Ajang kreasi para desainer Indonesia Jakarta Fashion Week (JWF) kembali digelar medio November lalu. Acara besar yang digelar oleh Femina Group berlangsung di Pacific Place, Jakarta.

Kali ini JWF mengusung tema ‘Styling Modernity’
. Yakni memadukan corak etnik dengan tata busana modern dan
kontemporer. Hasilnya, beragam busana hasil paduan etnik dan modern yang
begitu mempesona.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo yang membuka acara berharap Jakarta JWF
bukan hanya sebagai wadah untuk memfasilitasi industri tata busana
tanah air, tetapi menjadi ajang kreasi busana yang mapan setidaknya
sampai ke tingkat Asia.

JWF menampilkan 159 desainer dengan 33
merek lokal dan internasional yang tampil dalam 43 pertunjukan sepanjang
satu minggu perhelatan. Selain itu JWF juga
melibatkan sedikitnya 100 model dan enam fotografer terkenal di tanah
air. Ajang ini menjadi wadah untuk memfasilitasi fashion nusantara
termasuk keragaman tekstil tradisional dan kreasi modern.

Modernitas diangkat jadi tema besar, karena karya-karya yang
ditampilkan baik busana muslim, etnik hingga kontemporer diangkat dengan
kesan masa kini.

Pecinta mode dimanjakan dengan banyak karya perancang Indonesia yang
menjadikan kain nusantara seperti batik, tenun, songket dan lainnya
menjadi salah sau busana dengan model yang lebih modern.

Umumnya, bahan kain yang digunakan dalam tata busana ini adalah bahan
baku kain dan kerajinan asesories dari dalam negeri, bahkan kosmetik
sang model juga asli buatan dalam negeri.

Ada ragam jenis koleksi karya busana yang ditampilkan dari
masing-masing perancang busana, mulai dari gaun berkerudung, gaun
pengantin, busana wanita eksekutif, gaun kontemporer, gaun kosmopolitan,
dan lain sebagainya.

‘A Tribute to Kebaya’

‘A Tribute to Kebaya’ ditampilkan pada hari pertama JFW
10/11. Dalam pertunjukan ini dipamerkan bermacam kebaya dari beberapa
desainer papan atas ternama yang berpadu dengan selera modern.

Kebaya merupakan pakaian tradisional masyarakat Indonesia dan erat
kaitannya dengan tradisi Indonesia dan banyak dipakai untuk acara-acara
penting, seperti acara pernikahan.

Wanita modern pada jaman sekarang ini sebagian besar untuk
acara-acara penting selalu menggunakan kebaya, karena dengan kebaya akan
tampil lebih eksklusif, elegan dan sangat feminin.

Desainer-desainer kenamaan Indonesia yang ikut memeriahkan fashion show bertajuk A tribute to kebaya
ini dimeriahkan oleh koleksi Museum Afis Syakur Yogyakarta, Edward
Hutabarat, Lenny Agustin, Musa, Marga Alam, Suzy Lucon, Widi Budimulia,
Fery Sunarto, Raden Sirait, Ari Seputra, Priyo Oktaviano, Ghea
Panggabean, Adjie Notonegoro, Harry Darsono, Anne Avantie dan Ramli.

Kebaya yang ditampilkan nampak berbeda. Pemilihan warna yang lebih
berani, cerah dan sangat menginspirasi. Kebaya semakin cantik dengan
hiasan bebatuan dan manik-manik berkilauan.

Pada awal pertunjukan, ditampilkan video desainer Edward Hutabarat
yang menjelaskan tentang standar desain kebaya, yaitu semua harus
simetris, baik dari panjang kebaya, bentuk leher dan lengan semua bisa
bervariasi. Menurutnya keselarasan, harmonis, kesederhanaan dan
kenyamanan merupakan kunci utama ciri khas dari desainnya.

Semua desainer memiliki ciri khas masing-masing untuk mewakili jati
dirinya. Priyo Oktaviano terinspirasi dengan kebaya khas Bali, Suzy
Lucon terinspirasi dengan kebaya Kutubaru, sedangkan Ghea Panggabean
mengankat gaya hitam Kraton yang anggun dan misterius.

Peragaan busana Muslim


Di hari keempat salah satu rangkaian Fashion Show dari APPMI adalah Peragaan Baju Muslim. Show di buka oleh Irna Mutiara yang mengambil tema koleksi Romantic Return. Irna menginspirasi putri Persia yang elegan dan eksotis di film Prince of Persia
lalu dituang kedalam bentuk rancangan yang berupa gaun panjang dengan
motif print klasik yang dibuat sedikit “cacat” dan memberi kesan masa
kini.

Karya Yuyuk Nurmaisyah menampilkan Garden Luxury. Dalam
rancangannya Yayuk mengangkat kemewahan dunia flora yang bervariasi
warna, bentuk bunga yang eksotis, feminin dan inspiratif sehingga
terlihat lebih menarik.

Najua yanti menampilkan shinning on. Terinspirasi dari
keindahan warna-warna musim panas dan bunga-bungaan yang bermekaran
merona jingga dan daun-daun yang bertebaran dibawah cerah matahari
menghasilkan koleksi dengan style artistik dan eksotik. Mengadaptasi eastern look dan motif soliter tie dye, serta menggunakan bahan-bahan dari negeri tercinta seperti tenun troso.

Nuniek Mawardi menampilkan Aerial Treasure. Terinspirasi
dari sintesa dua budaya masyarakat dataran tinggi yang dipisahkan oleh
laut pasifik yaitu Indian dan suku Sumba di kepulauan Sumbawa Nusa
Tenggara. Nunik banyak menggunakan tenun ikat dengan stilasi flora dan
fauna yang bergaya geometris dan serat ornamen.

Hannie Hananto dengan koleksinya yang bertema Travelodge.
Hannie mencoba melakukan ekspedisi fashion yang menggabungkan antara
motif batik Indonesia dengan motif porselen China sehingga ia
menghasilkan style modern kontemporer

Savitri yang membawakan koleksi bertema Catch Your Eyes. Perpaduan etnik dan feminin dalam sentuhan hand painting, menggunakan material tenun Kalimantan Barat, raw silk dan sifon silk.

Dian Pelangi dengan koleksi Estranged. Terispirasi dari suku Bedouin yang suka mix and match kain-kain dan menghasilkan volume yang ‘too much’ disertai banyak detail dan aksesoris. Menggunakan kain tradisional seperti songket, jumputan dan batik.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36082

Untuk

melihat artikel Mode & Gaya lainnya, Klik

di sini

Klik

di sini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :