Salah satu kegiatan petualangan
yang cukup digemari di Indonesia
adalah berarung jeram. Karena selain sebagai sarana rekreasi, kegiatan ini menawarkan
tantangan yang memicu adrenalin. Tak heran penggemar arung jeram terus
bertambah setiap waktu.

Jika Anda salah satunya, sudahkah
Anda mencoba arus liar di Sungai Ciberang Banten?

Rute Perjalanan

Awal Maret lalu, Kabari diundang
mencicipi derasnya arus Sungai Ciberang dalam rangka peluncuran situs wisata, Mlancong.com.
Situs ini bekerja sama dengan Banten Rafting, operator arung jeram Sungai
Ciberang, dan Boogie, perusahan penyedia pernik kegiatan petualangan.

Bersama 30 orang anggota milis
Tamasya Indonesia, kami
meninggalkan Jakarta
pukul 07.00 menuju Banten. Jalur yang dipilih via Bogor, melewati jalur Dramaga, lalu ke arah
Leuwiliang.

Selepas macet di pasar
Leuwiliang, perjalanan relatif lancar. Di akhir perbatasan Leuwiliang kami
belok ke kiri menuju Jasinga. Mulai dari Jasinga menuju lokasi, perjalanan
cukup sulit karena banyak tanjakan dan kelokan tajam. Jadi Anda harus waspada.

Jika naik kendaraan umum, dari
Jakarta Anda bisa lewat Bogor.
Kemudian naik angkot jenis minibis (biasa disebut elf –red) jurusan Jasinga
dengan tarif Rp 15.000. Dari Jasinga lalu naik angkot, juga sejenis elf, menuju
ke Desa Desa Muhara, Cipanas, tarifnya sekitar Rp 10.000. Kalau dari Tol Tomang, atau Tangerang, Anda
bisa lewat Rangkasbitung lalu ke Jasinga dengan tarif relatif sama.

Setelah tiga jam perjalanan,
sampailah kami di lokasi Rafting di Desa Muhara, Cipanas, Lebak, Banten. Desa ini terletak di punggung Taman
Nasional Gunung Halimun (TNGH). Jika
kita meneruskan perjalanan ke atas
sekitar setengah jam, kita bisa ke
kampung tradisional adat Baduy.

Begitu tiba, suara arus liar Sungai
Ciberang langsung menyergap seolah menantang kami. Tapi kami harus bersabar
karena kegiatan arung jeram bukan kegiatan biasa dan perlu persiapan.


Sensasi Ciberang

Usai mengisi perut dengan sayur
asem dan gurame goreng, kami lalu briefing persiapan sekitar lima belas menit yang dibimbing Kang Umar,
instruktur Banten Rafting.

Poin penting dalam berarung jeram
adalah melatih kerjasama tim. Semua anggota tim harus kompak dan patuh pada
perintah Skipper (Instruktur) saat di air. Ada beberapa perintah penting dalam kegiatan
ini, diantaranya Boom, yang berarti harus menunduk dan menghentikan
dayungan. Stop, berarti perintah menghentikan kayuhan. Maju, berarti
mengayuh dayung ke arah dalam. Mundur, anggota tim harus
mengayuh dayung ke arah luar.

Kang Umar juga memberi tips untuk
bersikap tenang jika perahu terbalik atau kita tercebur. “Sepanjang Anda masih
menggunakan pelampung, Anda aman, yang penting jangan panik dan lambaikan
tangan tiga kali,” kata Umar sembari memperlihatkan alat penyelamat berupa tali
sepanjang 15 meter.

Usai mendapatkan penjelasan
panjang lebar mengenai prosedur berarung jeram, kami lalu dibagi per kelompok.
Satu kelompok berisi enam orang. Kami juga
ditemani seorang skipper yang duduk di belakang perahu arung.

Setelah posisi duduk diatur,
perahu arung berbobot 45 kilogram itu siap melaju. “Maju..” ujar skipper memberi perintah, tiga
dayung di kanan dan kiri pun mendayung ke arah dalam secara bersamaan. Perahu
lalu melaju perlahan membelah Sungai Ciberang.

Jeram Sungai Ciberang memiliki
kelas antara 2 – 3+, berdasarkan standar Federasi Arung Jeram Indonesia
(FAJI). Pemanfaatan Sungai Ciberang
sebagai lokasi arung jeram relatif baru dilakukan, tepatnya sejak Juni 2007.

Debit ideal berarung jeram di
Sungai Ciberang antara 70-90 cm. Tapi meski debit sungai ketika itu 50 cm, serunya berarung jeram sama sekali tak berkurang.
Malah semua anggota tim semakin kompak,
karena sering harus bersama-sama turun untuk menggoyang-goyangkan perahu yang kerap
menyangkut di batu-batu kali.

Rombongan kami yang terdiri dari lima perahu yang dikawal satu
perahu rescue, tampak antusias. Setiap berhasil melewati satu jeram, mereka
berteriak puas. Kadang mereka bermain dengan
saling mencripatkan air ke perahu lain.

Dari tiga belas jeram, ada tiga jeram
yang cukup ekstrem. Satu diantaranya bahkan ada ‘hole’ di bawahnya. ‘Hole’
adalah istilah untuk pusaran air dengan kekuatan putaran yang bervariasi. Jika
putaran ‘hole’ ini kuat akibat berkumpulnya arus bawah dalam satu titik, maka
cukup berbahaya. Pengarung jeram yang masuk kedalam ‘hole’ harus mengambil
sikap jongkok sembari merapatkan kedua tangan di tumit. Tujuannya agar tubuh
lebih mudah terdorong ke permukaan air.

Usai melewati beberapa jeram yang
‘mudah’, sensasi berarung jeram di Sungai
Ciberang barulah dimulai ketika perjalanan kami memasuki jarak satu kilometer
dari titik berangkat. Jeram-jeram yang
kami lalui mulai sulit dan tajam. Tak heran, mulai dari titik ini,
perahu-perahu mulai bertumbangan. Ada yang terbalik, nyangkut di batu hingga ada
juga anggota tim yang jatuh dari perahu. Suasana mulai tegang dan seru.

Salah satu perahu kami
bahkan ada yang terbalik secara frontal akibat menghajar batu kali. Proses terbaliknya cukup dramatis, saat perahu baru saja melewati jeram,
mendadak langsung bertumbukan dengan batu kali dari sisi depan, kontan saja,
dengan kondisi perahu yang belum seimbang, perahu langsung terbalik ke arah depan. “Byuuur…!”
dalam sekejap seluruh anggota tim perahu itu berada di bawah perahu yang telungkup. Untungnya
mereka mengingat pesan instruktur untuk bersikap tenang dan berenang keluar secara
perlahan. Bukannya takut, mereka malah tertawa-tawa dan tampak puas, “Yeaaah..”
teriak mereka ketika diangkat regu penyelamat ke atas perahu.

Seperti layaknya kontur sungai, usai melewati jeram yang tajam,
track sungai kembali lurus dan tenang. Disinilah para anggota tim berkesempatan
berfoto dengan latar belakang dinding-dinding bukit di sisi Sungai Ciberang.
Sungai ini memang cukup eksotik, sepanjang jalur, kita disuguhi pemandangan
yang indah punggung Taman Nasional Gunung Halimun. Sungguh luar biasa.

Dua jam kami
berkelok-kelok, akhirnya kami mendekati titik terakhir pengarungan. Uniknya, di
beberapa ratus meter menjelang titik terakhir, kami disuguhi pemandangan orang kampung yang
sedang beraktifitas di pinggiran Sungai Ciberang. Ada yang sedang mandi, mencucuci piring,
hingga mencuci baju.

Mereka tenang dan tak merasa tergangggu
dengan kehadiran kami di atas perahu yang sedang melongo memperhatikan mereka.
Bocah-bocah telanjang tampak asyik bermain air. Mereka tertawa gembira.

Kami lalu berhenti di sebuah dam
atau pintu air yang saat ini kondisinya sedang jebol. Seharusnya perjalanan
bisa diteruskan hingga 11 kilometer, namun karena hari menjelang Mahgrib,
kami berhenti dan naik ke darat melewati sebuah perkampungan.

Dari sana kami dijemput truk bak terbuka untuk
kembali ke posko utama. Kondisi baju yang basah dan dingin pun tak terasa, kami
malah tertawa sembari saling bercerita tentang pengalaman barusan.

Jika Anda berminat menikmati
sensasi berarung jeram di Sungai Ciberang, Anda bisa melakukan pemesanan terlebih
dahulu untuk pangaturan tempat. Biaya pengarungan sebesar Rp 185.000 per orang termasuk
fasilitas snack, makan siang, guide (skipper), asuransi, dan transportasi lokal.

Selain itu Banten Rafting juga
menyediakan saung bagi pengunjung yang menginap, lengkap dengan kamar mandi dan
ruang ganti yang cukup memadai. Jika Anda berniat berarung jeram pada akhir pekan,
sebaiknya melakukan pemesanan dahulu dan datang lebih pagi, karena biasanya jadwalnya
padat (foto:Mayawati Nur Halim).

Informasi dan reservasi :

Banten Rafting Kampung
Muhara, Desa Cidaon Lebak Cipanas, Banten.

Telp 021-71450068.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34611

Untuk melihat Berita Indonesia / Hobi lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

______________________________________________________

Supported by :