Tahun 2011, peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bekerja sama dengan peneliti asing melakukan ekspedisi ke kawasan Gunung Mekongga, dekat kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Peneliti LIPI yang terlibat penuh adalah Rosichon Ubaidillah, sementara peneliti asing adalah Lynn S. Kimsey dari University of California Amerika Serikat dan Michael Ohl dari Museum for Naturkunde Jerman.

Pada ekspedisi Mekongga itu, para peneliti menemukan spesies baru, lebah raksasa yang diberi nama Latin Megalara garuda. Lebah ini memiliki ukuran tubuh tiga kali lebih besar dibanding lebah biasa dan diberi nama genus Megalara, dari kata “Mega” dan “Dalara”. Dalara merupakan nama genus yang mempunyai ciri paling mirip dengan serangga ini.

Pada tanggal 25 Agustus 2011, penemuan Megalara garuda dipublikasikan di Daily Mail. Dalam artikel berjudul “Waspzilla! The fearsome flying beast discovered in the jungle with jaws longer than its front legs” itu, Lynn S. Kimsey mengungkapkan memberi nama spesies “garuda” sesuai lambang negara Indonesia. Tanggal 23 Maret 2012, Daily Mail kembali mempublikasikan artikel Megalara garuda. Pada hari yang sama, jurnal Zookeys merilis publikasi dengan judul “Megalara garuda, a new genus and species of larrine wasps from Indonesia (Larrinae, Crabronidae, Hymenoptera)”.

Dalam dua artikel Daily Mail, hanya Lynn S. Kimsey disebutkan sebagai penemu, sedang nama Michael Ohl dan Rosichon Ubaidillah tidak disebutkan. Dalam jurnal Zookeys, nama yang disebutkan adalah Lynn S. Kimsey dan Michael Ohl, sementara nama peneliti LIPI, Rosichon Ubaidillah, tidak disebutkan. Sebagai peneliti serangga parasitoid, Rosichon Ubaidillah menyesalkan tidak dicantumkannya ahli dari LIPI yang terlibat penuh pada penelitian itu.

Rosichon Ubaidillah menjelaskan bahwa sesuai MoU (Memorandum of Understanding) yang sudah disusun, kerja sama ini mencakup penelitian dan publikasi. Pihak LIPI sudah menyurati pihak penanggung jawab kerja sama penelitian di University of California.

Menanggapi kekecewaan LIPI, Kimsey yang ditemui dalam diskusi di @America beberapa waktu lalu mengatakan bahwa tak adanya nama peneliti Indonesia dalam publikasi karena tak adanya ahli yang sesuai. “Saya seharusnya memasukkan satu nama dari LIPI dalam publikasi itu. Tapi masalahnya tak ada yang memiliki bidang yang sesuai. Indonesia tidak memiliki ahli di bidang stinging wasps (lebah penyengat),” jelas Kimsey. “Ini masalah di komunitas ilmuwan bahwa ketika Anda muncul di paper ilmiah, orang berharap yang terlibat adalah ahli. Rosichon adalah orang yang paling sesuai, tapi dia tidak comfortable dengan itu,” tambahnya.

Namun hal itu dibantah Rosichon Ubaidillah, menurutnya dialah peneliti Indonesia yang berpengalaman di bidang serangga, khususnya lebah. Saat ini spesimen langka tersebut masih berada di University of California. Kini pihak Kementrian Riset dan Teknologi memperketat kerjasama penelitian yang melibatkan pihak asing.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?38064

Untuk melihat artikel Pendidikan lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :