KabariNews – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait atribut Natal yang diafirmasi Polri dengan merujuk fatwa MUI sebagai konsideran Surat Himbauan Kamtibmas adalah kekeliruan institusi penegakan hukum yang memiliki dampak serius pada melemahnya supremas hukum di Indonesia.

“Ketika institusi hukum justru tidak berdiri tegak berdasarkan hukum dan konstitusi maka sesungguhnya prinsip negara hukum yang kita anut sedang dilumpuhkan oleh paham supremasi keagamaan yang sempit dengan tafsir dan klaim kebenaran yang tunggal,” ujar Hendardi, Ketua Setara Institute.

Lanjut Hendardi, sosialisasi fatwa yang dilakukan oleh Forum Pembela Islam (FPI) di Surabaya dengan dikawal Polisi adalah bentuk nyata intimidasi dan ketundukan institusi Polri pada kelompok vigilante yang beroperasi dengan cara melawan hukum. Seharusnya Polisi mencegah dan melarang intimidasi berwajah sosialisasi fatwa.

Penyebaran aksi intoleransi pasca-aksi 212 adalah dampak dari sikap akomodasionis Polri dan elemen negara lainnya pada kelompok intoleran. “Pembiaran berbagai tindakan intoleransi, hate speech dan lainnya sebagainya telah memperkokoh supremasi intoleransi di ruang publik yang semakin destruktif,” sambung Hendardi.

Situasi ini bukan hanya harus dijawab oleh Polri, tetapi juga oleh Presiden Jokowi yang hingga saat ini masih mengutamakan orientasi koeksistensi sosial politik dan keamanan meskipun kemajemukan bangsa dan prinsip negara Indonesia yang dipertaruhkan. (Dessy/Foto:ist)