KabariNews – Pemerintah Indonesia akan sampaikan surat bantahan resmi atas penolakan Amerika Serikat (AS) terhadap minyak sawit Indonesia.Sebelumnya, AS sebut produk sawit Indonesia tidak ramah lingkungan. Bantahan ini menurut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sangat penting karena bisa mengancam kecenderungan kenaikan ekspor kelapa sawit.

Gita menyebut meski AS bukan pasar utama sawit Indonesia, langkah itu dikhawatirkan akan diikuti negara-negara lain. ‘Saya rasa ini penting sekali untuk kita, walaupun volume perdagangan kelapa sawit dengan Amerika Serikat itu tidak terlalu besar, kalau nanti konsekuensinya tidak mencerminkan penanganan yang cermat, ini bisa jadi preseden yang buruk,” kata Gita awal Februari.

Indonesia akan menyampaikan nota keberatan atas penolakan AS ini pada tanggal 27 Februari, bertepatan dengan batas akhir bagi Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada AS”Negara-negara lain bisa mengambil langkah yang sama. (Kalau itu terjadi) dampaknya akan jauh sangat berpengaruh, apalagi dengan catatan volume ekspor produksi sawit akan meningkat dibandingkan tahun lalu,’ papar Gita. Menurut Gita diperkirakan volume ekspor produksi sawit Indonesia pada tahun 2012 ini bisa mencapai di atas 25 juta ton atau meningkat dari 20 juta ton tahun lalu.

Gita mengatakan pihaknya telah bertemu dengan sejumlah pihak guna menyusun surat bantahan tersebut. ‘Kami sudah duduk dengan asosiasi terkait, pengusaha-pengusaha terkait, yang sudah bisa mengumpulkan argumentasi terkait dengan usulan atau tuduhan dari lembaga terkait di Amerika Serikat.”

Gita optimistis surat bantahan Indonesia bisa mematahkan penolakan AS. Optimisme juga datang dari Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan yang mengatakan alasan ilmiah Indonesia akan diterima AS. Selain di AS, Eropa juga pernah menolak produk kelapa sawit Indonesia.

AS menolak produk kelapa sawit Indonesia setelah menerima pengaduan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) yang menyebut biofuel dari kelapa sawit Indonesia tidak memenuhi ketentuan keamanan emisi yang dipatok minimal 25%.