KabariNews – Dalam rangka memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) International yang jatuh pada tanggal 16 Juni 2016, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) bersama-sama dengan Komnas Perempuan, Jala PRT, dan Komisi IX DPR melaksanakan dialog publik tentang RUU perlindingan PRT.

Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan, Kowani  mendukung dan mensupport RUU PRT karena sangat concern terhadap permasalahan perempuan dan anak.

Hal ini sejalan dengan  misi Kowani yaitu meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak serta meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak serta meningkatkan kepedulian terhadap segala bentuk tindak kekerasan, utamanya terhadap anak dan wanita maka sudah menjadi kewajiban dan tugas utama Kowani dalam mengawal RUU tentang PRT.

Mengingat sebagian besar PRT adalah kaum perempuan (dewasa maupun anak-anak)  maka semangat perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai pekerja harus dikedepankan. “Keberadaan pekerja rumah tangga (PRT)  satu sisi sangat dibutuhkan oleh kelompok sosial  ekonomi menengah ke atas, namun perlindungan terhadap mereka sangat minim,” tutur Giwo di Jakarta, (15/6).

“Mereka adalah kelompok pekerja yang lemah dan mudah dilemahkan, berbagai persoalan yang dihadapi oleh PRT seperti, upah rendah, ketiadaan standar jam kerja, ketiadaan jaminan sosial, asuransi kesehatan, dan tunjangan lainnya,” ujarnya.

Kekerasan fisik dan seksual yang dialami oleh PRT, pembatasan kebebasan dan akses untuk mendapatkan informasi serta ketiadaannya organisasi pekerja rumah tangga, menambah deretan persolaan yang dihadapi. “Harus selalu diingat bahwa PRT bukan budak, PRT adalah profesi terhormat yang harus dilindungi hak dan kodrat kemanusiannya,” tuturnya.

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan segera menerbitkan UU PRT sebagai upaya memproteksi tenaga kerja dalam negeri dan TKW/TKI, karena UU tenaga kerja tidak dapat ditunda, mengingat sangat mendesak dan sangat diperlukan.

“Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memastikan baik PRT maupun pengguna jasa PRT mendapatkan jaminan keselamatan dan kenyamanan. Mengingat beragam kasus terjadi, kekerasan tidak hanya menimpa PRT tetapi tidak sedikit pengguna jasa PRT juga menjadi korban,” tutur Giwo.

Pemerintah harus sejak awal menyediakan pemberdayaan melalui sekolah formal dan informal semacam pelatihan untuk meningkatkan kemampuan profesinya dan bersertifikat serta berstandarisasi, Balai Latihan Kerja (BLK) sejak dari kabupaten hingga ke pusat.

Giwo mengatakan, Kementerian Tenaga Kerja menjadi leading sektor yang aktif untuk hal ini dengan bersinergi dengan kementerian lain seperti Kementerian Luar Negeri dan juga Kementerian Hukum dan HAM dimana pemerintah atau  perwakilan RI di Luar Negeri wajib memonitor dan mengadvokasi TKI yang datang disebuah negara dan menjadi pendampingnya saat tanda tangan kontrak kerja.

Dia menambahkan,  seluruh elemen bangsa perlu meningkatkan advokasi kepada penyelenggara negara, pengerah tenaga kerja, lembaga bisnis dan seluruh elemen masyarakat dalam perlindungan PRT,

“Legislatif perlu mengambil peran semaksimal mungkin agar PRT mendapatkan hak dasarnya sebagai warga negara dan memiliki masa depan yang lebih baik,” pungkasnya.  (1011)