Dr. Taruna Ikrar
(University of California, School of Medicine, Irvine, USA)

Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling umum di
seluruh dunia yang diderita oleh jutaan umat manusia. Dalam ilmu
kedokteran, epilepsi definisikan sebagai suatu gangguan kesehatan yang
disebabkan kelainan fungsional otak, dan ditandai dengan gejala
neurologis berupa kejang berulang. Kejang tersebut disebabkan oleh
aktivitas listrik otak yang abnormal.

Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan dan kecemasan yang dirasakan
oleh penderita dan keluarganya. Perasaan cemas itu diakibatkan oleh
trauma atas serangan kejang yang tiba-tiba, serta menyebabkan penurunan
kesadaran sebagian atau secara total pada saat serangan kejang ini. Dan
tentunya kondisi ini akan sangat berbahaya, jika serangan terjadi pada
saat penderita tersebut sedang mengendarai kendaraan di jalan raya,
karena tentunya dapat berakibat suatu kecelakaan, bukan hanya berakibat
pada penderita tetapi juga bisa berdampak pada orang banyak.

Kondisi ini, akan menjadi trauma tersendiri bagi penderita, bahkan
akan menimbulkan kecemasan yang mendalam, karena takut serangan kejang
(Epilepsi) ini akan menyerang lagi. (Gambar 1: Ilustrasi Serangan kejang
yang menimbulkan gangguan sirkuit listrik di dalam otak).

Gejala Epilepsi


Epilepsi mencakup sejumlah gejala dengan tanda utamanya berupa
kecenderungan untuk kejang berulang. Kejang ini dapat diklasifikasikan
berdasarkan dua kelompok umum, yaitu: Kejang parsial, dan kejang umum
yang mengenai seluruh tubuh penderita.

Pada jenis kejang/epilepsi umum; yang mengenai seluruh tubuh
penderita, akan menunjukkan gejala berupa; kejang dimulai secara
bersamaan di kedua belahan otak.

Gambar 2: Penampakan serangan kejang umum yang bersifat tonik dan klonik.

Selanjutnya penderita akan kehilangan kesadarannya secara total,
sehingga tidak bisa mengingat apapun yang terjadi setelah kejadian
kejang tersebut. Gejala kejang umum dapat bervariasi, tergantung pada
jenisnya. Dalam istilah neurologi, kejang jenis umum ini diistilahkan
dengan kejang (tonik-klonik atau grand-mal), selama fase serangan kejang akan memperlihatkan gejala berupa:

-Penurunan kesadaran, bahkan kehilangan kesadaran terhadap sekitarnya.
-Memperlihatkan wajah menangis tanpa alasan.
-Menggigit lidah atau bibir, karena terjadi kekakuan gerahan.
-Otot-otot wajah lengan dan kaki menjadi kaku selama fase kejang ini.
-Terlihat pucat diwajah.
-Tersentak-sentak, bahkan kehilangan kontrol atas kandung kemih atau
usus, sehingga pada saat yang bersamaan akan mengeluarkan kencing bahkan
tinja serta air liur, yang terjadi diluar kesadaran penderita.

Dilain sisi, jenis epilepsi parsial, menunjukkan gejala kejang yang
parsial, yang diyakini akibat suatu gangguan rangsangan sistem saraf
pusat, yang gejalanya tergantung pada daerah otak yang mengalami
gangguan. Kejang parsial ini, ditandai, pada saat serangan kejang
terjadi, penderita tetap sadar, dengan gejala tambahan berupa:

– Penderita akan merasakan perubahan yang aneh dalam dirinya.
– Perubahan sensitivitas pengecap, penciuman, dan penglihatan.
– Terasa kesemutan atau bahkan seperti tertusuk-tusuk jarum di bagian tubuh terutama di lengan dan kaki.
– Menyentak-nyentak pada otot disalah satu sisi atau bagian tubuh.
– Emosi yang tidak stabil, bahkan muncul perasaan takut yang mendalam.
– Bahkan dapat muncul pemikiran Halusinasi.

