikan dibayarkan Agustus 2011 ini),” ungkap Mustarjo yang tidak bisa berbahasa Indonesia itu dalam bahasa Banyumasan. Selama ini Marsiyem memang tak pernah berkabar.
Menurut Arsim, saudara kandung Marsiyem yang mendampingi Mustardjo saat memberikan testimoni di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perisai Kebenaran, Purwokerto, pihak keluarga kini menyerahkan sepenuhnya kepada LBH Perisai Kebenaran untuk mengurus proses pemulangan Marsiyem. 
“Ya, alhamdulillah ada yang membantu. Meski baru menelepon, setidaknya keluarga lega. Namun, kami belum sampai di sini karena kami menginginkan Marsiyem dibayar selama 11 tahun dan pulang dengan kondisi sehat,” terang Arsim.
LBH Perisai Kebenaran pun sudah melayangkan somasi kepada PJTKI PT Avco Jaya Manunggal yang memberangkatkan Marsiyem dan KBRI di Riyadh pada April 2011 lalu. Namun, menurut Ketua LBH Perisai, Sugeng, hingga kini tak ada repons dari pihak-pihak yang disomasi. Somasi kedua juga sudah dikirimkan. 
Sugeng juga menilai telepon dari Marsiyem justru mengindikasikan Pemerintah Indonesia lewat KBRI sangat lemah dalam upaya diplomatik perlindungan TKI. Semestinya, bukan Marsiyem yang memberi kabar ke rumah atau ke orang tuanya, melainkan KBRI. 
Sebenarnya, Arsim pernah mengupayakan kepulangan Marsiyem dengan datang sendiri ke Arab pada April 2008. Ketika itu, didapat kesepakatan yang melibatkan KBRI, majikan, perwakilan PT Avco Jaya Manunggal, dan Marsiyem. Isinya, dalam enam bulan setelah April 2008, Marsiyem dipulangkan dan dipenuhi seluruh haknya. “Tapi, mana, sampai sekarang belum pulang kan? Itu yang akan kita lacak lagi,” kata Sugeng. 
Sugeng memastikan, kalau somasi kedua tetap tak ditanggapi, LBH Perisai Kebenaran akan menggugat pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, dan Dinsosnakertrans Banyumas. Menurut Sugeng, upaya gugatan dilakukan karena pemerintah telah lalai dalam melindungi para tenaga kerja Indonesia. 
Di samping Marsiyem, LBH Perisai Kebenaran menangani satu TKI perempuan lain asal Purwokerto yang hak-haknya juga dihambat yaitu Wahyuningsih itu berasal dari Kalikidang RT 1/5, Desa Kalikidang, Kecamatan Sokaraja. Sejak berangkat pada 2002 dia belum pulang. Padahal, dari hubungan telepon yang dilakukan sang ayah, Hadi Sukamto, 63, sebulan lalu, Wahyuningsih mengutarakan dirinya ingin pulang. 
Sukamto yang kemarin menangis di depan Sugeng mengatakan, keluarganya sudah sangat berharap atas kepulangannya. “Bulan lalu telepon, ingin. Tapi, tidak boleh sama majikannya,” ungkap Sukamto. 
Persoalan gaji anaknya, kata Sukamto, juga belum diketahui apakah sudah dibayar atau belum. Dari data yang masuk di LBH Perisai Kebenaran, Wahyuningsih berangkat pada 4 Oktober 2002. Dia menggunakan jasa PT Titian Hidup Langgeng Jakarta yang sekarang berganti nama menjadi PT Alwa Nusantara Perdana. 
Kontrak pertama kerja enam tahun sejak berangkat pada 2002 sebagai penata laksana rumah tangga. Berarti Wahyuningsih seharusnya sudah pulang pada 2008. 
Wahyuningsih bekerja pada majikan bernama Mahmmud Abu Asida yang beralamat di PO BOX 4308 Madinah, Al Munawarah, Arab Saudi. Keluarga mengaku, Wahyuningsih pernah mengirim uang pada November 2009 untuk membeli hewan Qurban. Tapi, tidak jelas, apakah gajinya selama bekerja di majikan tersebut sudah sepenuhnya dibayar.

LBH Perisai Kebenaran mencatat ada 120 kasus yang melibatkan TKI asal Banyumas di berbagai negara, sekira 70 persen di antaranya di Arab Saudi.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36916

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :