Kabut-asap-Riau-Aji-WData World Resources Institute (WRI) yang memetakan lokasi titik api Riau selama 20 Februari – 12 Maret 2014 dengan bantuan Active Fire Data milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengungkapkan bahwa kabut asap di Riau kali ini lebih parah dari tahun 2013 yang lalu. Sejak 20 Februari hingga 11 Maret 2014, ditemukan 3.101 titik api di Pulau Sumatera. Jumlah tersebut melebihi periode 13 Juni hingga 30 Juni 2013 lalu yang sebanyak 2.643 titik api.

Mahalnya biaya buka lahan dan pembersihan lahan gambut menjadikan pembakaran hutan relatif lebih ekonomis dan menjadi alternatif yang dipilih perusahaan pemilik izin usaha di lahan gambut di Riau. Badan Pusat Statistik (BPS) Riau mencatat, jumlah lahan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 mencapai 2.372.402 hektare atau seperempat dari luas wilayah Riau. Jumlah tersebut mungkin telah bertambah pada 2014.

Alih-alih melakukan review dan mengaudit lingkungan perusahaan-perusahaan tersebut, Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan setuju dengan perintah Kapolri Jenderal Sutarman dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk tembak mati pembakar hutan. Di beberapa pernyataannya Menteri Kehutanan juga berharap yang ditangkap atau ditembak mati bukan hanya pelaku pembakaran, tetapi juga cukong-cukong yang berada di belakang mereka. Saat ini pembakaran lahan dan hutan untuk membuka kebun sawit terus bertambah di Riau, di mana diduga ada tambahan 1 juta hektare kebun sawit tanpa ijin.

Dalam rilisnya (21/3), Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum WALHI, Muhnur Satyahaprabu menyatakan, “Kesalahan fundamental Menteri Kehutanan adalah ketidakfahamannya tentang apa dan bagaimana pembakaran hutan dan lahan ini terjadi. Kesalahan kedua adalah membiarkan penjahat lingkungan sebenarnya, yaitu korporasi-korporasi pemegang izin pengelolaan hutan dan lahan, terus mendapatkan izin pengelolaan hutan dan lahan. Harus ada hukuman bagi penjahat-korporasi (corporate criminal) yang membuat efek jera, jangan masyarakat terus yang disalahkan.”

WALHI juga menyoroti tentang peran korporasi besar di balik rusaknya hutan dan kebun di propinsi Riau. Manager Kampanye Hutan dan Kebun Skala Besar WALHI, Zenzi Suhadi, menyatakan,”Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau bukan bencana, tapi kejahatan terencana yang mengakibatkan dampak yang luar biasa. Ini karena pemerintah mengeluarkan izin perkebunan skala besar seperti kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI).”

Zenzi menambahkan,“Untuk menghentikan bencana asap tahunan di Sumatera dan wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang luar biasa juga dalam menangani masalah ini. Perusahaan-perusahaan seperti APRIL Group dan APP Group izinnya harus dievaluasi, kalau perlu dicabut, karena bencana asap yang “dikontribusikan” kepada rakyat Riau.”

Perintah tembak di tempat juga ditanggapi negatif oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Samsul Munir, yang menyatakan,”Perintah ini bertentangan dengan peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian”. Perintah tanpa proses hukum adalah pelanggaran hak asasi serius karena mengabaikan proses hukum. “Jangan sampai perintah tembak di tempat ini malah menimbulkan persoalan baru terhadap penegakan hukum dan pelanggaran HAM,” tambah Munir. (1009)

Untuk share artikel ini klik www.kabariNews.com/?62602

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Asuransi Kesehatan

 

 

 

 

 

Kabaristore150x100-3