Pernah melihat gambar hamparan sawah yang indah berundak di postcard atau internet? Banyak sawah berundak di Bali, namun Jatiluwih yang paling tenar di dunia.

Bagaikan permadani hijau yang terhampar luas. Jatiluwih merupakan
potret budaya dan alam Bali yang bersatu padu. Jatiluwih tenar di dunia
karena panorama sawah berundak khas Bali. Wisatawan asing mengenalnya
sebagai Balinese rice terrace. Letaknya di kecamatan Penebel,
Kabupaten Tabanan dapat dicapai sekitar 2 jam dari Den Pasar arah ke
utara. Hawanya sejuk sekitar 17 derajat celcius, karena daerah itu berada di daratan tinggi gunung Batukaru.

Selain memiliki Tanah Lot, kabupaten ‘sunyi’ itu memang adalah
kantong penghasil beras bagi Bali. Di Jatiluwih terdapat sawah yang
luasnya lebih dari empat ratus hektar. Penebel merupakan salah satu
daerah di Bali yang bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan.
Diantara komoditi yang dihasilkan adalah beras merah. Karena permintaan
masyarakat, petani di daerah itu juga mengembangkan beras organik.

“Para investor bidang pertanian lebih memilih Sulawesi atau
Kalimantan untuk investasi bidang pertanian karena tanah di Bali mahal,”
kata Nyoman Suwirya Patra, Kepala Badan Penanaman Modal Bali.

Karena itu pihak berwenang menganjurkan para petani untuk menanam
padi organik. Selain lebih mahal, juga banyak permintaan sangat tinggi
dari hotel dan restoran.

Keunikan lainnya adalah sistem irigasi yang dipakai untuk mengairi
persawahan . Sama seperti di daerah lain di Bali, sawah-sawah
menggunakan Subak. Subak merupakan organisasi petani yang mengelola
saluran air untuk mengairi persawahan. Sistem ini digunakan masyarakat
Bali secara turun temurun. Sarat dengan tradisi gotong royong dan
kekeluargaan.

Subak pun kental dengan upacara keagamaan mulai saat masa menabur
benih hingga padi disimpan di lumbung. Mungkin juga ada sawah berundak
di daerah-daerah lain di Indonesia. Namun, hanya di sawah-sawah khas
Bali, ditemukan tempat pemujaan Dewi Sri yang merupakan simbol
kesuburan.

Karena keunikan paduan alam, pertanian, dan budaya Bali yang kental, Jatiluwih masuk dalam nominasi warisan dunia UNESCO.
Bila ke sana, harus dilalui jalanan berkelok menembus gunung. Sepanjang
perjalanan, akan dilewati pohon-pohon rindang khas hutan di
pegununungan, rumah-rumah tradisional Bali, hingga pura desa. Suasana
pedesaan khas Bali yang memikat.

“Inilah Bali yang sebenarnya. Sangat berbeda dengan Kuta, tempat saya
menginap. Sawah di Jatiluwih benar-benar menakjubkan,” ungkap Hannes,
wisatawan asal Jerman yang sibuk berfoto di tengah sawah Jatiluwih.
Sesuai namanya, ‘jati’ yang berarti ‘benar-benar’, dan ‘luwih’ bermakna
‘indah’, Jatiluwih mampu menyihir wisatawan dengan panorama yang
benar-benar indah.

Kita bisa turun ke pematang sawah dan berjalan-jalan berkeliling
sawah. Pagi hari merupakan waktu yang cocok untuk melakukan “trekking”
di sawah-sawah Jatiluwih. Menjelang siang hari, sering kali kabut mulai
turun. Usai puas melihat panorama sawah, kita bisa makan siang di
wantilan. Wantilan adalah tempat berkumpul sebagai area pandang ke
persawahan.

Jatiluwih tak jauh dari Bedugul. Desa sunyi yang nyaman dan dingin
itu menyuguhkan danau, kebun bunga dan buah yang luar biasa luasnya.
Hampir 320 spesies anggrek dan 520 tanaman lainnya dikembangkan di sana.

Tak jauh dari situ juga ada tempat berbelanja aneka sayur, buah
dan bunga di Pasar Candi Kuning. Para petani sekitar, memasok hasil
tanamannya ke pasar ini selain ke Denpasar dan Nusa Dua.

Di dua desa ini, kita akan menikmati sesuatu yang alami dari Bali. Jauh dari gegap gempita lampu disko dan remang-remang pub. Jadi, bila ingin menenteramkan hati dan mata, pergilah ke Jatiluwih, Bedugul dan Batukaru.
Sepulang dari sana kita akan mendapati hati yang sejuk dan nyaman.(Indah)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36850

Untuk melihat artikel Jalan-Jalan lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :