Isu ekonomi mau tidak mau merupakan agenda yang paling mendominasi berbagai perdebatan sebelum pemilihan Presiden AS 2008.  Isu Irak, kesehatan dan imigrasi untuk sementara kalah gaungnya. Setidaknya setahun terakhir ini masyarakat AS akrab dengan berita _foreclosure_ rumah, kenaikan harga BBM dan melambungnya harga bahan kebutuhan pokok. Riak-riak krisis ini memang sudah dirasakan di _Main Street_ (ekonomi rakyat biasa).

Empat minggu di saat riuhnya kampanye presiden baru, tiba-tiba pemerintahan Bush mengeluarkan berita gawat. Ada krisis moneter serius di _Wall Street_. Jika ingin kredit jalan terus dan ekonomi AS selamat, harus ada _bailout_ (talangan dana) terhadap sejumlah perusahaan raksasa AS yang keok karena kredit macet yang teramat besar. Warren Buffet, salah satu orang terkaya dunia, menyebut bahwa krisis ini seperti _Pearl Harbor_ (tsunami) ekonomi untuk AS.

Kongres lalu bersidang marathon dan menggolkan UU _Bailout_ sebesar US$ 700 miliar untuk mengatasi situasi. Tak urung, kegawatan situasi ini mengirim sinyal buruk kepada _Wall Street_ dan berbagai bursa saham dunia. Banyak pelaku ekonomi menjadi gamang. Indeks harga saham Wall Street sempat anjlok sampai 777 poin saat opsi  _bailout_ tengah digodok kongres. Tak dipungkiri, krisis keuangan di AS memang berdampak besar terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Karena itulah semua perhatian tertuju kepada pemilihan presiden AS tahun ini.

*Obama dan McCain tentang Ekonomi*

Obama setuju dengan kucuran dana $700 miliar kepada _Wall Street_, tetapi mendesak agar pembayar pajak diperlakukan sama seperti investor dan harus menerima uangnya kembali.

Obama juga mengatakan pemilik rumah harus mendapat bantuan dan tidak boleh ada imbalan berlebihan kepada eksekutif _Wall Street_ yang dianggap sebagai biang krismon. Dia mengusulkan potongan pajak sampai $80 miliar kepada kalangan menengah. Dan akan mengubah potongan pajak Bush terhadap kaum kaya raya (rumah tangga berpendapatan lebih dari $ 250.000 per tahun).

McCain juga setuju bahwa dana talangan itu bukanlah sebagai “aksi menyelamatkan” para bankir nakal di _Wall Street_. Tapi, McCain berencana tidak mengubah potongan pajak Bush terhadap kelompok kaya. Dia mengkritik Obama menghamburkan banyak belanja negara.

Banyak analis berpendapat bahwa strategi ekonomi keduanya kurang terperinci. Padahal, siapa pun Presiden AS harus bisa mengatasi banyak persoalan, terutama menanggulangi krisis yang tengah mendera ini.
 
*Apa kata Indonesian Americans?*

Sebagai salah satu media komunitas di AS, Kabari mengumpulkan beberapa pendapat warga Indonesia yang sudah menjadi WN Amerika. Bisa karena lahir dari keluarga Indonesia di AS atau karena naturalisasi. Pemegang _green card_ belum bisa ikut pemilu. Prosesnya tidak selalu mulus karena belum banyak warga Indonesia yang menjadi _citizen_ dibanding etnis Asia lain di AS.

Jacky Oei, 23, adalah lulusan Jurusan Ilmu Politik dan Psikologi dari UC Irvine, Los Angeles. Meski lahir dalam keluarga Indonesia yang pernah mendukung Republiken, Jackie tanpa ragu memilih Obama. Bahkan, adiknya, Jonathan, 18, yang ikut voting  pertama kali, turut sebagai _canvasser_ mencari dana untuk kemenangan Obama.

Jackie yang tetap optimis dalam suasana krismon saat ini berpendapat, “Obama punya strategi ekonomi lebih baik daripada McCain. Cara penyampaiannya lebih _organized_ dan komunikatif. McCain yang mewakili Republikan, justru tampil melawan arus partainya sendiri sebagai _Maverick_. Kesannya kontradiksi. Presiden jelas tidak bisa mengubah segalanya. Tapi saya kira Obama mewakili perubahan. Selain orator hebat, Obama punya _leadership quality_ yang bisa mengatasi krisis dan mempersatukan Amerika. Mengenai posisi Wapres, Jackie lebih mempercayai Joe Biden dibanding Sarah Palin jika Obama atau Mcain wafat .

Selanjutnya, Diana Kumala (bukan nama sebenarya-red) adalah imigran Indonesia yang dinaturalisasi sebagai WN Amerika tahun lalu dan akan ikut voting untuk pertama kalinya tahun ini lebih memilih McCain. Penggemar Fox News ini berkata, “Program ekonomi Obama dan McCain saya kira hampir sama. Goncangnya  perekenomian Amerika bukan administrasi terakhir saja (Bush-red). Karena proses goncangnya lama, proses perbaikannya tidak bisa cepat. Saya tetap memilih Republiken, karena lebih konservatif. Sementara Demokrat terlalu liberal. Untuk kedepannya, saya tidak mau AS melenceng jauh dari nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh _our founding fathers_”.

Lain lagi pendapat Yohanes Lie, 21, warga negara AS lain yang lahir di Indonesia dan menetap di San Francisco. Bujangan yang akan ikut voting untuk pertama kalinya ini memutuskan untuk “golput”. “Selama masih dengan sistem _electoral vote_ dan di California, saya yakin pemenangnya pasti Demokrat. Suara saya tidak masuk hitungan,” kata Yo.

Suara-suara dari _Indonesian Americans_ ini paling tidak mewakili banyak suara senada dalam komunitas Indonesia di AS. Karena pilihan mereka setidaknya bisa mempengaruhi siapa presiden yang bakal duduk di Gedung Putih dan mengendalikan banyak kebijakan penting di AS yang bisa mempengaruhi dunia dan Indonesia. 

Senada dengan itu, menarik menilik hasil Survei Nasional _Asian American_ yang dirilis awal Oktober ini. Studi ini dilakukan oleh empat yayasan besar dan sejumlah lembaga _think thank_ dari UC-Riverside, University of Southern California, UC-Berkeley dan Rutgers di New Jersey. Selama ini, survei mereka yang paling ekstensif menyuguhi sikap politik orang-orang _Asian American_ dalam Pemilu AS.

Kepada Kabari, Prof Jannelle Wong dari University of Southern California menyatakan bahwa ada warga Indonesia yang ikut dalam pengambilan pendapat ini. tapi jumlahnya terbatas, sehingga tidak bisa dipakai sebagai patokan sikap _Indonesian Americans_ dalam pemilu ini. Kelompok _Asian Americans_ utama  adalah orang keturunan Jepang, Korea, China, Filipina, Vietnam.

Jajak pendapat itu mengemukakan bahwa secara substansial, responden _Asian American_ lebih memilih Obama. Persentasenya, 41% mendukung Obama, 24% pro McCain dan sisanya belum mengambil keputusan. Suara pemilih _Asian Americans_ ini jelas akan menjadi _swing vote_ yang menentukan dalam Pemilu nanti.
dan jika dilihat dari negara asal responden, hanya komunitas Vietnam yang mendukung Republiken.

Survei juga menunjukkan bahwa _Asian American_ cenderung untuk tidak aktif secara politik dibanding kelompok lain. Identifikasi partai terhitung rendah, 32% mengindentifikasi dirinya sebagai Demokrat, 14% Republiken, 19% Independen dan 35% non partisan.

Semua analis politik dari survei ini sepakat bahwa Obama banyak didukung kelompok _Asian American_ karena sejumlah faktor. Terutama karena faktor ekonomi. Lalu banyak _Asian American_ yang sebelumnya adalah pendukung Bill Clinton. Kemudian, limpasan pendukung Hillary Clinton yang beralih ke Obama.

Thomas Mann, analis politik senior dari Brooking Institute, mengemukakan bahwa secara historis pemilih akan menganggap bahwa partai dari presiden yang berkuasa bertanggungjawab terhadap memburuknya keadaan ekonomi dan itu akan menghantam Senator John McCain. Dalam situasi perang, terpuruknya ekonomi dan presiden tidak populer, Mann memprediksi bahwa Barack Obamalah yang bakal menang.

Berbagai poling dan pendapat sudah dikutip. Tetapi, apapun bisa terjadi di negeri yang serba mungkin ini. Dan pemilihan Presiden AS tahun ini sungguh bukan sekedar persoalan warna kulit hitam atau putihnya calon Presiden. Tapi juga soal warna hijaunya dollar Amerika (_Greenbuck_). Tunggu saja 4 November 2008!(_peter phwan_)

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?32089

Klik Disini untuk Baca Artikel ini di Majalah Kabari Oktober 2008 ( E-Magazine )

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket