KabariNews – Nama perempuan ini cukup dikenal sebagai politisi mapan. Empat periode duduk di parlemen tentu menjadi jaminan. Marwah Daud Ibrahim, istri dari Ibrahim Taju ini memang bukan perempuan sembarang dalam arti sebenar-benarnya. Lintasan hidupnya begitu berliku, dari seorang bocah di desa kecil di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, menjadi seorang perempuan politisi yang energinya sungguh luar biasa.

Marwah lahir di Takalala, Sopeng, Sulawesi Selatan, 8 November 1956. Dia anak kedua dari 8 bersaudara pasangan Muhammad Daud dan Siti Rahman Indang. Ayahandanya, Muhammad Daud adalah guru Sekolah Dasar. Sementara Ibunya mengurus rumah tangga. Sejak kecil Marwah bercita-cita ingin melihat dunia, ingin melihat ada apa dibalik horizon yang membentang itu.

“Saya dibesarkan oleh keluarga yang menyadari betul pentingnya pendidikan. Setelah lulus SD, SMP dan SPG (Sekolah Pendidikan Guru), keinginan untuk kuliah semakin besar, “ katanya membuka percakapan. Marwah kemudian diterima di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar.

Saking ngebetnya ingin kuliah, tapi tidak ada biaya, Marwah sampai harus meyakinkan orangtuanya agar meyediakan uang masuknya saja, uang kuliah nanti bisa dia usahakan sendiri. Beruntung setelah masuk Unhas, Marwah malah mendapat beasiswa.

Kesulitan tidak ada biaya ternyata bukan terjadi sekali saja. Tahun 1979 saat berangkat ke Amerika untuk mengambil “non degree” di Philadelphia, Pennsylvania, Marwah pun menumpang pesawat terbang termurah yang transit di Malaysia, India, Dubai, Yunani, Praha, dan tiba di New York. Bekal uang yang dibawa pun hanya cukup untuk satu semester. Tapi Tuhan selalu memberi jalan bagi orang-orang yang memiliki kemauan. Selama di AS, Marwah banyak mendapat bantuan dari para diplomat Indonesia di AS dan teman-teman kuliahnya. Ia juga bekerja sambilan di universitas tempat dia belajar. Dan sempat mengasuh majalah terbitan kedutaan RI, Caraka Media.

Kesulitan biaya saat kuliah di Amrik kerap ia temui, tapi berkat kecerdasan otaknya, Marwah berhasil meyelesaikan S-2 dan S-3 di Amrik dengan bantuan beasiswa. Praktis, sejak kuliah dari strata satu hingga strata tiga, Marwah tak mengeluarkan biaya kuliah karena mendapat beasiswa.

Pulang Kampung

“Saatnya kembali ke Indonesia dan berbakti pada negara,” barangkali itu yang ada di benak Marwah saat itu. Jika tidak, Marwah tentu memilih menetap di AS dengan tawaran pekerjaan berlimpah. Tapi Marwah memilih pulang ke Indonesia usai menyelasaikan S-3 di Washington University. Tahun 1989 Marwah bergabung di BPPT, ia lalu mulai menuangkan pemikiran-pemikirannya. Termasuk betapa pentingnya melakukan sosialisasi peran Iptek dalam pengembangan masyarakat dan kemajuan peradaban. Dia pun mengajak Eros Djarot, Christine Hakim, Emha Ainun Nadjib untuk dialog budaya dan teknologi di BPPT. Kemudian bersama koleganya Drs. Makmur Makka dan Dr. Wardiman Djojonegoro melakukan program berkeliling ke pesantren untuk mensosialisasikan peran iptek di dunia pesantren.

Tahun 1989 bersama teman-temannya, Marwah mengadakan simposium yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI). Akhirnya setelah bekerja keras tanpa lelah, tahun 1990 berdirilah ICMI yang pertama kali diketuai BJ. Habibie. Dan Marwah, perempuan yang penuh energi ini adalah satu pendirinya.

Tahun 1992 setelah melalui perenungan, Marwah menjadi Caleg Partai Golkar dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan. Tahun itu pula ia langsung terpilih dan menjadi anggota parlemen. Bukan saja duduk di parlemen, Marwah menjadi salah satu petinggi Golkar yang disegani. Tahun 1998 Marwah dalam Munaslub Partai Golkar terpilih menjadi salah seorang ketua DPP Partai Golkar di bawah pimpinan Akbar Tandjung. Ia kemudian menjadi salah seorang yang memegang peran penting dalam proses reformasi. Marwah Ketua Panitia Ad hoc, yang melalui ketukan palu di tangannya amandemen UUD 1945 dilakukan, yang memungkinkan adanya demokratisasi dengan pembatasan dua kali masa jabatan presiden, pemilihan presiden/wapres dan kepala daerah langsung dan pemberian otonomi luas kepada daerah. Marwah juga gigih berjuang dalam penetapan minimal 20 APBN untuk pendidikan dan kuota minimal 30 perempuan di lembaga legislatif di semua tingkatan.

Tahun 2003 Marwah dengan surat dukungan masyarakat terbanyak, ikut konvensi Calon Presiden (Capres) Partai Golkar yang dimenangkan Wiranto. Marwah lalu diminta menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) Gus Dur, pencalonan mereka ditolak KPU. Tahun 2004 Marwah menjadi calon Ketua Umum Partai Golkar dalam Munas di Bali yang dimenangkan oleh Jusuf Kalla.

Nusantara Jaya 2045

Sekarang Marwah sibuk membangun proyek yang bernama Nusantara Jaya 2045. “Ini proyek masa depan, goalnya, supaya Indonesia menjadi negara yang berjaya bukan saja di tingkat Asia, tapi juga dunia.” katanya dalam wawancara yang berlangsung di kantornya di daerah Pasar Minggu, Jakarta.
“Kami berupaya mengajak masyarakat untuk mengubah paradigma lama menuju paradigma baru, dan itu perlu waktu. Tahun 2045 bertepatan dengan 100 tahun proklamasi kemerdekaan. Sehingga perlu dilakukan mulai dari sekarang. Manfaatnya untuk anak cucu kita kelak.” paparnya.
Beberapa program yang telah dilaksanakan adalah, memberikan pelatihan dan pemberdayaan masyarakat miskin. Marwah mengungkapkan, program jangka pendek proyek ini adalah memacu pendapatan keluarga Indonesia menjadi lima juta rupiah per bulan.

Bincang-bincang lebih lengkap dengan Marwah Daud, termasuk soal suara perempuan di parlemen, Nusantara Jaya 2045 Jaya, serta keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden alternatif  simak video di bawah ini