Hubungan antara Pemerintah Pusat Jakarta dengan Kesultanan Yogyakarta
sedikit terusik. Bermula dari ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhyono saat memimpin
rapat kabinet terbatas di Jakarta.

Selain agenda pemerintahan, rapat itu juga membahas tentang Rancangan
Undang- Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Dalam keterangan
pengantarnya presiden menyatakan, nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan.
Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan, baik dengan
konstitusi maupun dengan nilai-nilai demokrasi.

Meski tak menyebut nama, pernyataan ini dinilai ditujukan kepada
Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat. Bisa ditebak, pernyataan itu kemudian
berbuntut polemik.

Presiden dianggap tidak memahami sistem monarki Yogyakarta. Bahkan sebagian kalangan menilai, pernyataan itu
mencerminkan pemerintah pusat tidak menyetujui sistem penunjukan lagsung
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berlaku saat ini.

Namun terlepas dari polemik yang berkembang, hubungan antara
Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintah
RI
telah berlangsung hangat sejak
awal kemerdekaan. Secara formal kenegaraan, hubungan Pemerintah RI-Kesultanan baru
Yogya dimulai pada 5 September 1945 saat Sri Sultan Hamengkubowono IX beramanat
kepada Pemerintah Republik Indonesia pada 5 September 1945.

Berikut isi amanat  5
September 1945 tersebut :

AMANAT SRI PADUKA INGKENG SINUWUN KANGDJENG
SULTAN

Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:

  1. Bahwa Negeri Ngajogjakarta
    Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara
    Republik Indonesia.
  2. Bahwa kami sebagai Kepala
    Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat,
    dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan
    pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada
    ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.
  3. Bahwa perhubungan antara
    Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami
    bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta
Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.

Ngajogjakarta Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945

AMANAT SRI PADUKA KANGDJENG GUSTI PANGERAN
ADIPATI ARIO PAKU ALAM

Kami Paku Alam VIII Kepala Negeri Paku Alaman, Negeri Ngajogjakarta
Hadiningrat menjatakan:

  1. Bahwa Negeri Paku Alaman jang
    bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
  2. Bahwa kami sebagai Kepala
    Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh karena
    itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan
    dalam Negeri Paku Alaman mulai saat ini berada ditangan Kami dan
    kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.
  3. Bahwa perhubungan antara
    Negeri Paku Alaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami
    bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Paku Alaman
mengindahkan Amanat Kami ini.

Paku Alaman, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36012

Untuk

melihat artikel Utama lainnya, Klik
di sini

Klik

di sini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon

beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported

by :