Sekitar tahun 2000, stasiun televisi di Indonesia mulai muncul acara masak memasak. Rajawali Citra Televisi (RCTI) memulainya dengan acara masak “Selera Nusantara” asuhan Rudy Choirudin. Acara yang disenangi oleh ibu-ibu itu bertahan sekitar 10 tahun. Bentuknya sederhana, Rudy mengajak ke sebuah dapur dan mengajak penonton melihat dia memasak sebuah resep. Setelah itu, dia akan menunjukkan cara meracik bumbu, membuat masakan dan menghiasnya.

Selain Rudy, ada satu orang bintang tamu, bisa artis atau tokoh. Biasanya artis akan membantu Rudy mengambil bumbu atau memegang penggorengan. Di akhir acara itu, dia biasanya mengatakan bahwa masakan Rudy sangat enak. Karena acara itu disponsori oleh satu merk tertentu, seperti merk lemari es, kompor, atau minyak goreng maka tidak jarang barang itu dipajang di area masak.

Dua atau tiga tahun setelah Rudy muncul, beberapa stasiun televisi lain menirunya. Bentuknya bermacam-macam. Ada yang mengajak penonton berwisata masakan dari satu restoran ke restoran lain, dari satu daerah ke daerah lain. Ada yang mengajak pemirsa memasak sendiri, seperti Rudy Choirudin tadi.


Di Trans TV, acara masakan yang terkenal adalah “Gula-gula” asuhan Bara Pattirajawane dan “Wisata Kuliner” asuhan Bondan Winarno. Bondan memiliki pengetahuan yang luas dan sangat baik soal makanan. Kedua acara ini masing-masing ditayangkan sejak tahun 2005 dan pertengahan 2006. Belakangan, stasiun ini juga meluncurkan acara masakan baru Ala Chef yang diasuh Farah Quinn.

‘Indosiar’ ada acara “Bango Cita Nusantara” yang tayang sejak tahun 2007. Sebelumnya, acara tersebut diputar di Trans TV sejak awal tahun 2005. Acara ini dibiayai oleh satu merek kecap.

Di Metro TV, acara masak asuhan William Wongso. Awalnya, acara itu bernama Cooking Adventure With William Wongso, kemudian berganti nama menjadi “Cita Rasa William Wongso”. Di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), “Santapan Nusantara” telah bertahan 13 tahun. Selain “Santapan Nusantara”, ada juga “Koki Kikuk”, “Sooo Puas”, dan “Emak Mencari Anu”. Sementara itu, di Trans7, ada “Koki Cilik” selain juga menyisipkan segmen masakan asuhan Chef Rustandy di program berita “Selamat Pagi”.

Pujian pembawa acara atas kelezatan makanan mempengaruhi orang untuk mencicipi enaknya makanan versi pembawa acara. Kunjungan ke tempat makan bisa menjadi gaya hidup. Tempat makan yang ditayangkan di acara wisata kuliner itu biasanya akan segera ramai. Para juru masak atau koki kini sangat terkenal dan menjadi bintang. Semua acara itu memiliki penggemar tetap, yaitu ibu-ibu. Meski penontonnya tak sebanyak program TV drama, acara ini selalu berhasil menarik satu perusahaan untuk memasang iklan.

Meniru tayangan luar negeri

Ternyata sajian acara masak-memasak itu banyak yang meniru stasiun televisi asing. Ada yang melakukan peniruan dengan menyesuaikan dengan budaya Indonesia, ada yang menirunya persis sama.. Acara – acara televisi di Amerika Serikat (AS) seperti di Travel Channel, Food Channel, Spike TV adalah program-program yang ditiru. Peniruan acara seperti ini dengan cepat membentuk budaya populer masyarakat Indonesia dan berujung pada meningkatnya keinginan belanja di kalangan masyarakat tertentu.

Di AS, program ini juga memiliki banyak penggemar dan memiliki akibat yang luar biasa bagi para koki yang tampil. Sejak tampil di televisi, bisnis restoran Jonathan Waxman, peserta Top Chef Masters, naik hingga 35 persen. Mereka mengaku, kadang-kadang pelanggan mengatakan hidangannya enak, karena mereka adalah penggemar para koki itu.

