Dari Hasil Pertemuan dengan pihak KBRI Washington membahas Kaburnya 4 Orang Staf Rumah Tangga Wisma Dubes RI

Bersama ini kami dari organisasi KBRI Watch mengeluarkan press release atas hasil pertemuan kami dengan tiga orang diplomat KBRI – dipimpin Kepala Bidang Penerangan Heru Subolo — yang ditunjuk untuk mewakili Duta Besar LBBP Republik Indonesia di Amerika, Dr. Dino Patti Djalal.

Pertemuan aktivis KBRI Watch dan pihak KBRI dilaksanakan hari Rabu malam (13/4) di KBRI Washington DC, guna membahas concerns dan pengaduan anggota masyarakat Indonesia di Washington DC area, utamanya terkait “kabur”-nya empat orang staf rumah tangga di Wisma Duta Besar Indonesia di Washington, DC.

Dengan masuknya pengaduan dan laporan masyarakat melalui e-mail KBRI Watch atas “hilang”nya empat orang staf RT di Wisma Dubes tersebut, kelompok KBRI Watch telah mengirimkan surat resmi kepada KBRI (cq Duta Besar) tertanggal 10 April meminta penjelasan perihal kasus larinya para Staf RT tersebut. Surat tersebut juga kami lampirkan setelah press release ini.

Dari pertemuan ini, kami mendapatkan beberapa penjelasan sebagai berikut:

(1) Pihak KBRI menyesalkan kenapa berita ini lebih dahulu “bocor” kepada media, sehingga membuat permasalahannya menjadi lebih kompleks. Kami dari KBRI Watch menjawab bahwa dengan adanya keterbukaan informasi melalui Facebook dan sebagainya sangat sulit untuk menutupi informasi yang sudah menyebar di kalangan masyarakat. Kami dari KBRI Watch dan KBRI sepakat bahwa di masa depan perlu dibangun komunikasi yang lebih baik dan konstruktif, meski kedua pihak tetap berbeda pandangan mengenai fungsi dan peran masing-masing. KBRI Watch menegaskan bahwa kami tetap akan menjadi mitra kritis KBRI, dan menjadi “penyambung lidah” adanya laporan dan pengaduan oleh masyarakat, seperti yang terjadi dengan kaburnya staf RT di Wisma Dubes.

(2) Pihak KBRI dan KBRI Watch sependapat bahwa masalah keselamatan Staf RT yang kabur

Wisma Dubes harus menjadi concern seluruh anggota masyarakat Indonesia, karena
banyak kasus para staf yang lari akhirnya menjadi korban human trafficking.

Seorang diplomat dari bidang konsuler juga memberi informasi bahwa kasus 3 (tiga)
staf rumah tangga yang kabur sebelumnya sudah dilaporkan ke pemerintah AS melalui
Department of State karena mereka dianggap menyalahi kontrak, sedangkan staf rumah
tangga ke-4 yang terakhir kabur (yang bekerja sebagai babby sitter) masih terus dicari.
Menurut diplomat ini ke-3 staf RT wisma Dubes yang kabur lebih dahulu paspornya juga
telah dicabut (di-revoke) oleh pihak KBRI.

Untuk staf RT yang ke-4 yang kabur terakhir, diplomat bidang konsuler ini juga
menegaskan bahwa KBRI siap “menempuh segala cara” untuk menemukannya. Ini karena si baby sitter ini kabarnya sudah cukup lama ikut keluarga Dubes Dino Djalal (lebih dari tujuh tahun). Bahkan kata diplomat ini: Kalau perlu KBRI siap “ancur-ancuran” untuk menemukan staf yang satu ini. KBRI Watch sendiri terkejut dan sangat menyesalkan dalam pertemuan resmi ini seharusnya tidak perlu dikeluarkan pernyataan yang sifatnya mengancam atau menunjukkan sikap emosional, karena kami yakin ucapan diplomat tersebut pasti tidak mencerminkan kebijakan yang dilakukan atau yang akan ditempuh KBRI selaku perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri.

(3) Selanjutnya, pihak KBRI tetap berpandangan bahwa permasalahan staf rumah tangga
di Wisma Tilden adalah “permasalahan internal” antara Duta Besar dengan Staf yang
bersangkutan, karena sebelum berangkat mereka para Staf RT itu sudah menandatangani
kontrak kerja (Note: seluruhnya ada 8 orang staf yang dibawa Duta Besar Dino Djalal dari Indonesia) ditambah setidaknya dua staf lama di Wisma Tilden dan pengemudi/sopir yang juga disediakan KBRI.

KBRI Watch mengemukakan concern bahwa persoalan ini tidak lagi “hanya” menjadi
persoalan internal keluarga Dubes, bila masyarakat sudah menanyakan dan melaporkan
pengaduan mengenai mengapa jumlah staf rumah tangga yang dibawa terlalu besar, dari
mana mereka digaji, dan bahkan menanyakan kenapa sampai para Staf RT itu sampai
mengambil resiko “melarikan diri” dari majikannya? Apakah ada perlakuan yang kurang
semestinya atau gaji yang terlalu rendah? Tentu semua pertanyaan ini tidak terjawab karena pihak KBRI bersikukuh bahwa ini adalah permasalah internal.

