Inilah Jakarta sekarang.
Gedung-gedung pencakar langit berdiri mentereng. Pusat bisnis dan
industri bermunculan. Mall dan pusat perbelanjaan menjamur. Setiap
petak tanahnya memiliki nilai bisnis tinggi. Jakarta adalah kota
bisnis, kota megapolitan, dan kota yang katanya lebih kejam daripada
ibu tiri.

Lalu dimanakah kota yang super sibuk ini dimulai
atau titik nolnya Jakarta? Mencari titik nol Jakarta ternyata sedikit
membingungkan. Terutama bagi yang awam mengenai sejarah kota ini.
Bingung bukan mencari lokasinya, tetapi karena titik nolnya ada dua.
Yang satu di Tugu Monas dan yang satu lagi di Menara Syahbandar, di
daerah pelabuhan Sunda Kelapa dekat museum Bahari.

Bagaimana
bisa ada dua? Asep Kambali, Sejarawan dan pemerhati kota Jakarta yang
aktif di Historia, sebuah komunitas pecinta kota tua menuturkan, kedua
titik nol tersebut berada di jaman dan konteks yang berbeda. Titik nol
yang ditetapkan Tugu Monas tahun 80’an adalah titik nol Jakarta yang
sekarang. Sementara titik nol di menara Syahbandar, adalah titik nol
ketika Jakarta jaman VOC.

Secara
konteks pun keduanya berbeda, jaman dulu mungkin orang menandai titik
nol sebagai titik dimana pembangunan sebuah kota dimulai. Jika
demikian, titik nol di menara Syahbandar memang tepat, karena dari
sanalah titik dimulainya pembangunan kota Batavia hingga seperti
sekarang. Menurut Asep Kambali atau yang biasa dipanggil Udjo, titik
nol itu seperti titik di tengah sebuah lingkaran. “Jadi kemanapun bila
ditarik garis ke tepi lingkaran, jauhnya dan koordinatnya sama. Itulah
titik nol.” ujarnya. Berdasar konteks itu, maka Monas merupakan titik
nol Jakarta. Udjo sendiri tak tahu persis tahun berapa Monas ditetapkan
sebagai titik nol Jakarta. Yang jelas, Monas memang dijadikan patokan
ketika mengukur koordinat wilayah Jakarta sampai sekarang. Tapi Udjo
juga mengingatkan, “Titik nol yang di menara Syahbandar itu dulunya
memang berada di tengah-tengah kota Sunda Kelapa yang wilayahnya ketika
itu masih terbatas.” jelasnya.

Lalu bagaimana kondisi titik nol Jakarta jaman baheula
itu sekarang? Berlokasi di Menara Syahbandar, Jl. Pasar Ikan No.1,
Jakarta Utara, tepat bersebelahan dengan museum Bahari, monumen titik
nol Jakarta ini untungnya masih terawat rapi. Penandanya adalah sebuah
prasasti dari batu bertuliskan aksara China yang konon ditulis seorang
pedagang China saat tiba di Pelabuhan Sunda Kelapa. Prasasti itu
bertertuliskan “Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan
serta di sinilah titik nol Jakarta”. Di sebelahnya juga terdapat
prasasti yang bertuliskan kedatangan saudagar China pada abad ke 17.
Bangunan yang menaungi prasasti tersebut memang dipercaya dulunya
adalah kantor pengukuran dan penimbangan VOC.
Mungkin fungsinya untuk menimbang muatan kapal laut yang bersandar di
pelabuhan Sunda Kelapa. Tak banyak memang cerita yang bisa digali dari
monumen titik nol Jakarta tempo dulu karena sumber dan literaturnya
terbatas.

Nah persis di sebelahnya terdapat
menara Syahbandar yang dibangun Belanda tahun 1834 untuk mengawasi
kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan Sunda Kelapa. Tingginya sekitar 18
meter dan terdiri 3 lantai. Temboknya bercat putih dengan pintu dan
jendela yang gedenya minta ampun. Bentuknya kokoh dan rangka
kayu jati mendominasi bagian atasnya. Dulu, menurut Pak Maskun, penjaga
menara Syahbandar, dari puncak menara pemandangan ke laut cukup jelas
dan leluasa. Sekarang sudah tidak lagi karena terhalang rumah-rumah
penduduk dan pintu air. Sementara menurut Ida Zubaeda, Kepala Sub
Bagian Tata Usaha Museum Bahari, saat ini menara Syahbandar sudah
terjadi kemiringan. Wah..jangan-jangan bakal kayak menara Pisa nih…(yayat)

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?32135

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Photobucket