KabariNews – Langit di bumi Madura cerah, tidak terlalu panas tidak menimbulkan kesan gersang seperti di musim kemarau. Memasuki Madura terasa seperti kemarin meninggalkan bagian dari pulau Jawa itu, masih seperti 30 tahun silam ketika batas pandang mata dihisap seonggok hamparan tanah dan melompati batas laut menginjakan kaki di bumi dimana pencaharian dan perburuan warisan sejarah kali ini.

Hilir mudiknya kendaraan yang melintas Suramadu juga tak memberi pertanda kebangkitan yang disimbulkan sebagai negeri Mandura, dengan sang Baladewa yang gagah perkasa sosok dalam epos pewayangan yang setia mendampingi sang Krisna. Emosi dan naluri untuk menjadi bagian dari suasana mencair kedalam angan-angan yang berbeda.

Jembatan Suramadu menghubungkan langsung dengan kota Surabaya itu tidak berdampak terlalu besar pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Jembatan itu bak pintu masuk tanpa identitas apapun. Tak ada simbul atau ornamen aksentuasi atau warna yang memberi kesan salam selamat datang. Memasuki bumi Madura seperti memasuki rumah tanpa identitas. Madura terasa dekat tapi jauh biarpun Suramadu telah berdiri perkasa.

Baca artikel selengkapnya di Kabari Digital