Awal tahun lalu, ada sebuah berita kecil yang membuat tak
nyaman dunia pariwisata Indonesia yang dimuat di sebuah situs pariwisata
internasional. Isinya kurang lebih keluhan para wisatawan asing atas
banyaknya aksi pemerasan di pura Besakih, Karangasem, Bali.

Keluhan Gene misalnya, Wisatawan asal Chicago, AS ini tengah berlibur
dengan sang anak ketika akhirnya mengalami kejadian tak mengenakkan di
Pura Besakih. Tiga penjaga pos masuk memaksanya memberi uang sebesar Rp
500 ribu. Pemaksaan terus terjadi hingga akhirnya Gene menyerah dan
memberikan uang sejumlah itu.

“Namun, saya lihat sendiri salah satu penjaga memberi selembar uang
Rp 100 ribu pada supir taksi yang mengantar saya ke tempat ini,” kata
Gene dalam ulasan di situs tersebut. Pemerasan wisatawan tak hanya di
Besakih. Di Kuta banyak terlihat pedagang memaksa wisatawan untuk
membeli kacamata, atau topi atau patung. Bila wisatawan tak berminat,
sang pedangang kadang mengejar dan berteriak-teriak.

Inilah potret pariwisata Indonesia. Buruk. Orang lokal melihat
wisatawan dengan kacamata, bahwa dia membawa banyak uang tanpa diimbangi
pelayanan yang baik terhadap wisatawan itu. Wisatawan pun begitu.
Melihat banyak kejadian yang tak mengenakkannya selama di Indonesia. Di
negaranya, dia akan bercerita kepada rekan lain dan tak mau lagi
berkunjung ke negara ini.

Karenanya, meski dianugerahi alam dan budaya yang elok, pariwisata
Indonesia masih berjalan tertatih-tatih. Pariwisata kita ada di bawah
Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan sedikit di atas
Philippina, Vietnam, Kamboja.

Bisa berubahkah wajah pariwisata kita? Ya, Bisa.
Banyak alasan untuk ini. Alasan terkuat adalah karena pariwisata
merupakan sektor ekonomi penting bagi Indonesia. Pada tahun 2009,
pariwisata menempati urutan ketiga untuk penerimaan devisa setelah
komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Setelah tahun
2010 mengalami pemulihan dari tahun 2009, badan dunia untuk pariwisata (United Nations World Tourism Organization- UNWTO) memperkirakan pertumbuhan kunjungan wisatawan di seluruh dunia pada tahun 2011, pada tingkat pertumbuhan antara 4%-5%.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
mencatat kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tahun 2010
mencapai jumlah 7 juta orang dari yang ditargetkan pemerintah sejumlah
7,002,944 (bps.go.id). Target 2011 terlampaui dengan kunjungan
wisatawatan mancanegara sejumlah 7,65 juta. Artinya ada kenaikan sekitar
9,24 % dibandingkan tahun sebelumnya.

Memang, untuk sementara ini Bali adalah pintu masuk yang jumlah
kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) terbanyak, selanjutnya orang
memilih ke Indonesia melalui Jakarta dan Medan, baru ke tempat-tempat
lain.

Berdasarkan penelitian Kementerian Pariwisata terhadap wisman yang
meninggalkan Indonesia menunjukkan, bahwa rata-rata lama tinggal
wisatawan asing pada 2011 mengalami penurunan, dari sebelumnya 8,04
hari menjadi 7,84 hari. Penurunan lama tinggal ini tidak berdampak pada
rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan yang mengalami kenaikan
tipis, dari US$ 1.085,75 menjadi US$ 1.118,26. Dengan demikian,
penerimaan devisa pariwisata pada 2011 diperkirakan mencapai US$ 8,6
miliar, naik dibandingkan tahun 2010 yang mencapai US$ 7,6.

Ada beberapa perubahan yang telah dilakukan pemerintah di tahun 2011
untuk bidang pariwisata. Mengubah nama Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata (Kemenbudpar) menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Kemenparekraf). Menterinya juga diganti. Dari Jero Wacik ke
Marie Elka Pangestu. Perubahan juga pada slogan. Tak lagi memakai Visit Indonesia , namun Wondeful Indonesia.

Slogan Wonderful Indonesia sudah diperkenalkan awal 2011 menggantikan Visit Indonesia dengan tetap mengusung logo garuda warna-warni. Kementerian Pariwisata mengusung 5 kriteria Wonderful Indonesia: Wonderful Nature, Wonderful Culture, Wonderful People, Wonderful Food, Wonderful Value for Money.
Bentuk logo mengambil konsep Garuda Pancasila sebagai lambang negara.
Slogan ini sukses mengangkat wisata Indonesia dengan peningkatan jumlah
wisatawan asing .

Berbagai program diperbaharui dan ditingkatkan. Parade bunga di
Pasadena yang selama 16 tahun tidak diikuti oleh Indonesia, awal tahun
ini kembali diikuti dengan mengambil tema Wonderful Indonesia dan meraih President Award suatu penghargaan untuk peserta yang mempergunakan bunga dengan efektif.

Sebagai mantan menteri Perdagangan, Marie Elka paham sekali bagaimana
mengolah satu potensi. Menurutnya, kunci kemajuan pariwisata adalah
mempermudah jalan masuk ke tujuan wisata (akses). Termasuk memperluas
jaringan penerbangan nasional maupun internasional ke sejumlah daerah
tujuan wisata yang telah ditetapkan pemerintah. Bahkan ia pun menyatakan
kesiapan pemerintah untuk mensubsidi penerbangan, di mana saja yang
diperlukan, demi kemajuan pariwisata.

Marie juga meminta para perusahaan penerbangan untuk memiliki rencana
pembukaan penerbangan langsung Yogyakarta – Kamboja dan Manado –
Filipina, dalam waktu dekat. Tentu, ini merupakan jawaban terhadap
tuntutan dari pertumbuhan pariwisata dunia, khususnya di kawasan
Asia-Pasifik, termasuk Asia Tenggara. Juga merupakan tanda bahwa
Pemerintah tidak menghendaki Indonesia tertinggal dalam bidang
pariwisata.

Perubahan juga terjadi pada pilihan daerah tujuan wisata unggulan.
Selama ini Bali adalah segalanya. Kini tidak. Banyak alternatif tujuan
wisata selain Bali yang tak kalah indah. Kedutaan Besar Indonesia (KBRI)
di Swiss malah mempromosikan Raja Ampat di Papua menjadi lambang
promosi pariwisata Indonesia di Swiss. Mereka juga menawarkan keindahan
Bunaken, Tana Toraja, Komodo, Flores, Borobudur, Lombok, Bangka Belitung
dan tentu saja- Bali. Ini adalah sebuah langkah maju, karena dunia
internasional tidak hanya melihat Indonesia dari Balinya saja, namun
juga daerah lainnya.

Selama ini, Swiss adalah salah satu negara yang sangat potensial bagi promosi pariwisata nasional. Data BPS
pada 2010 tercatat, bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia
asal Swiss sebanyak 34.928, dengan rata-rata pengeluaran US$ 1.587,84
dan rata-rata lama tinggal selama 14,91 hari. Jumlah ini termasuk angka
yang tinggi mengingat jumlah penduduk Swiss yang hanya sekitar 6 juta.

Mereka tak main-main dalam menggarap promosi untuk pariwisata Indonesia “Tema promosi kali ini, yakni Postcards From A Wonderland, A Remarkable Indonesia, dimulai 1 Februari selama tiga bulan,” kata pejabat Penerangan dan Sosial Budaya KBRI
Bern, Budiman Wiriakusumah. Dikatakannya, selama tiga bulan di
transportasi umum Swiss akan terpampang ajakan untuk berlibur ke
Indonesia.

Memang pariwisata Indonesia sudah saatnya untuk berubah. KBRI
Swiss dan langkah-langkah Kementerian Pariwisata adalah sebuah contoh
usaha mengubah pariwisata Indonesia. Banyak perubahan yang harus
dilakukan juga oleh pemerintah daerah setempat. Misalnya, tentang
penertiban dan pengelolaan tempat wisata. Pengemis dan pemerasan di
tempat wisata adalah hal yang membuat tak nyaman baik bagi wisatawan.
Dan itu harusnya tak ada lagi di pariwisata Indonesia.(Indah)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37847

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :