KabariNews – Coba tanya tentang Slank sama lima orang anak muda, empat orang diantaranya mesti menjawab tahu dan kenal siapa Slank. Sampai sekarang, Slank mungkin satu-satunya band di tanah air yang punya pengaruh demikian masif dalam budaya pop sebagian anak muda Indonesia (baca: Slankers).

Lihat saja, selain lagu mereka yang diperdengarkan oleh hampir seluruh stasiun radio. Mulai dari stasiun radio kelas mapan dengan penyiar yang gaul dan funky, sampai stasiun radio gelap yang frekuensinya kadang nangkep kadang enggak. Grafiti mereka juga bertebaran dimana-mana, berdampingan dengan Bob Marley atau Che Guevara.

Subkultur Slankers
Slank, dengan segala atributnya telah menjadi subkultur tersendiri dalam budaya pop anak muda, subkultur Slankers! Tentu para Slankers ini bukan seperti penggemar musik kelas retro yang eksklusif, yang biasa nonton penyanyi atau boyband luar negeri dengan tiket seharga ratusan ribu. Atau berteriak-teriak bangga saat penyanyi pujaan ngomong sepatah kata Bahasa Indonesia, meski  itu buat menyenangkan penonton doang.

Generasi Biru, Slank

Para Slankers umumnya bertipikal cuek, sedikit bangor, slenge’an, tapi cinta damai. Mereka juga memegang prinsip, gak mau beli kalau enggak ada yang ngejual, yang artinya kurang lebih tak mau cari gara-gara. Dan kenyataannya konser-konser Slank memang jauh dari kerusuhan. Meski digelar di kota yang rawan keamanan seperti
Dili, Timor-Timur.

Dan ketika itu terjadi, berarti Slank bukan saja berhasil menjual lagu dalam arti komersil sebenarnya, Tapi juga berhasil mengajak para Slankers kepada nilai-nilai yang universal yang mereka namakan Peace, Love, Unity and Respect (PLUR).

Generasi Biru
Merayakan 25 tahun perjalanan musik Slank, grup band pop rock yang diawaki Kaka (vokal), Bimbim (drum), Ivanka (bass), Abdee (gitar), dan Ridho (gitar) ini meluncurkan film pertama mereka berjudul “Generasi Biru” pada Rabu (11/02) di Jakarta.

Film ini disutradrai tiga orang sekaligus, yakni Garin Nugroho (Cinta dalam Sepotong Roti, Opera Jawa), John de Rantau (Denias) dan Dosy Omar. Film yang syutingnya dilakukan di sebuah gedung tua di Kawasan Kota Tua, Glodok ini, menampilkan para personil Slank sebagai aktornya. Bersama Nadine Chandrawinata sebagai Queen ditengah para kumbang—mengutip pernyataan Garin—para personil Slank tampak tak canggung berekspresi didepan kamera seluloid.

Generasi Biru, Slank

Tak kurang lima belas lagu Slank dijejalkan di film ini. Dan lebih dari delapan puluh persen isi film dipenuhi tarian dan nyanyian. Beberapa lagu diantaranya dibarengi tarian simbolik yang teatrikal garapan koreographer Eko Supriyanto. Sementara lagu lain digambarkan berupa animasi atau footage kerusuhan Mei. Bahkan pada lagu “Gosiip Jalanan” digarap dengan sedikit nakal,  berupa animasi dua orang tengah mengobark-abrik dan mengejar “tikus” di sebuah gedung di Senayan. Seperti diberitakan, lagu “Gosiip Jalanan“ ini sempat memancing reaksi keras dari anggota DPR. Tapi begitulah cara Slank mengkritisi. Nakal dan slenge’an.

Menurut Garin, film yang menghabiskan dana 5 milyar ini, menggunakan bentuk pendekatan aneka rupa demi mempresentasikan perasaan dari karakter Slank dan para Slankers tentang keindonesiaan.

Meski berupa tarian dan nyanyian, secara dalam memang terlihat kegelisahan Slank terhadap negeri ini. Slank banyak bertutur tentang keprihatinan mereka, terhadap kasus penculikan atau penghilangan orang misalnya. Kegelisahan itu begitu gamblang, seperti dalam adegan lagu “Missing Person” yang menampilkan foto-foto seperti Munir, Wiji Thukul dan orang-orang yang sampai kini tak diketahui keberadaannnya pasca kerusuhan Juni 1996. Tak memulu mengkritik, dalam film ini Garin juga menyisipkan lagu Slank berjudul, “Lo Harus Grak” dan “Slank Dance” yang mengantar pesan agar kita selalu siap dan berani keluar menghadapi dunia.

Generasi Biru, Slank

Film ini tak berdialog, penonton disuguhi lagu demi lagu. Garin mengaku sempat stress bagaimana membangun plot cerita film ini. Karena menyambungkan satu lagu dengan lagu lainnya supaya terbangun cerita bukan perkara gampang.
Tapi jika jeli, lagu demi lagu itu ternyata mempresentasikan sebuah alur cerita. Yang klimaksnya pada lagu “Pulau Biru”.

Perlu dicatat, selain adegan teatrikal yang lumayan mengena, Garin cukup sukses mengatur scoring lagu. Dari sekian banyak lagu Slank, Garin piawai mengatur lagu-lagu mana saja yang dipakai. Maka tak heran, lagu-lagu hits Slank seperti “Kupu-Kupu Liarku” dan “Kamu Harus Pulang” masuk scoring. Meski lawas, tapi masih enak didengar.