KabariNews – PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang terbesar dunia asal AS menunda operasi tambangnya di Papua akibat konflik yang terjadi antar pekerja.

Seperti yang dilansir Bloomberg dan AP, Ramdani Sirait, Juru bicara Freeport mengatakan bahwa konflik di tubuh pekerja tersebut membuat perusahaan tambang emas dan tembaga itu kesulitan untuk beroperasi.

Gangguan operasional perusahaan tambang emas dan tembaga bermula pada Kamis (23/2) lalu. Saat itu, sebagian karyawan disebutkan telah melakukan tindak kekerasan dan intimidasi terhadap sebagian karyawan yang selama ini tidak ikut aksi mogok menuntut kenaikan gaji.

Ramdani pada hari Minggu (26/2) mengaku, pihaknya sedang mencari jalan keluar dan akan melakukan kerjasama dengan pimpinan Serikat Pekerja dan pejabat pemerintah. Sebelumnya, operasional Freeport Indonesia sempat menghentikan produksi karena aksi mogok karyawan yang
menuntut kenaikan gaji.

Karyawan Nilai Penundaan kerja Berlebihan

“Pertama kami akan mengajak manajemen perusahaan untuk berkomunikasi dan menanyakan ada apa sebenarnya dibalik penghentian operasi ini karena bagi kami kalau karena soal intimidasi dan keselamatan pekerja lain itu tidak masuk akal,” kata salah seorang karyawan, Yuli Parorongan.

“Ribuan pekerja yang sekarang sudah kembali ke tempat kerja memiliki tekad dan semangat menjalani operasi perusahaan secara maksimal.” Yuli juga menjamin akan berupaya untuk menengahi perselisihan antara pekerja yang ikut mogok dengan yang tidak mogok.

“Kami siap menjamin sepanjang tidak ada pembedaan sikap terhadap karyawan dan sepanjang tidak ada lagi sanksi bagi teman kami yang sempat mengalami pertikaian yang sekarang ditangkap polisi.” “Jadi kuncinya ada di pihak manajemen bukan dengan kami serikat pekerja.”

Hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kapan operasi tambang akan kembali normal.

Sebanyak 8.000 dari 23.000 karyawan Freeport mogok kerja sejak 15 September lalu karena karyawan menuntut kenaikan gaji sebesar 20 kali lipat dari gaji minimum sebesar US$1,50 per jam menjadi $30 per jam.

Dalam negosiasi untuk mengakhiri mogok, PTFI menyetujui peningkatan upah pokok sebesar 24 persen pada tahun pertama, dan 13 persen pada tahun kedua atau setara dengan peningkatan sebesar 40 persen bila digabungkan selama dua tahun.

Selain itu, PTFI menyetujui berbagai peningkatan tunjangan, termasuk penambahan bonus kerja shift dan lokasi, tunjangan perumahan, bantuan pendidikan, dan program tabungan masa pensiun.