Mekanisme Munculnya Kejang


Selama bertahun-tahun gejala kejang masih menjadi tanda tanya para
ilmuan kedokteran, namun menjadi keyakinan bahwa kejang tersebut
diakibatkan oleh adanya loncatan atau stimulasi otak, khususnya di daerah
otak yang disebut thalamus. Hasil dari beberapa percobaan mendukung dugaan ini, Sebagai contoh, stimulasi listrik thalamus pada mamalia, akan menghasilkan gelombang EEG pada otak, persis seperti orang yang menderita epilepsi.

(Gambar 3: Ilustrasi rekaman EEG otak pada penderita epilepsi, A. memperlihat pemasangan elektroda dikepala pasien, sedang B. Gambar Electro-Encephalo Graphy pada penderita tersebut).

Mekanisme yang menghasilkan kejang dewasa ini diyakini melibatkan perubahan di sirkuit antara talamus dan korteks Otak. Dengan konsep utama, adalah bahwa kelainan fungsi sirkulasi saraf (neuron)
di otak yang selanjutnya menghasilkan keadaan gangguan fungsional pada
aktivitas otak tersebut dan mengakibatkan episode abnormal berupa kejang
berulang.

Pengobatan Epilepsi


Pengobatan Epilepsi, ditekankan pada perbedaan jenis epilepsi yang
menimpa seseorang. Umumnya ditekankan, bahwa diferensiasi akurat antara
kejang umum dan parsial sangat penting dalam menentukan perawatan yang
tepat.

Pada saat terjadi serangan kejang umum yang bersifat tonik-klonik,
dilakukan untuk mencegah penderita dari luka-luka akibat serangan kejang
tersebut. Caranya dengan memindahkan mereka dari tempat yang keras,
atau menempatkan sesuatu yang lembut di bawah kepala, serta memperbaiki
posisi penderita ke arah posisi pemulihan. Kemudian, jika penderita
terlihat muntah, muntahan tersebut harus dibiarkan menetes sisi mulut
penderita dengan maksud muntahannya tidak masuk kedalam dan menghambat
jalan napas (sehinga mencegah penderita dari kondisi tersedak). Jika
kejang berlangsung lebih dari 5 menit, atau jika lebih dari satu kali
kejang dalam sehari, dan disertai kehilangan kesadaran, pasien tersebut
membutuhkan pertolongan darurat di rumah sakit.

(Gambar 4: Contoh cara pertolongan penderita epilepsi pada saat serangan terjadi).

Pengobatan terbaik setelah serangan mereda adalah pemberian antikonvulsi (anti kejang). Ada beberapa obat kimia yang dapat digunakan, yaitu: carbamazepine (merek dagangnya Tegretol), clorazepate
(Tranxene), clonazepam (Klonopin), ethosuximide (Zarontin), felbamate
(Felbatol), fosphenytoin (Cerebyx), gabapentin (Neurontin), lacosamide
(Vimpat), lamotrigin (Lamictal), levetiracetam (Keppra), oxcarbazepine
(Trileptal), fenobarbital (luminal), phenytoin (Dilantin), pregabalin
(Lyrica), primidone (Mysoline), tiagabine (Gabitril), topiramate
(Topamax), semisodium valproate (Depakote
), asam valproik (Depakene), dan zonisamide (Zonegran).

Pengobatan epilepsi terkadang akan dibutuhkan pengobatan yang
bersifat seumur hidup dan dapat memiliki efek besar pada kualitas hidup.
Sehingga perlu diperhatikan betul prinsip pengobatan dengan menggunakan
antikonvulsi ini, yaitu mengefektifkan penggunaan obat, dan
meminimalkan efek samping obat, sehingga tingkat kualitas dan
keseimbangan hidup pasien akan terjaga dengan baik.

Selain dengan menggunakan antikonvulsi, perawatan lainnya, adalah operasi (Surgery Epilepsy)
merupakan pilihan bagi pasien yang kejang tetap resisten terhadap
pengobatan dengan obat-obat antikonvulsi. Selain itu, juga dapat
digunakan stimulasi listrik otak, yang digabung dengan penggunaan
obat-obatan anticonvulsant. Akhir-akhir ini, para ahli juga
percaya akan keefektifan pengobatan alternatif atau komplementer
terapi, yaitu; akupunktur, intervensi psikologis, serta vitamin atau
diet.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36836

Untuk

melihat artikel Amerika / Kesehatan lainnya,
Klik

disini

Mohon
beri nilai dan komentar di
bawah artikel ini

____________________________________________________

Supported

by :