“Jeb..ajeb…ajeb…ajeb…” begitulah suara yang biasanya ditiru orang untuk musik disko. Musik ajeb-ajeb
atau disko mengingatkan kita pada era 70’an saat musik disko menjadi
pusat perhatian. Baju ketat, rambut kribo, sepatu roda dan celana cutbray mewakili genre musik disko pada masa itu.

Disko sendiri adalah aliran musik yang berasal dari sekumpulan komunitas African-American
dan Amerika Latin yang muncul pada akhir tahun 1960 dan mulai menjadi
tren pada awal tahun 70-an. Musik disko diperkenalkan di klub.

Diperkirakan musik ini tumbuh di New York. Saat itu ada seorang DJ membuka private club
dengan memutar lagu-lagu disko. Setelah itu mulai banyak klub-klub yang
memutar lagu disko dan musik ini mulai berkembang sekitar tahun 1973.

Terbentuk dari musik funk dan soul
, gaya musik disko adalah campuran dari hip hop, jazz dan musik etnis
latin. Alunan musik disko pada umumnya lebih menonjolkan instrumen
bass, drum atau perkusi, dan synthesizer sehingga warna nadanya lebih groovy. Sedangkan gitar dan keyboard digunakan sebagai instrumen pendukung.

Ketika
musik disko ngetren, artis yang naik daun saat itu adalah Bee Gees,
Jackson Five dan Donna Summers, walaupun penyanyi ini tidak murni
memainkan disko.

Musik ini semakin menjulang pamornya
ketika tahun 1977, film “Saturday Night Fever” yang dibintangi oleh
John Travolta diproduksi. Demam disko pun mewabah dunia. Mulailah
bermunculan artis-artis non disko yang mengikuti mainstream dengan mencampurkan musik disko pada lagu-lagu mereka.

Eranya Disc Jockey

Di
awal tahun 1980, musik disko mengalami perubahan, baik dari segi lagu,
tempo musik yang lebih cepat, dan efek musik. Popularitas disko yang
semakin naik bersamaan dengan perkembangan turntablism—alat yang biasa dipakai para DJ (Disc Jockey).
Campuran musik tersebut menghasilkan lagu disko yang berbeda dari
sebelumnya. Teknologi Turntabalism yang semakin canggih, tak pelak
mempengaruhi lahirnya genre baru dari disko, yakni re-mix music. Suara berdecit-decit dari piringan lagu yang diutak-atik oleh DJ, langsung booming ketika itu.

Uniknya, dengan tetap berplatform disko, re-mix music bisa dirambah oleh genre musik apapun, mulai dari rock sampai pop melayu. Pokoknya setiap musik bisa dibikin jadi jeb..ajeb..ajeb..

Di
tahun 2000, disko masih tetap eksis. Banyak artis setia pada jalur
disko seperti Kylie Minogue, Sophie Ellis Bextor, Gorillaz, Scissor
Sisters, sampai yang terbaru, Lady Gaga. Walau tak sepopuler pop, rock,
jazz, atau hip hop, tetap saja disko disukai banyak orang.

Pada saat disko booming tahun 70an, pasar musik Indonesia sebetulnya belum terambah. Ketika itu pasar musik Indonesia masih dikuasai jenis musik pop easy listening, rock, dan hip-hop.

Sekarang
biarpun masa keemasan sudah lewat, namun musik disko akan selalu ada.
Musik ini biasa dimainkan di tempat-tempat hiburan, seperti klab dan
diskotek. DJ Riri, salah satu DJ terkemuka
di Indonesia memaparkan bahwa perkembangan musik disko di Indonesia
hampir sama dengan yang ada di internasional. Dari tahun 80an disko ini
terus berkembang hingga tahun 90an. Berawal dari hobi, ia menggeluti
pekerjaan sebagai DJ sejak tahun 1992. Melihat perkembangan musik disko
yang tetap ramai, ia pun menjadikan DJ sebagai profesi tetapnya.

Ia
menjadi DJ ketika di Eropa sejak lulus dari kuliah perhotelan di Swiss.
Sekitar tahun 2000 ia kembali ke tanah air dan meneruskan profesinya.
Dalam mixing lagu yang biasa ia lakukan, ia lebih sering memutar lagu house dan progressive.

Kini disko telah berkembang dan menjadi mainstream.
Bagi sebagian orang, musik seperti inilah yang dibutuhkan di kala
sedang suntuk. Kata mereka, Mendengarkan musik disko sembari joget
mampu menghilangkan stress. Pokoknya jeb..ajeb..ajeb..ajeb (chika)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33117

Untuk melihat Berita Indonesia / Musik lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket