Maing, demikian pria ini biasa dipanggil. Putra Betawi kelahiran
Kwitang, 11 Mei 1914 ini telah menciptakan kurang lebih 250 lagu
sepanjang hidupnya. Lagu-lagunya itu kemudian menjadi legenda dan juga
pengobar nasionalisme. Sebut saja misalnya Halo-Halo Bandung, Rayuan Pulau Kelapa atau Gugur Bunga.
Maing
alias Ismail Marzuki dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada acara
peringatan hari pahlawan 10 November 2004. Sejak kecil Maing memang
sudah tertarik dengan musik. Kebetulan dirumahnya terdapat banyak
piringan hitam dan ada pula sebuah gramophone. Jadilah setiap hari
kerjanya mendengarkan musik dari piringan hitam yang diputar gramophone
tersebut. Lagu-lagu kesukaannya adalah lagu Perancis dan Italia. Maing
kecil tak bosan-bosannya ‘mengacak-acak’ koleksi piringan hitam milik
keluarganya itu.
Saat duduk di bangku MULO (setara SMP,
red) Maing bergabung dengan sebuah grup musik sekolah. Ia biasanya
memegang alat musik petik Banyo. Saat sedang memetik Banyo, Maing
benar-benar menemukan keasyikan dunianya.
Tahun 1931 saat masih
berusia 17 tahun, Maing menciptakan sebuah lagu berbahasa Belanda “Oh
Sarinah”. Lagu ini menggambarkan situasi sebuah bangsa yang tertindas.
Karya pertama Maing ini dianggap mewakili rasa prihatin Maing terhadap
situasi bangsa saat itu.
Maing memang dikenal sebagai
pribadi yang lembut dan sensitif. Ia begitu peka melihat segala sudut
dan aspek kehidupan dalam karya-karyanya. Ia juga begitu pandai
mengemas perlambang cinta dengan kenyataan hidup sehari-hari. Sebagai
komponis pejuang, Maing juga mahir menciptakan komposisi lagu yang
melodi dan syairnya begitu menggugah nasionalisme.
Sampai tahun 1939 Maing telah mengarang setidaknya 20 lagu, hampir semuanya lagu keroncong, termasuk sebuah lagu yang dijadikan soundtrack film Terang Bulan pada tahun 1938.
Tahun
1944 sering kedewasaan dan pengetahuan musiknya yang semakin berbobot,
Maing menciptakan sebuah lagu yang menjadi legenda sampai sekarang, Rayuan Pulau Kelapa.
Di Lagu ini terilustrasi dengan jelas bahwa musikalitas Maing semakin
matang dan berbobot. Dan satu yang tak kalah penting, kecintaannya pada
negeri ini begitu besar.
Berikutnya mengalir lagu-lagu bernafaskan perjuangan dan cinta, seperti Sepasang Mata Bola, Selendang Sutra, Melati di Tapal Batas, Juwita Malam, Halo-Halo Bandung, Gugur Bunga dan sebagainya. Lagu-lagu tersebut kemudian menjadi penggugah sekaligus pengobar semangat kemerdekaan.
Maing
memang tidak berjuang di garis depan mengangkat senjata, tapi lewat
musik, ia meniupkan nafas perjuangan agar tetap hidup di hati para
pejuang.
Komponis pejuang ini wafat 25 Mei 1958. Sebagai Komponis pejuang legendaris, Maing belum tergantikan hingga kini.
Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31671
Klik Disini untuk membaca Artikel ini di Majalah Kabari Agustus 2008 ( Kabari E-Magazine )
Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini
_____________________________________________________
Supported by :
Lebih dari 100 Perusahaan Asuransi di California.
Asuransi Mobil, Kesehataan, Gigi, Bisnis, Jiwa.
Bisa dapat Premium Online Sekarang…..
Klik www.GreatPremium.com Sekarang
Telpon 1-800 281 4134 Email Info@thinkapril.com