(4) Pihak KBRI Watch menanyakan apakah benar pihak KBRI hanya membayar 2 (dua) staf RT dengan dana anggaran (APBN), karena menurut perhitungan kami setidaknya ada 10 orang, ditambah seorang sopir yang bekerja untuk keluarga Duta Besar. KBRI Watch menerima informasi ini dari salah seorang diplomat senior, namun seorang diplomat dalam pertemuan menyatakan bahwa jatah staf RT seorang Duta Besar RI adalah 3 (tiga) orang, sedangkan 2 (dua) orang adalah untuk Wakil Dubes atau DCM (Deputy Chief of Mission). Pihak KBRI mengatakan bahwa urusan Staf RT lainnya yang di luar tanggungan KBRI adalah urusan Kami dari KBRI Watch sempat mengemukakan concern apakah dengan jumlah staf RT yang terlalu banyak, yang di luar tanggungan negara, penggajian para staf RT dari dana pribadi Duta Besar itu tidak memberatkan keluarga Duta Besar?

Menurut perhitungan kasar kami, penggajian staf yang di luar tanggungan KBRI bisa
memakan biaya sekitar 5.000 dolar AS lebih per bulan, yang tentunya harus ditanggung dari kantong pribadi keluarga Duta Besar. Jumlah ini menurut pandangan kami merupakan suatu jumlah pengeluaran yang cukup besar, meskipun itu ditanggung oleh seorang Duta Besar sekalipun, sehingga jarang kami temui pejabat selevel Menteri di AS yang mempunyai staf RT sebanyak itu. Apalagi seorang Duta Besar dari negara berkembang seperti Indonesia yang anggarannya tentu serba terbatas. Ini pula yang menjadi pengaduan dan keluhan anggota masyarakat yang masuk kepada KBRI Watch.

Oleh karena itu, KBRI Watch juga sempat menanyakan seberapa besar gaji (tunjangan) yang diterima Duta Besar per bulan sehingga mampu membiayai semua staf RT itu?
Pertanyaan ini tidak terjawab dan KW diminta langsung menanyakan ke Departemen
Keuangan yang mempunyai daftar gaji/tunjangan Duta Besar/Kepala Perwakilan Luar
Negeri. Mengenai kekawatiran KW soal gaji sedikitnya 6 (enam) staf rumah tangga di
Tilden, sekali lagi menurut KBRI itu – sekali lagi — adalah persoalan internal keluarga Duta Besar, dan bukan persoalan masyarakat.

(6) Terakhir mengenai pembiayaan bagi kegiatan/program KBRI, khususnya acara pemecahan rekor Guinnes Book dengan 5.000 angklung, menurut KBRI memang bisa saja KBRI mencari sponsor untuk membiayai program/kegiatan itu, namun perlu diketahui bahwa pemasukan dari sponsor tidak bisa masuk ke kas KBRI namun harus dikelola oleh organisasi atau badan hokum di Amerika yang ditunjuk menjadi pelaksana atau koordinator program/ kegiatan tersebut. Dan ini memang sering dilakukan KBRI mengingat anggaran program yang disediakan APBN tidak cukup banyak untuk membiayai seluruh kegiatan/program, khususnya yang terkait promosi budaya, di Amerika Serikat.

Demikian press release dari KBRI Watch terkait laporan dan pengaduan masyarakat mengenai kaburnya Staf RT di Wisma Dubes. Memang masih banyak perbedaan pandang KBRI Watch yang menjalankan hak kami sebagai warganegara untuk meminta transparansi informasi badan publik, dengan pihak KBRI sebagai lembaga publik. Menurut KBRI, belum semua lembaga publik atau pejabat publik sudah siap dengan penerapan UU 14/2008 mengenai keterbukaan informasi publik terutama mengenai mekanismenya seperti apa.

Pada intinya KBRI Watch tetap berpendapat bahwa meminta informasi dari badan dan pejabat publik (yang bukan bersifat rahasia negara) adalah hak setiap warganegara, yang harus dihargai dalam rangka ikut melakukan pengawasan atas kinerja badan publik dan pengawasan atas penggunaan anggaran negara.

KBRI Watch juga menegaskan agar sikap kritis KBRI Watch terhadap KBRI sebagai lembaga atau pejabat KBRI jangan ditafsirkan sebagai sikap untuk menjatuhkan dan dinilai dari sudut pandang negatif. Kami mendengar kabar burung (desas-desus) bahwa KBRI Watch dicurigai melakukan “konspirasi politik” untuk menjatuhkan Duta Besar, yang tentunya suatu tuduhan yang sangat-sangat menggelikan. Kami dari KBRI Watch menilai bahwa tuduhan itu sengaja dilontarkan sebagai upaya untuk mendiskreditkan niat dan tujuan mulia KBRI Watch dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja KBRI dan kantor perwakilan RI di AS.

KBRI Watch sendiri sudah menegaskan dan berkomitmen akan selalu menjadi lembaga
Watchdog yang non-partisan dan tidak terikat oleh kepentingan politik tertentu (meskipun secara individu para aktivis KBRI Watch tetap bebas untuk berpolitik praktis).

Demikian yang dapat kami sampaikan dari hasil pertemuan dengan pihak KBRI, Rabu malam tanggal 13 April 2011.

Hormat kami,

(Tertanda)

Irwan Rosyadi
Koordinator

HP: +1-202-468-2635
e-mail: kbriwatch@yahoo.com
twitter.com/kbriwatch
Facebook.com KBRI Watch page

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36619

Untuk Melihat artikel Amerika / KBRI-KJRI lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :