Aborsi atau dalam bahasa  medis disebut abortus yang berarti berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. Dalam jenisnya Abortus terbagi dua, yakni abortus spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa ada upaya-upaya dari luar (kesengajaan/buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sementara Abortus buatan adalah abortus yang terjadi karena ada upaya-upaya dari luar (buatan) untuk menghentikan kehamilan.

Isu aborsi selama ratusan tahun memang menjadi isu kontroversial di manapun. Di negara maju seperti Kanada, Jepang, Inggris, Australia praktek aborsi diperbolehkan dengan alasan-alasan medis tertentu, umumnya untuk menghindari kematian pada ibu.

Aborsi di Berbagai Negara

Di Kanada, isu Aborsi muncul sejak abad 19, ketika itu parlemen Kanada menegaskan dalam Undang-Undang, bahwa aborsi merupakan tindakan ilegal dan pelakunya dapat dikenai penjara. Puluhan tahun kemudian, Undang-Undang tersebut direvisi, dimana aborsi dibolehkan jika si Ibu mengantongi ijin khusus dari komite Kesehatan. Namun karena perlunya ijin khusus itu, banyak wanita pula Kanada meninggal dunia disebabkan melakukan aborsi di tempat illegal. Melihat itu, seorang dokter yang juga aktivis hak-hak perempuan Kanada, Dr. Henry Morgentaler beraksi, dia mulai melayani aborsi dikantornya.

Dan pada 1973 Morgentaler mengumumkan telah melakukan lima ribu aborsi aman  di luar rumah sakit, tanpa persetujuan komite apa pun. Atas pengakuannya Morgentaler kemudian dijebloskan ke penjara. Kini di Kanada, praktek aborsi boleh dibilang dilegalkan, karena banyak dibuka klinik aborsi legal dengan syarat mengantungi ijin dari Departemen Kesehatan dan praktek tersebut dilakukan oleh dokter ahli.

Lain halnya di Amerika, isu ini mulai muncul sekitar 1820-an. Lalu tahun 1965 seluruh negara bagian AS melarang aborsi kecuali dengan alasan medis tertentu. Dan pada tahun 1973, 17 negara bagian AS melegalkan aborsi.

Yang menarik adalah kasus Roe v  Wade pada tahun 1973. Kasus itu kemudian mendeklarasikan beberapa hukum negara mengenai aborsi. Pada trimester pertama kehamilan, negara tidak dapat menghalangi wanita untuk melakukan aborsi atas izin medis. Pada trimester kedua, negara dapat mengatur prosedur aborsi hanya untuk melindungi kesehatan wanita. Memasuki trimester ketiga, negara dapat mengatur untuk melindungi janin dengan tidak mengorbankan kelangsungan hidup dan kesehatan wanita.

Namun begitu, isu aborsi masih mengundang pro dan kontra di AS, tak sedikit kalangan yang menentang aborsi terutama dari kaum agamis.

Sementara di Indonesia, kasus ini juga selalu menarik dicermati. Menurut Undang-Undang, Indonesia termasuk membolehkan aborsi dalam situasi dan kondisi tertentu, utamanya alasan medis baik untuk si janin maupun si Ibu. Praktek aborsi yang tak memandang kaidah-kaidah hukum, medis dan agama, dikategorikan tindakan kriminal dan pelakunya bisa dijebloskan ke penjara. Meski begitu, Indonesia termasuk keras dalam isu aborsi, bahkan cenderung tidak membolehkan.

Dari kasus-kasus yang muncul selama ini, seperti kasus penggerebekan klinik aborsi di Percetakan Negara seperti yang terjadi sekarang, alasan medis hampir nihil muncul. Tetapi kebanyakan karena faktor malu memiliki anak diluar nikah. Sehingga banyak janin yang digugurkan secara sengaja. Karena bagi masyarakat Indonesia, memiliki anak tanpa status perkawinan yang jelas, merupakan aib.

Tinjauan Medis

Sampai sekarang tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, tapi WHO memperkirakan sekitar 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi. Tapi itu tergantung kondisi masing-masing negara.

Di wilayah Asia tenggara, WHO berasumsi 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, dengan jumlah antara 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Pada International Conference on Population and Development (CPD) di Kairo tahun 1994, disepakati bahwa pelayanan aborsi yang aman merupakan bagian dari hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk menerima standar pelayanan kesehatan yang tertinggi dan hak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi kesehatan dan informasi.

Dengan demikian, diperlukan perlindungan hukum dalam menyelenggarakan pelayanan aborsi yang aman untuk menjamin hak perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran reproduksi tubuhnya sendiri.

Dan dengan mengacu pada alasan medis, serta tetap mengacu pada kaidah hukum dan agama, penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya aborsi aman di sebuah negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian aborsi itu sendiri. Dan mencegah maraknya praktek aborsi ilegal yang justru cenderung membahayakan jiwa si Ibu.

Tinjuan Hukum

Di Indonesia, soal aborsi tercantum dalam UU No. 23/1992 pasal 15 ayat 1 yang bunyinya sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung
jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami
atau keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.

Penjelasan Pasal 15:
Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.

Tinjauan Agama

Dari segi agama, terutama Islam sebagaimana banyak penganutnya di Indonesia, ada berbagai pendapat mengenai masalah aborsi ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa aborsi yang dilakukan sebelum umur janin 120 hari hukumnya haram. Menurut yang berpendapat seperti ini, pada umur tersebut janin belum ditiupkan ruhnya oleh sang Pencipta yang berarti belum bernyawa. Sementara ada juga yang berpendapat boleh dengan alasan, jika lewat umur 120 hari ternyata kehamilan tersebut apabila diteruskan dapat membahayakan keselamatan ibu, maka aborsi diperbolehkan.

Dari penelusuran Kabari tentang  kasus aborsi, terdapat 2,5 juta kasus pengguguran kandungan di Indonesia. Kasus ini dipicu oleh berbagai hal misal karena gangguan kesehatan fisik berat,
gangguan kesehatan jiwa berat, janin dideteksi memiliki cacat genetik
yang setelah lahir sulit disembuhkan, hamil karena perkosaan, KB gagal,
hingga alasan ekonomi.
(KCM, 28/11/2007).

Menurut ahli kandungan Dr. Himawan, Spog,  yang praktek di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta, “Persoalan yang urgen adalah UU sendiri tidak menjelaskan secara spesifik kriterium kesehatan seperti apa seseorang boleh menggugurkan kandungan.” ujarnya.

Beliau juga mengingatkan agar masalah sex education, pelatihan dan seminar tentang pengetahuan reproduksi, dan terjamin akses kesehatan reproduksi wanita  juga harus ditingkatkan, agar kasus aborsi ilegal bisa ditekan. Mengenai kasus penggerebekan praktek aborsi ilegal di Jakarta, dia mengatakan yakin bahwa pasien yang datang ke sana cenderung lebih banyak dengan status hamil di luar nikah, ketimbang alasan medis atau alasan lain. “Justru itulah gunanya sex education, menekan terjadinya kasus-kasus seperti itu.” katanya.

 

(disarikan dari berbagai sumber)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?32745

Untuk melihat Berita Indonesia / Khusus lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Photobucket