Siang itu matahari bersinar dengan teriknya, waktu telah menunjukan pukul 12.00 WIB.

Saatnya waktu istirahat dan makan siang bagi para pekerja, satu per satu para karyawan di sekitar kawasan blok Senopati atau lebih dikenal kawasan Blok S mulai memenuhi lokasi makan siang yang terkenal di kawasan tersebut.

Yups, pastinya lokasi jajanan Blok S. Nama “Bloks S” memang identik dengan lokasi jajanannya. Lokasi yang terletak di jalan Senopati, Jakarta Selatan, tepatnya di belakang lapangan sepak bola Senopati ini selalu dipadati karyawan kantor saat jam makan siang atau selepas office hours.

Dilokasi ini terdapat sedikitnya 30 kios jajanan yang menyediakan beraneka macam makanan.

Mulai dari bakso, siomay, seafood, soto ayam, soto daging, soto konro, nasi goreng, bakmie, sate, es podeng, es campur, es teler, dan sebagainya, semuanya tumplek blek jadi satu di lokasi ini.

Bahkan ada perkataan, “Mau makanan apa, tinggal pesan, sekali kedip pasti ada,” ujar Budi, pemilik salah satu kios di lokasi ini.

Lokasi jajanan Blok S buka mulai pukul 10.00 WIB sampai malam.

Siang itu, saya dengan rekan saya Pipit mencoba menikmati waktu makan siang di Blok S, karena padatnya pengunjung yang datang, saya dan rekan saya terpaksa menunggu sekitar 15 menit untuk mendapat giliran meja.

Sebelumnya setelah saya berkeliling melihat-lihat berbagai macam menu makanan yang tersedia, serta membuat kami sedikit bingung karena banyaknya pilihan makanan, akhirnya kami memutuskan mencoba menikmati bakso dan siomay.

Para musisi jalanan menjadi pelengkap pengunjung Blok S saat menunggu dan menikmati makanannya.

Alunan lagu demi lagu yang dinyanyikan membawa pengunjung hanyut dalam asiknya suasana istirahat makan siang.

Bahkan  bagi Anda  yang ingin memesan lagu, mereka (musisi jalanan) dapat menerima permintaan lagu dari pengunjung yang ingin dinyanyikan lagu-lagu pilihannya, dengan memberikan uang seikhlasnya, suasana makan siang pun menjadi menyenangkan.

Ada yang menarik dari salah satu musisi jalanan di Blok S ini, yakni pemain alat musik sitar.

Alat musik sitar yang dimainkan dengan cara dipetik mungkin sudah sangat jarang ditemui di kota-kota besar seperti Jakarta saat ini.

Biasanya yang memainkan alat musik ini adalah orangtua dan di daerah-daerah.

Salah satu musisi jalanan yang mencari nafkah di kawasan Blok S dengan bermain sitar adalah Suparmi.

Siang itu Suparmi (53) berkeliling memainkan sitarnya dari meja makan satu, ke meja makan yang lainnya, dengan harapan dapat mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untukkeluarganya.

Suparmi berasal dari Solo, ia datang ke Jakarta sekitar 16 tahun silam, Sang suami yang menderita sakit stroke menjadi salah satu alasannya untuk mencari nafkah dengan bermain sitar.

Saat ini Suparmi ditemani suami dan salah satu anaknya, tinggal di daerah Bekasi, Jawa Barat. 

Setiap harinya Suparmi datang ke kawasan Blok S dengan harapan dapat membawa uang lebih untuk menghidupi keluarganya di Jakarta dan satu orang anaknya lagi yang tinggal di Solo, serta membantu mengobati penyakit suaminya tersebut.

Beliau bermain sitar mulai siang sampai malam hari. “Saya mulai dari jam makan siang sampai malam mas, tergantung ramenya, jadi saya sudah jalan sejak pagi dari Bekasi,” ucapnya.

Ibu Suparmi bermain sitar dengan kondisi fisik beliau yang tidak sehat sedikit menghambatnya, penglihatannya yang sudah tidak normal lagi dan rasa pusing serta nyeri yang sering menderanya membuatnya sulit beraktifitas.

Alunan musik Jawa yang keluar dari suara sitar yang dimainkannya melengkapi harmonisasi syair-syair Jawa yang dilantunkannya.

Kadang alunan musik sitar dan syair-syair lagu Jawa yang dinynyikannya tenggelam dalam ramainya suara pengunjung yang asik bercengkrama dengan sesamanya, bila sudah demikian, Suparmi hanya berharap agar permainannya dapat dinikmati dan pengunjung dapat memberinya uang.

Beliau mengaku dalam seharinya dapat membawa uang Rp 50.000 sampai Rp 100.000, itupun jika cuaca cerah dan pengunjungnya ramai.

“Ya sehari-harinya saya membawa uang tidak pasti mas, kadang Rp 100.000 mas, itu juga kalau saya mulai mengamennya dari pagi sampai malam, tapi kalau cuacanya hujan dan pengunjungnya dikit, kadang-kadang buat ongkos pulang saja tidak cukup.” ujarnya.

Suparmi merupakan salah satu potret perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup di kota-kota besar seperti Jakarta.

Alunan musik Jawa yang dinyanyikannya menghanyutkan saya yang mendengarkannya, sambil menikmati siomay yang saya pesan, keberadaaan para musisi jalanan sangat melengkapi hidupnya suasana saat itu.

<object width=”425″ height=”344″><param name=”movie” value=”http://www.youtube.com/v/G9Aa3x26Opg&hl=en&fs=1″></param><param name=”allowFullScreen” value=”true”></param><param name=”allowscriptaccess” value=”always”></param><embed src=”http://www.youtube.com/v/G9Aa3x26Opg&hl=en&fs=1″ type=”application/x-shockwave-flash” allowscriptaccess=”always” allowfullscreen=”true” width=”425″ height=”344″></embed></object>

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33001

Untuk melihat Berita Indonesia / Kisah lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket