Uni Emirat Arab — Situasi ekonomi yang tak menentu di tanah air, tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup harian untuk diri dan keluarga, serta keinginan meningkatkan taraf hidup kerap mendorong masyarakat mencari jalan keluar untuk permasalahan hidup yang mereka hadapi. Salah satu keputusan yang dapat diambil adalah menjadi pekerja migran di luar negeri dengan harapan meningkatkan ekonomi keluarga dan menikmati standar hidup yang lebih baik.

Namun demikian, memenuhi harapan tersebut tidaklah mudah. Mereka harus menempuh perjalanan panjang, terjal, dan berliku. Di satu sisi, tak jarang kita mendengar kisah menyedihkan. Sementara di sisi lain, banyak pula pekerja migran sukses mewujudkan impiannya. Salah satunya adalah Muhlasul Falah pemuda desa asal Cibeber, Banten.

Falah mengawali karir pekerja migran sebagai seorang DCS Operator di Oman Polypropylene, perusahaan petrokimia di negara Oman sejak tahun 2005. Kemudian pada Januari 2009 pindah ke Abu Dhabi Petrochemical Co. Ltd, anak perusahaan ADNOC (Abu Dhabi National Oil Company), di Ruwais, United Arab Emirates (UAE). Sementara itu, keluarga Falah tetap tinggal di Indonesia.

Sebagai karyawan ADNOC dia mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman uang dengan bunga sangat kecil di beberapa bank yang ada di negara UAE. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Bermodalkan pinjaman dana dari bank, Falah mengawali usahanya dengan membangun 15 unit rumah kontrakan, menjalankan prinsip “low risk business”.

Keberhasilan di usaha ini memotivasinya untuk mencoba usaha di bidang pertanian dengan membeli dua hektar sawah. Ternyata hasilnya bagus, saat itu ia teringat dengan ucapan seorang teman seperjuangannya di perantauan, “rumah beranak rumah”, “sawah beranak sawah”. Walhasil, rumah kontrakannya” beranak” dari 15 menjadi 128 unit rumah kontrakan. Bisnis pertaniannya pun terus meningkat, dari dua hektar terus bertambah hingga 10 hektar. Keberhasilan ini meningkatkan percaya dirinya untuk memulai berbagai bisnis lainnya sepeti penggemukan sapi dan mendirikan perusahaan jasa konstruksi.

Tak lupa pada sesama

Falah memperhatikan banyak sekali anak fakir miskin di kampung halamannya yang tidak bersekolah. Sehingga di awal tahun 2017 Falah kemudian mendirikan TK Daarul Mukhlisin yang diperuntukkan bagi 50 orang anak-anak fakir miskin di daerahnya. Niat baik ini didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Mereka menawarkan diri menjadi relawan untuk mengajar. Setiap guru diwajibkan untuk membawa perwakilan anak-anak fakir miskin di kampungnya yang dibuktikan dengan surat miskin dari kepala desa.

Dalam kesempatan lain, Falah menyaksikan sebuah pesantren putri bernama Pesantren Al-Bayan, di Cibeber, yang nyaris rubuh karena tidak terawat dengan baik. Falah telah tiga kali melaporkan hal ini kepada anggota DPRD, tetapi tidak mendapat tanggapan. Merasa terpanggil untuk bertindak, sebagian dari tabungannya disisihkan untuk membangun kembali pesantren putri tersebut, hingga layak untuk ditempati.

Jerih payah Falah sebagai seorang pekerja migran tidak hanya menjadi berkah bagi Falah dan keluarganya. Berkah itu pun dirasakan oleh masyarakat serta membantu pemerintah membuka lowongan pekerjaan bagi puluhan masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Beberapa minggu yang lalu Falah memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya di ADNOC dan mengakhiri petualangannya sebagai buruh migran. Falah kini telah menjadi seorang enterpreneur sukses dan berkumpul kembali dengan keluarga di tanah air tercinta. ( Made Mariana, Redaktur IDN Global News)