Yang paling heboh  adalah koki Gordon Ramsay yang pindah dari Inggris ke Los Angeles, karena sejumlah proyeknya yang kini tengah menginjak musim ketiga. Koki yang terkenal pemarah dalam acara Hell’s Kitchen dan MasterChef ini tengah merampungkan shooting episode-episode acara televisi reality terbarunya, Hotel Hell, di Cambridge Hotel, New York.

Di AS, budaya belanja sebagian tercipta dari acara masak memasak ini, dan telah mendorong peningkatan hasil pertanian dalam negeri. Industri makanan bergerak naik dan keinginan ke restoran milik koki yang pernah ditampilkan televisi atau tempat makan yang pernah mereka kunjungi, juga menjadi naik dengan cepat. Di AS amat dimungkinkan, karena harga di restoran untuk kebutuhan 1 hari makan hanya membutuhkan tidak lebih dari 10% pendapatan perhari masyarakat AS. Di AS, budaya belanja dan peningkatan hasil pertanian menjadi pasangan yang harmonis dalam kehidupan masyarakatnya.

Ini agak berbeda dengan kondisi di Indonesia, dimana kebutuhan akan ke tempat-tempat masakan yang pernah ditawarkan oleh televisi hanya sebagai salah satu hiburan saja. Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia jarang ke restoran untuk makan dan sebagian menganggap itu sebagai kemewahan. Ini tidak berlebihan karena daya beli masyarakat cenderung masih rendah. Restoran milik William Wongso di Kebayoran Baru tidak menjadi lebih besar, meski William rutin tampil di televisi. Sehingga bisa dikatakan, bahwa tayangan makanan di televisi juga tidak berpengaruh apapun terhadap peningkatan hasil pertanian di Indonesia.

Memberi Wawasan

Meski bertahan cukup lama, acara masakan di televisi Indonesia masih itu-itu saja dan tidak memperkaya wawasan. Kebanyakan masih sebatas bagi-bagi resep, mencoba masakan baru atau mengajak penonton mencicipi makanan di tempat tertentu.

Namun, ada beberapa acara kuliner yang memberikan informasi dan edukasi cukup baik mengenai dunia masakan. Salah satunya, adalah acara “Cita Rasa William Wongso”. William tidak hanya mempraktikkan kehebatannya memasak, tetapi lebih jauh, dia berusaha memberikan wawasan sosial-budaya atas kegiatan masak memasak. ”Buat saya, kalau acaranya hanya masak, tidak banyak gunanya, karena memasak itu hanya salah satu dari sebuah proses panjang,” kata William.

Karena itu, William mengawali acaranya dengan ‘bertamasya’ ke pasar tradisional. Sambil menjelaskan bagaimana memilih bahan-bahan masakan yang baik, dia juga akan bercerita keunikan masing-masing pasar yang dia kunjungi.  Kelihatannya, ini seperti jalan-jalan biasa. Namun, sebenarnya penonton televisi sedang diajak menyelami akar tradisi makanan di daerah tertentu.

Dari sudut pasar tradisional yang semrawut, dia berusaha menemukan makanan khas di sana. Lalu, berbincang-bincang seputar makanan itu dengan pedagangnya. William juga mampu menjelaskan pengaruh budaya tertentu yang terkandung dalam sejumlah masakan yang dia cicipi. Di bagian terakhir, William mencoba memasak makanan lokal yang dia temui di pasar tertentu dengan menciptanya sendiri.

Beberapa koki juga memberikan wawasan lebih dari sekadar bagaimana cara memasak sebuah menu dengan baik. Namun, juga menghitung nilai gizi dan kalorinya. Acara kuliner memang sebaiknya terus disesuaikan dengan kebutuhan dan melakukan pendekatan-pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi penonton. Membagi resep atau mengajak berwisata makanan tidak lagi cukup.(1002)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?38042

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :