KabariNews – Mencari masakan khas Jawa, memang tak sulit. Banyak resto atau warung yang menyediakannya. Salah satunya Dapur Solo. Rumah makan yang terletak di kawasan Sunter ini menyajikan aneka makanan khas Solo yang boleh dibilang komplit dan dengan rasa yang mantap.

Cerita restoran ini dimulai pada 1986 dari sebuah garasi yang hanya menjual rujak dan es juice. Kala itu, Ibu Swandani mengaku bermodal 100 ribu rupiah. Baru sekitar tahun 1997 saat krisis moneter menerpa, ia justru melihat pangsa pasar masakan tradisional sangat terbuka, dari situlah ia berangkat membawa kedai yang awalnya di garasi ke tempat yang lebih besar dan bisa dilihat orang. Berbeda dengan tampilan restoran tradisional lain yang biasanya ber interior tradisional juga, Dapur Solo menyajikan desain ruangan yang minimalis dan modern, Swan mencoba menyajikan kesan nyaman dan tidak biasa, “Kalo biasanya restoran tradisional pasti desainnya tradisional, nah saya mau yang beda, sederhana namun elegant dengan modern minimalis, mengikuti tren yang ada, jadi kalo seandainya 5 tahun lagi trennya beda, mungkin saya akan ubah menurut tren nanti”, paparnya pada Kabari.

“Dalam berbisnis makanan, saya merasa harus membuat spesifikasi. Akhirnya, muncul ide untuk membuat makanan tradisional Jawa. Di sisi lain, kehadiran Dapur Solo merupakan penyegar di tengah-tengah kejenuhan masyarakat akan junk food, sekaligus pembelajaran bagi anak-anak muda zaman sekarang yang tidak lagi mengenal makanan tradisional, terutama dari Solo, seperti Urap, Bothok, Selat, Nasi Langgi dan sebagainya,” kata Ibu Swandani lagi.

Icip-icip Dapur Solo

Selat Solo

Masakan khas Kota Solo ini belakangan merambah ke Jakarta, dan menyajikan menu rasa kampung halaman. Kata Selat mengingatkan pada salad dan steak atau biefstuk. Selat, konon asal katanya dari Salad yang kemudian diucap selat. Demikian juga biefstuk yang dilafalkan menjadi bistik.

”Orang sini (Jakarta) ternyata suka Selat Solo karena rasanya gak enek. Selat memang untuk seger–segeran, rasanya juga dimodifikasi agar bisa diterima masyarakat luas, tapi tidak menghilangkan rasa yang sudah menjadi ciri khasnya. Selat Solo juga merupakan healthy food, baik dimakan bagi yang sedang berdiet”, kata Bu Swan panggilan akrabnya.

Rasa yang segar itu datang dari paduan rasa manis dan asam dari selat solo. Rasa manis datang dari kuah berwarna cokelat menyerupai semur. Sedangkan rasa asam dari mustard yang berwarna kuning. Sejumput mustard biasanya diletakkan di bagian pinggir piring yang berisi sayur dan daging. Setelah mustard tercampur dengan kuah, barulah rasa manis, asam, dan gurihnya Selat Solo muncul. Bahan lain dari Selat Solo hampir menyerupai salad. Jika salad berbahan utamanya sayur–mayur atau buah–buahan yang diberi saus dengan berbagai variasi rasa, dalam Selat Solo terdapat buncis, wortel rebus, irisan acar timun, kentang rebus, kentang kering, irisan tomat segar dan beberapa lembar daun selada.

Kemudian masih ditambah potongan daging sapi khas dalam dan telur ayam pindang. Sebagai pelengkap kemudian ditambahkan irisan tipis bawang merah sebagai penyegar. Setelah itu baru disiram kuah. Mustardnya sendiri terbuat dari mayonaise, kentang, kuning telur rebus atau terigu. Sebelumnya bumbu-bumbu dalam adonan mayonaise juga sudah dibuat sedemikian rupa sehingga mempengaruhi rasa Selat Solo. Meski hanya sejumput mustrad , pengaruhnya penting pada rasa Selat Solo.

Konon, meski namanya Selat Solo, masakan ini sebenarnya merupakan adaptasi dari bistik versi para nyonya dan noni Belanda di masa kolonial, bukan salad seperti yang biasa muncul dalam menu makanan Barat. Biasanya pada jaman kolonial dulu, Selat Solo dimakan pada antara setelah makan siang sampai saat makan malam. Sebab Selat Solo memang dimakan untuk digado (tidak menggunakan nasi-red), jadi hanya untuk makanan selingan saja.

Nasi Langgi

Pernah coba Nasi Langgi? Jika belum, tak ada salah mencoba Nasi Langgi. Bentuknya kerucut, lauknya komplit, persis seperti nasi tumpeng, yang biasa ada untuk bancakan (selamatan-red), tapi ukurannya lebih kecil.

Nasi Langgi ada yang terbuat dari nasi putih atau kuning, tergantung selera. Lauknya pun macam-macam dan semuanya nampak lezat. Biasanya berisikan, ayam goreng, abon sapi, serundeng, sambel goreng kentang ati, kering kentang asam manis, irisan dadar telur, teri daging (rendang Jawa), sambal, kerupuk udang, dan tidak lupa dengan garnis yaitu selada, timun dan tomat.

Nasinya sendiri sama dengan nasi biasa. Bedanya memakai air santan ketika dimasak. Penggunaan air santan benar-benar membuat rasa nasi menjadi lebih lezat dan gurih. Ditambah lauk-pauknya yang beragam. Tapi jika tidak suka dengan nasi gurih atau yang sudah dibumbui, Nasi Langgi juga bisa dinikmati dengan nasi putih biasa, pokoknya tergantung selera.

Meski berasal dari Jawa Tengah, nasi ini ternyata tidak hanya digemari oleh masyarakat asalnya saja, terbukti banyak rumah makan yang saat ini menyediakannya. Masyarakat Jakarta pun sudah mulai terbiasa dengan sajian masakan khas Jawa Tengah ini. Dengan sedikit modifikasi, semua orang dari daerah manapun, dapat menikmatinya tanpa mengurangi rasa khas masakan tersebut.

Es Oyen

Sebagai minuman pelengkap, es ini rasanya memang mantap. Selain segar, kaya akan buah yang makin menambah rasa nikmat. Es ini mirip seperti es teler atau es campur. Bahan dasarnya buah-buahan seperti Alpukat, Kelapa Muda, Nangka, Rumput Laut, es serut, susu, juga sirup untuk pemanis. Bedanya Es Oyen memiliki tambahan Pacar Cina dan buah Atep (kolang-kaling) yang memberi warna berbeda dan rasa yang makin nikmat. Sebutan Oyen sendiri ternyata diambil dari julukannya saat menikmati es kaya buah ini “oooh yang enak”,jadilah disebut Es Oyen. Hanya dengan merogoh kocek sembilan ribu rupiah, sudah bisa merasakan dashyatnya rasa Es Oyen ini. Rasa manis alami dari buah-buahannya tentu membuat makan siang menjadi sempurna. Segeer.. (pipit)