Dari namanya yang terdengar asing di telinga,  Oei Hui Lan memang tidak setenar nama Bapaknya.
 Oei Hui Lan adalah putri kedua Raja Gula
Semarang, Oei Tiong Ham, dari istri pertamanya.

Hui Lan dalam bukunya yang
berjudul “No Feast Last Forever” atau “Tak Ada Pesta yang Tak Berakhir” menulis
perjalanan hidupnya yang penuh intrik dan liku-liku. Dari mulai perselisihan diantara
anak-anak Oei Tiong Ham, sampai pernikahannya dengan Wellington Koo, tokoh
pergerakan negara RRC.

Buku ini menjelaskan bagaimana Hui Lan kecil dengan mudah
bisa memperoleh apapun yang dia mau karena kekayaan Bapaknya.

Tapi sebelumnya,
ada baiknya menyinggung sedikit tentang sepak terjang bisnis Oei Tiong Ham di
Hindia Belanda. Karena sosok sukses Oei Tiong Ham amat berpengaruh pada periode
kehidupan Hui Lan selanjutnya.

Raja Gula Dari Semarang   

Oei Tiong Ham lahir pada tanggal 19 November 1866 di Semarang.
Ayahnya, Oei Tjie-sien berasal dari daerah Tong An, Fujian,
China.
Menurut penuturan Hui Lan dalam bukunya, kakeknya adalah orang terpelajar dan gemar
berpetualang. Tjie-sien terlibat pemberontakan Taiping dan jadi buronan
pemerintahan Mancu.

Tjie-sien lalu kabur ke luar China. Setelah berlayar
berbulan-bulan, Tjie-sien tiba di kota Semarang, Jawa Tengah,
tanpa uang sepeser pun. Hanya bermodal tubuh mudanya, awalnya Tjie-sien bekerja
di Pelabuhan, lalu berjualan barang kelontong dan beras. Setiap hari dia berkeliling
kampung menjajakan dagangannya.

Kemudian Tjie-sien menikah dengan anak dari salah satu pedagang
China di Semarang. Mereka dikarunia tiga
putera dan empat puteri. Sebetulnya Oei Tiong Ham  anak kedua, tapi karena anak pertama meninggal
waktu masih kecil, Oei Tiong Ham dikenalkan sebagai anak sulung oleh Tjie-sien
ketika mereka berkunjung ke rumah orang tua Tjie-sein di China. Saat itu usia
Oei Tiong Ham baru tujuh tahun.

Di Semarang bisnis Tjie–sien semakin berkembang, terutama
bisnis berasnya. Selain itu, Tjie-sien juga berbisnis dupa dan gambir.  Karena perkembangan bisnis melaju,  Tjie –sien membuka kongsi dagang bernama “Kian
Gwan”
.

Oei Tiong Ham amat menggemari wayang Po-te-hi. Sewaktu
kecil, Oei Tiong Ham bersama temannya ingin sekali menonton wayang potehi di
Kelenteng Tay Kak Sie, gang Lombok, Semarang.
Saking terburu-buru takut ketinggalan pertunjukan, temannya itu tak sengaja
menyenggol angkringan (tempat dagangan) seorang pedagang.

Pedagang itu marah dan meminta ganti rugi kepada temannya. Temannya
menjadi ketakutan. Oei Tiong Ham lalu berkata kepada pedagang itu, “Jangan
paksa teman saya untuk membayar, nanti saya yang mengganti kerugian itu.” kata Oei
Tiong Ham.

Oei Tiong Ham lalu mengajak pedagang tersebut kerumahnya. Setelah
dijelaskan duduk perkaranya, Ayahnya, Tjie-sien, tak setuju “Kenapa kita yang
mesti ganti, bukankah anak itu yang punya salah?”

Tapi Oei Tiong Ham berkata, “Oleh karena yang ajak nonton
wayang adalah saya, maka sayalah akan pikul itu resiko. Lagipula kita lebih
mampu dari sobat saya itu.” kata Oei Tiong Ham lugas.

Mendengar jawaban anaknya
yang cukup cerdas, akhirnya Tjie-sien mengganti kerugian si pedagang.

Beberapa lama kemudian bisnis keluarga Tjie-sien yang
dipegang Oei Tiong Ham semakin hari semakin besar. Kongsi dagang itu diubah namanya
oleh Oei Tiong Ham menjadi Oei Tiong Ham Concern.

Semasa menjadi pengusaha, di
kalangan pengusaha Tionghoa Oei Tiong Ham dikenal dermawan.  Tahun 1915 ketika kaum pergerakan Tionghoa di Semarang
yang peduli terhadap kehidupan masyarakat Tionghoa seperti Siek Djwee Kioe, Oei
Ik Tjoe, Kwik Djoen Eng, Liem Bwan Tjioe, The Tjoen Hway bermaksud mendirikan
Tiong Hak, atau sekolah menengah buat masyarakat Tionghoa di Semarang.

Mereka mendatangi Oei Tiong Ham dan mengemukakan ide mereka sekaligus meminta sokongan
dana. Oei Tiong Ham disodori nama-nama yang sudah menyumbang diantaranya :

1.       
Oei Ik
Tjoe (f 15.000)

2.       
The Pik
Hong (f 15.000)

3.       
Gan
Kang Sioe (f 15.000)

4.       
Siek
Djwee Kioe (f 6.000)

5.       
The
Tjoen Hway (f 3.000)

6.       
Liem
Bwan Tjioe (f 1.000)

Ketika Oei
Tiong Ham sudah menulis angka f 20.000,  Siek
Djwan Kioe mengatakan dia berharap Oei Tiong Ham bisa memberi lebih. Sambil
tersenyum Oei Tiong Ham kemudian merubah angka 2  itu menjadi  3.

Oei Tiong
Ham juga dikenal gemar hidup glamour atau bermewah-mewah. Berbeda dengan
ayahnya yang menganut pola hidup hemat. Soal hidup mewah, ayahnya pernah marah
dengan Oei Tiong Ham, tapi Oei Tiong Ham balas berkata bahwa “Saya akan jauh lebih
kaya dari papa.”

Oei Tiong
Ham memiliki instuisi bisnis yang hebat. Ia juga gemar berjudi. Dulu ia pernah
ingin mati bunuh diri gara-gara kalah berjudi. Bukan soal kalah atau menangnya,
melainkan uang judi yang kalah itu adalah uang bapaknya untuk membayar sewa   rumah.
Oei Tiong Ham merasa malu amat sangat, sehingga dia memutuskan ingin menceburkan
diri ke sebuah sungai di Semarang.

Untungnya
pacarnya  yang seorang janda, mau membantu
meminjamkan uang f 10.000 gulden untuk mengganti kerugian akibat kalah judi.

Oei Tiong Ham terutama adalah yang pertama
mengekspor hasil bumi dan perdagangan opium. Memasuki abad ke-20, bisnis Oei
Tiong Ham Corcern
semakin menggurita. Mulai dari bisnis gula, beras, tepung tapioka,
gandum, bank, properti sampai perkapalan. Area bisnis Oei Tiong Ham juga
mendunia, cabang-cabang perusahannya ada di mana-mana.

Di London, Bangkok, Singapura, Amsterdam, Calccutta, Shanghai,
Hongkong, bahkan membuka perwakilan dagang di Wallstreet, New York.

Keberhasilan Oei Tiong Ham disebabkan oleh hubungannya yang
baik dengan para penguasa kolonial Belanda.
Selain itu ia pun adalah orang Tionghoa perantauan pertama yang mengenakan
setelan pakaian barat.

Oei Tiong Ham juga dikenal flamboyan. Dengan uang
berlimpah yang dimilikinya, dia bisa menikah dengan siapa saja yang dia mau. Kabarnya
istrinya mencapai 18 orang dan anaknya 42 orang.  

Yang unik, menurut penuturan Hui Lan dalam bukunya, Oei Tiong
Ham hanya mengakui putranya jika berkelingking bengkok. Kelingking bengkok
diwariskan oleh ayah dari ayahnya.

Oei Tiong Ham meninggal dunia secara mendadak
pada 3 Juni 1924
karena serangan jantung, dan ia meninggalkan harta yang jumlahnya sekitar 200 juta
Gulden Belanda.

 Bersambung….

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33064

Untuk melihat Berita Indonesia / Khusus lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket